1

3.1K 264 11
                                    

_OB_

Pagi hari yang sejuk sangat terasa di pedesaan ini. Desa yang terletak di dekat pegunungan dan banyak sawah yang mengelilingi. Desa ini dihuni oleh kebanyakan orang yang ramah dan murah senyum. Sikap tolong menolong sangat melekat di diri penduduk desa ini.

Seorang laki-laki mengayuh pedal sepedanya dengan santai. Sesekali menyapa dan membalas sapaan dari setiap orang yang dia lewati. Lelaki yang memiliki senyuman yang manis itu sangat digandrungi oleh perempuan dari kalangan apapun itu.

"Pagi Mas Uzee."

"Pagi," jawab Uzee disertai senyumannya, yang membuat perempuan yang menyapanya tadi jadi tantrum, tak tahan melihat kemanisan dari seorang Uzee Adjijaya.

Uzee menyandarkan sepedanya di sebuah gubug yang terletak di tengah sawah. Tepatnya gubug itu adalah miliknya. Dia sendirilah yang dulu membuat gubug ini bisa berdiri di tengah sawah miliknya. Sawah ini adalah salah satu warisan dari orang tuanya yang sudah meninggal.

Ya, Uzee kini hanya tinggal sendirian di desa ini sejak dirinya berumur 16 tahun hingga sekarang 25 tahun. Hari demi hari yang menyesakkan tanpa adanya kehangatan keluarganya membuat dirinya terkadang tersiksa. Namun, Uzee menguatkan dirinya untuk terus tegar.

Uzee menyusuri pematang sawah, lalu berhenti di dekat pohon pisang yang sudah berbuah matang. Dengan golok yang dia bawa, Uzee memotong buah pisang itu dari pohonnya.

"Ngambil pisang nak?" Tanya seorang bapak-bapak yang dia kenal bernama Pak Sanji. Pak Sanji adalah penduduk desa sebelah, tapi ia memiliki sawah yang letaknya tak jauh dari sawah milik Uzee.

"Ah, iya Pak. Pak Sanji mau pisangnya? Saya kasih ya pak, ada banyak pisangnya," kata Uzee dengan ramah.

"Makasih banyak ya nak."

"Iya, Pak sama-sama. Sendirian Pak?" Tanya Uzee, karena tak biasanya Pak Sanji ke sawah hanya sendiri, biasanya ada istrinya yang menemani.

"Iya, ibuk sibuk bantu tetangga mau ada hajatan. Nanti Tara yang nyusul bapak," jelas Pak Sanju.

"Oh, Tara yang bakalan nyusulin? Sudah lama saya tidak bertemu Tara," kata Uzee. Tara adalah anak kedua Pak Sanji. Uzee berteman dekat dengan Tara, jadi tak heran lagi jika Uzee dan Tara terlihat dekat.

"Tara sibuk bantu ibuk jaga warung. Dia jadi jarang keluar," jawab Pak Sanji. Jadi Pak Sanji juga membuka sebuah toko sembako di rumah, yang biasanya dijaga oleh istri Pak Sanji dibantu anak-anaknya.

"Oh begitu."

"Saya lanjut dulu ya nak. Makasih pisangnya."

"Ah iya pak, sama-sama." Pak Sanji melanjutkan perjalannya menuju sawah miliknya. Sedangkan Uzee membawa pisang yang tadi dia ambil ke gubug. Kemudian Uzee mengambil cangkul yang berapa di sepeda, tadi dia bawa dari rumah. Hari ini Uzee akan mencangkuli sawahnya untuk ditanami jagung nantinya.

Perlahan matahari semakin naik. Cuaca panas mulai terasi, tetapi sama sekali tidak mengganggu kegiatan orang-orang di sawah. Mereka tetap melakukan pekerjaan tanpa kenal lelah.

Seorang gadis berjalan dengan pakaian khas anak kembang desa itu menghampiri Pak Sanji. Dia Tara, anak dari Pak Sanji. "Ayah, ini makanannya. Ayah istirahat dulu," kata Tara. Dia meletakkan rantang yang berisi makanan di rerumputan. Pak Sanji menghentikan kegiatannya dan menghampiri sang anak gadisnya itu.

"Eh, ini bagikan sedikit pada Uzee," kata Pak Sanji yang merasa lebih saat melihat gorengan yang dibawakan anaknya.

Tara melihat Uzee yang masih berkutat dengan sawahnya seorang diri. Memang Uzee ini sangat gigih dan tidak suka mengeluh. Dia terus berusaha menghidupi kehidupannya sendiri. Di usianya yang sudah mengenjak dewasa, Uzee sudah tidak di dampingi lagi oleh orang tuanya, dikarenakan Tuhan lebih sayang pada orang tuanya. Jadi Uzee sekarang hanya tinggal di desa ini. Ada salah satu keluarga, kakak dari ayahnya, tetapi tinggal di kota. Jadi Uzee hanya sebatang kara di sini.

"Tara ke Uzee dulu ya, Yah." Tara bangkit dengan membawa salah satu wadah berisi beberapa gorengan untuk Uzee. "Uzee!" Panggil Tara dari pinggir sawah.

Uzee menengok ke arah sumber suara lalu tersenyum karena melihat kehadiran Temannya. "Tara, ngapain di sini?" tanya Uzee.

"Sini sebentar," perintah Tara. Uzee menurut, dia meninggalkan cangkulnya dan menghampiri Tara. "Ada apa?" tanya Uzee setelah sampai di sisi Tara.

"Gorengan buat kamu, aku bawa dari rumah. Tadi Ayah udah ambil, terus dibagiin ke kamu juga," jelas Tara.

"Makasih Ya," ucap Uzee. Beruntung sekali dia mempunyai teman seperti Tara. Temannya ini memiliki sifat yang tegas di balik wajah cantiknya. Pertemanan mereka bermula saat memasuki sekolah jenjang Atas. Kala itu mereka sekelas dan menjadi dekat. Ya walaupub dekat, tetapi tidak sedekat itu juga. Uzee tidak terlalu mengorek informasi. Bagi dia mempunyai teman saja sudah oke, dirinya tidak terlalu memperdulikan latar belakang atau apa yang dialami temannya selagi temannya itu tidak menceritakan.

Uzee mulai makan gorengan itu tanpa peduli kalau tangannya kotor. Sudah menjadi kebiasaanya jika di sawah. Tanah sudah seperti lauk baginya. "Gurih banget gorengannya, Ibu kamu pinter masak nih," kata Uzee.

"Hey, yang buat gorengannya aku," ungkap Tara.

"Ha? Yang bener? Bukannya kamu cuma bisa masak air? Itu aja kadang pancinya jadi gosong," kata Uzee sengaja menggoda temannya. Tara dengan sengaja memberi hadiah sebuah jambakan untuk Uzee. Uzee tidak marah atas tindakan Tara, dia anggap semua ini hanya main-main saja. Tak pernah dianggap serius.

















Seperti biasa cek ombak dulu.

Maap buat typo.

Orang Biasa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang