19

898 180 24
                                    

_OB_

Semenjak tak adanya Uzee, si Frans masih saja mengusik ketenangan Shani. Dia masih berusaha mendekati Shani, sampai hal itu membuat Shani sangat risih. Bahkan Pak Sanji ikut turun tangan menjelaskan kepala Frans. Namun, Frans yang pada dasarnya sangat keras kepala menghiraukan hal itu. Dia malah memikirkan cara lain agar keluarga Shani itu mau menerimanya menjadi pasangan Shani.

Semantar Shani dan Uzee mereka tetap berkabar. Uzee meminjam ponsel milik Alden disaat ingim berkabar dengan Shani. Di kota juga Uzee menunggu kabar kelanjutan lamarannya itu, apa di terima atau tidak. Sedangkan Shani sudah sangat mengharapkan Uzee segera pulang. Baru sebentar saja Shani sudah merasakan rindu.

Hingga tiga hari kemudian adalah hari kepulangan Uzee. Dia dinyatakan tidak diterima dalam pekerjaan itu. Namun, tak apa Uzee menerima itu dengan lapang dada. Karena mungkin itu belum rezekinya. Pasti masih ada kesempatan lainnya nanti.

"Maaf ya kau udah jauh-jauh ke sini, tapi tak bisa dapat pekerjaan itu," jata Alden merasa tak enak.

"Tak apa, aku terima saja. Mungkin memang belum keberuntunganku saja. Tak usah merasa tak enak seperti itu. Kau sudah memberikan aku info tentang pekerjaan saja sudah sangat terima kasih," balas Uzee.

"Hem, aku akan mencarikan info lagi padamu nanti," kata Alden.

"Terima kasih Alden, aku harus segera pergi bis sudah menunggu. Dan makasih atas tempat tidur selama tiga hari ini."

"Sama-sama, kita kan teman. Maaf ya tak bisa mengantar kau kembali."

"Tak apa. Aku pergi dulu." Uzee berjalan menjauh dan masuk ke dalam bis yang akan mengantarkannya pulang. Alden tak bisa mengantar karna dia harus bekerja dan tidak ada urusan lagi di desa. Jadi Uzee harus kembali sendiri menaiki bis.

Uzee duduk di bangku dalam bis. Dia memandang luar jendela dan bis tak lama bergerak meninggalkan terminal. Dia tak sabar sampai di rumah dan bertemu dengan kekasihnya itu. Uzee juga tak lupa sudah membelikan sebuah oleh-oleh berupa dress, baju kesukaan Shani.

_OB_

"Shanii, oh sayangku, cintaku," panggil Frans dari depan rumah. Dia membawa sebuket bunga besar ditangannya untuk Shani.

Sementara Shani bersama Tara dibalik pintu, menguncinya. Orang tua mereka sedang berada di sawah, jadilah Tara dan Shani hanya berdua sekarang. Dan sialnya manusia gila itu datang lagi.

"Shanii, oh Shani."

"Manusia gila! Mau apa lagi dia sih?" Kesal Shani.

Tara mengintip dari balik jendel, melihat Frans masih betah di depan rumahnya. "Sepertinya dia benar-benar harus diperiksakan ke rumah sakit jiwa," kata Tara.

"Benar, dia sudah gila. Mengapa dia harus mengejarku? Kenapa tidak ke dirimu saja?" pikir Shani.

"Hei! Jangan bawa-bawa aku. Malas sekali aku berurusan dengan laki-laki gila. Nasib kamu Shan, jadi perempuan cantik, jadi disukai banyak orangkan," kata Tara.

"Wajah kita sama Tar, kamu juga cantik. Tapi kenapa tidak kamu saja yang dia sukai? Aku sudah ada Uzee," balas Shani.

"Mentang-mentang sudah bertuan." Tara memutar mata malas karena merasa diejek Shani, kalau dirinya ini single.

"Ah! Sampai kapan dia di sini? Hari ini Uzee pulang, aku ingin bertemu dengannya. Kalau lelaki gila itu masih tetap di depan rumah, aku tidak bisa keluar bertemu dengan Uzee," ungkap Shani kesal.

"Kita harus menunggu Ayah dan Bunda pulang. Atau kita keluar lewat pintu belakang saja?"

"Kau lupa? Halaman belakang kita dipagari, pagar kayu. Mau tak mau kita harus memutar jalan ke depan. Dan kita bertemu dengan lelaki itu. Sama saja dong," jelas Shani. Tara melemaskan bahu, karena merasa benar dengan apa yang kembarannya itu katakan.

Sementara Frans, dia sudah benar-benar seperti orang gila. Terus saja berteriak memanggil nama Shani di depan rumah. Hal itu membuat para tetangga merasa terganggu, hingga mereka beramai-ramai mendatangi Frans.

"Nak, apa yang kau lakukan di sini? Tidak bisakah kau diam? Kau membuat kebisingan di sini yang mengganggu kami!" ungkap salah satu bapak-bapak mewakili.

Frans akhirnya diam dan menatap mereka dengan angkuh. "Saya anak Pak Juragan! Mau apa kalian? Berani dengan saya?!"

"Kami tidak peduli kamu anak siapa, yang kami mau kau pergi dari sini. Kau telah membuat keributan! Membuat kami tak nyaman!"

"Saya ke sini mau menemui pujaan hati saya," ungkap Frans.

"Kelurga Pak Sanji sedang tak di rumah, tak lihatkah kau pintunya terkunci dan tokonya pun tutup? Berhenti berteriak dan pergi dari sini!"

"Haiss, kalian mengganggu saja," kesal Frans.

"Kau yang mengganggu. Ayo semuanya usir dia dari sini!" Para bapak-bapak sontak mendekat menarik Frans untuk pergi, sementara Ibu-ibu mengompori.

Frans yang merasa terserang kini mau tak mau berlari dan masuk ke dalam mobil. Dia berdecak kesal dan menjalankan mobilnya pergi dari sini.

"Akhirnya dia pergi Shan," ungkap Tara yang tengah mengintip. Shani menghela napas lega, akhirnya Frans pergi juga dari sana. Namun, kemudian dia meringis memegangi perutnya, yang tiba-tiba merasa nyeri. "Kamu kenapa Shan?" tanya Tara yang menyadari itu.

"Perut aku sakit," jawab Shani.

"Kenapa? Lagi dapet?"

"Bukan, sepertinya aku lapar. Aku belum sarapan sedari tadi."

"Hais, makan sana. Jangan sampai maag kamu kambuh. Jangan menyakiti dirimu sendiri." Shani mengangguk mengiyakan, lalu dia pergi ke dapur untuk mengisi perutnya.














Rame-rame jual Frans yok.

Dah maap buat typo.

Orang Biasa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang