Sejak membaca notifikasi yang menurutnya aneh di ponsel Zafran, Olivia jadi sering memperhatikan saat adiknya sedang bermain bersama Aldy. Mereka dekat, seperti biasanya. Tak ada yang aneh sedikit pun di mata Olivia, tetapi, entah kenapa, seperti ada yang mengganjal. Yang dilihatnya di ponsel Zafran kapan hari benar Aldy yang ini, ‘kan? Tentu saja. Berapa banyak teman Zafran yang mempunyai nama Aldy?
Dan ... Sayang? Apa-apaan!
Itu cuma bercanda.
Berkali-kali, batinnya berkata begitu. Namun, berkali-kali pula sesuatu di dalam Olivia melontarkan pertanyaan yang sama. Masa, sih?
Dia sudah gatal ingin bertanya langsung pada Zafran, tetapi ditahan. Bukannya takut, hanya saja akan terdengar aneh ketika tiba-tiba dia bertanya, “Kenapa Aldy panggil kamu sayang?” atau “Kamu kenapa sayang-sayangan sama Aldy?”
Olivia ingin mengabaikan, bersikap seolah-olah dia tak pernah melihat apa pun. Namun, pikirannya berputar dengan sendirinya. Wanita dengan segala ke-over thinking-an-nya, kadang memang susah dikalahkan.
Dia ingat, Aldy pernah bilang bahwa Zafran punya pacar. Siapa? Kata Aldy, dia tak tahu perkara ‘siapa’. Masa, sih? Dari awal, bisa dibilang, Aldy paham segalanya tentang Zafran (termasuk apa pun yang Olivia tak tahu). Apa iya, perkara ‘siapa pacar Zafran’ saja, dia benar-benar tidak tahu? Kenapa tidak coba cari tahu? Pasti dia penasaran dan akan memaksa Zafran untuk bicara, ‘kan? Aldy tak akan diam begitu saja jika Zafran bisu tanpa cerita.
Dan lagi, ada Jadira. Aldy suka Jadira. Jadira suka Zafran. Lalu? Zafran suka siapa, hingga membuat Aldy cemburu? Sekali lagi, ucapan Aldy terngiang di telinga Olivia. Ucapan yang sudah berbulan-bulan berlalu.
Justru Aldy sama Jadira yang berebut ...
Berebut siapa? Kenapa Zafran harus melempar bantal dan menghentikan ucapan Aldy?
Karena menemui kebuntuan, Olivia akhirnya getol mengintai keduanya. Dia selalu sengaja menggabungkan diri sebentar dengan mereka jika Aldy sedang berkunjung ke rumah (yang itu artinya, setiap hari), membuat obrolan-obrolan kecil sembari memperhatikan cara keduanya berinteraksi.
Dia berharap akan mendengar suatu obrolan rahasia yang bisa menuntunnya menemui jawaban. Namun, obrolan apa pun itu tak pernah terjadi. Yang ada hanya guyon kurang penting dari keduanya, canda konyol, saling lempar barang, saling mengumpat, hanya itu. Bahkan, ucapan ‘Sayang’ yang pernah dibacanya di notifikasi juga tak pernah terlontar.
Masa gue salah baca, sih?
Satu-satunya yang bisa menuntunnya pada kunci jawaban, adalah ponsel Zafran. Jika dia mengecek isinya, semuanya akan terungkap. Namun, Olivia bukan orang yang seperti itu. Dia akan kesal jika ada seseorang yang mengintip ponselnya, jadi dia tak akan melakukan hal yang sama. Lebih baik, dia memikirkan cara untuk memancing adiknya.
Setelah berpikir, berpikir, dan berpikir, akhirnya malam ini dia memutuskan kembali ikut bergabung dengan Aldy dan Zafran. Mereka baru pulang pukul enam sore. Dan pukul delapan malam saat ini, keduanya kembali bersama. Aneh, ‘kan? Masa bareng-bareng terus?
Enggak. Dulu mereka juga begitu.
Tapi ini setiap hari.
Daripada dia gila berdebat terus-terusan dengan pikirannya, lebih baik dia bertanya langsung.
“Kamu akhirnya berhasil kejar Jadira atau enggak, Al?” Olivia memulai pancingannya. Dia benar-benar penasaran.
“Kejar gimana? Jadira bukan maling, Kak,” jawab Aldy, santai.
“Bukannya kamu suka?”
“Sekarang enggak,” jawabnya lagi. “Aldy ditolak.”
“Enggak berusaha kejar lagi? Katanya, sih, kalau dikejar terus, si Cewek bisa luluh.”
KAMU SEDANG MEMBACA
They Don't Know About Us (End)
Fiksi Penggemar(Park Jeongwoo x Watanabe Haruto AU; BxB) Ini bukan kisah tentang agama. Bukan kisah tentang undang-undang dasar. Bukan juga tentang benar atau salah. Ini hanya kisah dua insan yang saling menyayangi, yang memutuskan untuk mencari ketika kehilangan...