Waktu berlalu. Tak ada satu pun selain Jadira yang mengetahui sesuatu yang lain di balik persahabatan Zafran dan Qhialdy. Keduanya juga sama sekali tak ada niat menunjukkan pada dunia. Tampaknya, bukan hal yang bijak untuk berteriak kencang-kencang, “Halo! Kami pacaran, lho!” sementara semesta pasti akan berbondong-bondong untuk mencaci, menghakimi, memisahkan. Lebih baik diam dan menutup pintu rapat-rapat. Lagi pula, keduanya tak butuh publikasi. Cukup saling tahu dengan perasaan masing-masing, bahagia dengan caranya sendiri.
Ketiganya sudah kembali seperti dulu, ketika pribadi masing-masing belum tahu tentang tali rumit yang membentang di tiga hati. Mereka kembali bermain bersama, bepergian bersama tanpa canggung. Kadang terselip kecemburuan kecil di antara dua yang lain, ketika satu-satunya gadis di situ menggoda salah satu dari mereka. Namun, semua hanya bertahan beberapa menit. Tak ada yang benar-benar perlu dicemburui. Mereka bertiga akan tetap seperti ini. Lagi pula, baik Aldy atau pun Zafran juga dapat merasakan hati masing-masing. Jadira pun.
Mungkin kisah mereka aneh, tetapi mereka tak main-main. Dibilang saling sayang saja mungkin tidak cukup, karena keduanya benar-benar merupakan sesuatu yang berharga bagi pihak masing-masing. Kadang terselip iri di hati Jadira, tetapi ketika melihat dua temannya tertawa bersama, berbagi kehangatan yang tertutup pertengkaran konyol, bahkan dari tatapan keduanya, rasa iri itu berubah menjadi senyum ikhlas. Dia belum pernah melihat ketulusan yang terpancar dari mata Aldy ketika memandang Zafran, atau dari senyum yang ditunjukkan Zafran saat merespons ucapan Aldy.
Jadira bukannya mendukung. Seumur hidup, ayah dan ibunya mendoktrin tentang benar dan salah, tentang apa yang boleh dilakukan dan harus dihindari. Dia tahu dengan jelas bahwa sesuatu yang terjalin di antara dua temannya itu keliru, tetapi siapa, sih, dia? Ketiganya sama-sama manusia. Dan, manusia mana yang berhak menentukan benar atau salah bagi hidup manusia lain? Dia tidak ada hak, sama sekali. Sekalipun mungkin Tuhan membenci hubungan sesama jenis, Tuhan juga tak kalah benci dengan tindakan menghakimi sesama umat.
Ketiganya sedang bermain basket saat ini. Maaf, bukan ketiganya. Hanya Aldy dan Jadira. Zafran seperti biasa, duduk berlindung dari panas matahari, sambil tangannya sibuk memasang senar baru pada gitar Jadira.
Sudah berbulan-bulan sejak kejadian terakhir yang membuatnya menangis, gadis itu tak pernah menyentuh gitarnya lagi. Pun mengundurkan diri begitu saja dari tempat kursus yang selama ini mati-matian diutamakannya. Mungkin dia takut, atau sakit hati. Dan saat ini, Zafran berhasil membujuknya untuk membawa serta gitar ke lapangan, membelikan senar baru, memperbaiki yang seharusnya diperbaiki.
Suara teriakan terdengar dari dua orang yang sedang berebut bola, juga terselip tawa yang keras. Sesekali Zafran mendongak, mendapati mereka sedang berdebat tentang bola cokelat dan ring, yang sama sekali tak dipahaminya tetapi sukses membuatnya tertawa kecil. Rasanya seperti melihat pacar dan adikmu sedang berdebat tentang sesuatu. Lucu.
“Kalau lo lemparnya kayak tadi, penontonnya bisa kabur. Kasihan kepalanya kena bola.” Suara Aldy terdengar. Keduanya memang menyudahi permainan mereka, berjalan beriringan ke tempat Zafran duduk.
“Tapi, intinya bolanya bisa masuk,” elak Jadira. Dia masih merasa benar. Zafran menyandarkan gitar yang sudah sembuh itu ke badan pohon, menatap keduanya yang semakin mendekat.
“Cara lo lempar tadi salah. Banget!”
Mereka berdiri di depan Zafran saat ini. Jadira duduk di samping kanannya, menyambar botol minum dan menenggak dengan cepat. Aldy melepas topi, melemparnya ke aspal, sebelum lanjut bicara, “Masa pegang bola basket kayak pegang kepala mantan. Lemparnya pakai dendam begitu. Bagi minumnya!”
Sekalipun kesal, Jadira tetap menyerahkan botol miliknya. Aldy meminum air mineral yang masih dingin itu, tanpa menyentuh bibir botol sedikit pun. Sejak resmi menjadi pacar Zafran, dia tak lagi berbagi sendok, botol minum, sedotan, dengan orang lain selain pacarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
They Don't Know About Us (End)
Fanfic(Park Jeongwoo x Watanabe Haruto AU; BxB) Ini bukan kisah tentang agama. Bukan kisah tentang undang-undang dasar. Bukan juga tentang benar atau salah. Ini hanya kisah dua insan yang saling menyayangi, yang memutuskan untuk mencari ketika kehilangan...