12

985 188 10
                                    

_OB_

Pagi menuju siang hari, Uzee kembali pada rutinitasnya, yaitu bekerja. Dia masih bekerja di rumah juragan mengangkat banyak hasil panen ke atas mobil untuk dijual. Butuh tenaga banyak untuk bisa mengangkat satu karung besar yang sepertinya berisi jagung.

Brak!

Itu adalah karung terakhir yang muat di dalam mobil pick up. "Sudah ayo istirahat dulu, sembari menunggu mobil yang lain datang," kata seseorang yang mengomandani para pekerja. Uzee dan beberapa pekerja lainnya melipir mencari tempat yang teduh untuk mengistirahatkan diri. Mereka diberi air dan cemilan untuk mengganjal perut mereka sampai nanti makan siang tiba.

Uzee membuka plastik berisi roti kecil itu lalu memakannya. Sesekali dia memperhatikan tangannya yang sedikit terluka saat tadi tak sengaja tergores karung yang meleset terjatuh. "Panas sekali ya hari ini," celetuk bapak-bapak di samping Uzee.

"Iya pak, memang sudah cuacanya. Sebentar lagi mungkin mulai memasuki musim hujan," sahut Uzee.

"Lebih bagus kalau cepat musim hujan. Kita bisa segera menanam padi di sawah."

Obrolan terus mengalir, sesekali mereka tertawa disaat saling melempar candaan. Sampai sebuah mobil mewah berhenti yang membuat mata mereka tertuju pada mobil itu. Seorang lelaki dengan pakaian rapi, khas lelaki mapan itu keluar dari dalam mobil. Uzee nampak asing melihatnya. "Itukan anak Pak Juragan yang merantau di kota," celetuk salah satu bapak-bapak. Dan Uzee baru mengetahui kalau lelaki itu adalah anak pak juragan

"Iya, sudah lama dia tidak pulang. Lihat sekarang sepertinya dia terlihat sukses."

"Pasti sukses, Pak Juragan saja sudah menggeluarkan banyak uang agar anaknya itu bisa bekerja dengan layak."

"Ya memang sekarang kalau mau kerja yang bagus apa-apa harus ada uangnya Pak."

Uzee hanya diam kali ini mendengarkan pembahasan dari bapak-bapak sesekali melirik anak Pak Juragan yang terlihat sedang berbincang dengan Pak Juragan sekarang. Sampai sebuah sepeda terparkir diantara banyaknya motor. Uzee tersenyum melihatnya. Ya, melihat Shani, itu adalah Shani yang datang. Uzee izin memisahkan diri karena ingin menghampiri Shani.

"Hai, kenapa kamu bisa sampai sini?" tanya Uzee pada perempuan yang telah resmi menjadi kekasihnya. "Aku membawakan ini untukmu, aku memasaknya sendiri." Shani memperlihatkan wadah bekal berwarna hijau.

"Ayo kita di bawah pohon itu." Mereka berdua singgah di bawah pohon tanpa adanya orang lain yang bergabung. "Kamu seharusnya tidak usah repot-repot Shan, nanti juga aku akan dapat jatah makan siang," kata Uzee.

"Tak apa. Jatah makan siangmu kan nanti untuk berbagi, kali ini biar kamu kenyang makan sendiri," kata Shani sambil membukakan bekal yang dia bawa. Sayur bayam dan sepotong paha ayam. "Kelihatannya enak sekali," ucap Uzee yang tak sabar mencicipi masakan kekasihnya.

"Mau aku suapi?" tawar Shani.

"Apa tidak merepotkan?"

"Tidak. Aku akan menyuapimu." Uzee dengan senang hati menerima suapan demi suapan yang Shani berikan padanya. Ah, hatinya tersentuh diperhatikan oleh Shani seperti ini. Perhatian yang sudah sejak lama tidak dia rasakan dari keluarganya.

Dari kejauhan anak Pak Juragan memperhatikan tingkah laku mereka berdua. Namun, matanya beberapa kali terpaku pada Shani yang menarik perhatiannya. "Pak, perempuan di bawah pohon itu siapa?" tanyanya. Pak Juragan jadi ikut melihat arah pandang anaknya. "Oh itu, dia adalah anak Pak Sanji kampung sebelah. Ada apa Frans?" tanya Pak Juragan pada anaknya yang bernama Frans.

"Dia cantik ya, Pak," kata Frans.

"Anak Pak Sanji memang cantik-cantik. Dia punya kembaran."

"Pak, bagaimana kalau aku menginginkannya?" Frans menatap penuh harap ke arah Pak Juragan yang sekarang hanya diam.

_OB_

"Ayo Shan pegangan, aku akan lebih kencang agar kita segera sampai," titah Uzee pada Shani yang duduk di belakang sepedanya. Sore ini mereka berboncengan dengan tujuan akan pergi ke desa tetangga, yang sedang ada bazar. Mengetahui info itu Uzee sangat bersemangat mengajak Shani. Selesai dia bekerja dia langsung bersih-bersih dan menjemput sang kekasih.

"Hati-hati Uzee!" Peringat Shani, yang sedikit takut kalau mereka jatuh dari sepeda. "Aman, kita akan selamat sampai sana," jawab Uzee.

"Woii! Tungguin aku!" Dari belakang Tara berteriak keras. Dia menggoes sepedanya semakin kencang agar bisa mengimbangi Uzee dan kembarannya yang sudah lebih dulu. Sebenarnya niat hati Uzee ingin berduaan dengan Shani, tapi apalah daya tidak semudah itu karena Tara pun ingin ikut ke bazar itu. Alhasil sekarang Tara ikut.

Akhirnya mereka sampai di bazar. Di sini sangat ramai pengunjung. Banyak juga yang dijual di bazar ini. Ada baju, aksesoris dan juga makanan. Shani dan Uzee, diikuti Tara yang mengekor di belakang menelusuri bazar ini, mencari sesuatu yang menarik. Setiap Uzee dan Shani bermain atau membeli barang pasti Tara juga ikut. Dia jika masih kecil, pasti sudah cocok dipanggil anak dari Shani dan Uzee.

"Lihat gelangnya bagus ya," kata Shani menunjukkan beberapa gelang pada Uzee. "Iya bagus, harganya berapa itu?"

"Sepuluh ribu aja mas," jawab penjual.

"Kamu mau yang mana? Aku belikan," tawar Uzee.

"Aku juga ya?" celetuk Tara. Uzee merotasikan mata malas, tetapi kemudian mengangguki yang membuat Tara bersorak kesenangan. Shani mengambil gelang hitam berinisial S, dan Z. Setelah itu mereka membayar. Gelang S, dipakaikan pada Uzee, sementara Z untuk Shani. Ini sebagai gelang penanda. "Biar kamu ga lupa lagi sama aku. Biar bisa bedain aku sama Tara," kata Shani. Uzee hanya terkekeh menanggapi dan menerima saja jika dirinya sekarang harus mengenakan gelang tangan.





















Akhirnya gw dah terima rapot.

Dah maap buat typo.

Orang Biasa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang