21

899 170 10
                                    

_OB_

Uzee pulang dengan perasaan sedih. Dia mengendarai sepeda, tetapi kepalanya seakan kosong. Tujuannya sekarang adalah mengantarkan Shani pulang terlebih dahulu, meningat Shani tadi pergi dengannya. Sementara Shani diboncengan hanya diam. Dia menyadari keadaan kekasihnya yang masih sedih. Dia pun ikut merasakan kesedihan itu. Tega sekali yang merusak sawah Uzee.

Sampai di rumah Shani, Uzee langsung pamit. Dia membutuhkan waktu sendiri. "Aku langsung pulang ya? Maaf ga bisa mampir," kata Uzee.

"Iya ga papa, aku ngerti. Kamu yang sabar ya?"

"Iya." Uzee menampilkan senyum sendu, tak mampu menutupi kesedihannya. Kemudian dia pergi dari rumah Shani untuk pulang.

Shani menghela napas pelan dengan terus memperhatikan sosok Uzee sampai menghilang. Tara keluar dari rumah dan berdiri di samping Shani ikut melihat apa yang kembarannya itu lihat, tapi kosong. "Kamu liat apa sih?" tanya Tara.

"Uzee," jawab Shani sambil melihat kembarannya.

"Mana tidak ada?" Tara masih melihat jalanan yang kosong.

"Sudah hilang."

"Tumben dia tidak mampir? Udah cape apelin kamu?" tanya Tara.

"Dia sedang bersedih. Sawahnya rusak. Semua tumbuhan yang ditanam mati tidak tersisa," jelas Shani. Sontak Tara yang mendengarnya pun terkejut. "Bagaimana bisa? Apa karena hewan liar?" tanya Tara.

"Tidak tau. Tapi sepertinya ini kelakuan orang yang iseng. Karena banyak bekas seperti potongan dari benda tajam. Kalau itu hewan yang melakukan, bisa saja sawah di sebelahnya ikut kena, tidak hanya milik Uzee."

"Haiss, jahat sekali. Siapa orang yang melakukan itu? Tidak bisa dibiarkan," geram Tara.

"Benar. Aku harap orang yang melakukan segera ketemu. Aku kasihan pada Uzee. Dia sedih. Hasil panennya gagal." Shani masih mengingat raut wajah sedih dan kecewa yang ditampilkan kekasihnya tadi. Kasihan sekali.

"Hem, semoga dia bisa tetap sabar," kata Tara.

"Tar, ayo kita bikin rujak. Sepertinya cuaca cocok untuk kita makan rujak," celetuk Shani.

"Tiba-tiba?" Heran Tara. Tak biasa kembarannya ini tiba-tiba menginginkan sesuatu seperti ini. "Iya, rujak mangga muda sepertinya enak. Mangga kita kan sudah berbuah," kata Shani.

"Boleh sih. Aku juga pengen, ayo kita buat," setuju Tara. Mereka berdua masuk ke dalam rumah dan mulai membuat rujak yang mereka inginkan.

_OB_

Di rumah Uzee. Pemilik rumah duduk di ruang tengah dengan memandang foto keluarga yang dia genggam. Tatapannya bak banyak mengandung makna. Kesedihan masih dia rasa. Memikirkan nasib hidupnya yang seakan tak ada perubahan semenjak kedua orang tuanya tiada. Ingatannya terlempar jauh disaat dia masih bersama kedua orang tuanya.

"Ayah nanti kalau aku sudah besar, aku ingin menjadi polisi. Supaya aku bisa menjaga Ayah dan Ibu nantinya."

"Bercita-citalah yang tinggi nak. Ayah akan menuntunmu sampai nanti menjadi orang yang sukses."

"Ayah janji akan menemaniku?"

"Tentu! Kamu anak ayah satu-satunya. Ayah akan selalu menemanimu."

Tak terasa air mata Uzee lolos, membasahi foto yang dia pegang. Dia merindukan Ayah dan Ibunya. Dia merindukan kehangatan keluarganya.

"Ibuu! Aku terjatuh di sana dan kakiku berdarah."

"Bagaimana bisa?"

"Ada batu yang mengganggu jalanku."

"His, nakal sekali batunya sampai membuat anakku terjatuh. Kemari biar ibu obati kakimu."

"Pelan-pelan ibu."

"Iya, ibu akan pelan-pelan."

Ayah dan Ibu yang selalu menyayangi dan menjaganya. Uzee merindukan masa-masa itu. Dia seakan ingin kembali ke masa kecil. Dimana dia hanya akan bermain dan bersekolah, tanpa memikirkan kehidupan dewasa.

"Ayah, Ibu, aku lelah seperti ini. Hidup dengan keadaan yang tidak berubah. Semua nampak lebih sulit di saat kalian pergi. Aku butuh ibu dan ayah untuk mendampingiku. Aku merindukan kalian."

Di dalam rumah, Uzee hanya bisa menangis seorang diri, tanpa ada yang menenangkan. Dirinya seakan menunjukkan sisi lemahnya.

_OB_

"Ayah lihat enak sekali kalian berdua makan rujak. Ayah boleh minta?" tanya Pak Sanji yang melihat kedua anaknya sedang memakan rujak.

"Boleh, cobain Yah. Tara yang meracik sambalnya," kata Tara.

"Benarkah? Wahh, Ayah ingin mencobanya sedikit," kata Pak Sanji. Ia mencoba rujak itu yang terasa pedas. Perpaduan yang pas saat dimakan dengan mangga muda. "Cepat sekali kamu pulang Shan, Uzee kamu tinggal di sawah?" tanya Pak Sanji yang belum mengetahui tentang sawah Uzee.

"Sengaja mereka pulang cepat Yah. Sawah Uzee rusak, ada orang yang merusaknya," jawab Tara mewakili, karena Shani nampak asik dengan rujaknya.

"Astaga, bagaimana bisa? Kemarin ayah ke sana masih baik-baik saja," kata Pak Sanji.

"Entahlah. Mungkin orang itu melakukan tadi malam atau pagi tadi?" Pikir Tara.

"Hais, siapa orang yang berani berbuat seperti itu. Ayah akan coba mencari tau orang itu," kata Pak Sanji.  Ia ikut kasihan mendengarnya. Ia tau butuh berapa banyak uang untuk menghidupkan tumbuhan di sawah. Ia juga tau betapa sakitnya di saat tidak bisa panen akhirnya. Pak Sanji kini memperhatikan anaknya yang nampak lahap makan rujak, seakan tak merasakan asamnya buat mangga muda itu. "Kamu lahap sekali makannya Shan. Apa tidak ngilu makan buah mangga mudanya saja?"

"Ini enak ayah. Aku suka," jawab Shani dan masih terus makan.

"Jangan makan banyak-banyak Shan, nanti perut kamu sakit," peringat Pak Sanji dan Shani hanya mengangguk saja menanggapi.
















Dah maap buat typo.

Masih nuansa galau nih gw.

Orang Biasa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang