Happy reading, semoga suka.
Yang mau baca duluan, bab 27-30 sudah update ya dan bab2 ini mengandung adegan 21+
Luv,
Carmen
______________________________________________________________________________
Archibald masih duduk di balik meja kerjanya sambil menatap keluar jendela. Lihatlah apa yang sudah dilakukan gadis manja itu padanya! Well, gadis itu akan belajar dengan cepat bahwa Archibald bukanlah pria yang bisa dipermainkan apalagi dimanipulasi. Dari Archibald, gadis itu akan belajar bahwa ia-lah yang berkuasa ke atasnya dan suka maupun tidak suka, dia harus belajar untuk mematuhi segala perintah Archibald – atau akan ada konsekuensi tidak menyenangkan sebagai akibat dari ketidakpatuhannya. Tapi karena gadis itu sudah menerima hukumannya, Archibald sebaiknya mengirim seseorang ke atas untuk mengecek gadis itu dan memastikan dia setidaknya baik-baik saja, karena tadi gadis itu sepertinya akan pingsan sewaktu-waktu.
Ia memanggil pelayan kepercayaannya – Martha – dan menyuruhnya untuk mengecek kondisi gadis itu dan memastikan dia tidak membutuhkan sesuatu. Lalu nanti ia baru akan memikirkan bagaimana ia akan menangani gadis liar tersebut. Satu hal yang tidak Archibald mengerti adalah bagaimana rasanya ketika ia berada di dalam tubuh gadis itu. Tidak ada kata yang cocok untuk menggambarkannya, kecuali bahwa segalanya terasa begitu tepat. Sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, teriakan dari lantai atas mengejutkan Archibald. Ia bergegas lari ke atas, berjalan menuju arah kamarnya tapi berhenti di depan ambang pintu gadis itu. Melongok ke dalam, ia melihat Martha yang berdiri dengan tangan menekan dadanya dan gadis itu yang kini terbaring telungkup dengan darah mengalir pelan di lantai.
Archibald terpaku menatap gadis itu. Dari mana darah itu berasal? Ia tidak melukai kepala gadis itu, bukan? Dengan cepat ia memerintah Martha untuk membawa Jeremy padanya untuk mencari tahu apa yang terjadi. Lalu Archibald bergegas mendekati gadis itu, dengan pelan membalikkannya dan membawanya ke ranjang. Gadis itu mengerang dan berteriak kecil karena gerakan tiba-tiba itu, tapi setelahnya dia kembali terdiam.
Ia tengah menyelimuti tubuh gadis itu ketika kedua pelayannya tiba. Setelah meminta Martha untuk membawakan air dan handuk dan mengirim seseorang untuk menjemput penyembuh, barulah ia menoleh pada Jeremy.
"Apa yang kau lakukan padanya?!" tuntutnya pada pelayan itu. "Aku hanya memerintahkanmu untuk membawanya ke sini, bukan?!"
Jeremy menatap Archibald dengan takut. "Aku tidak melakukan apa-apa, My Lord, aku bersumpah. Aku tidak menyentuhnya. Aku membawanya dan meninggalkannya di sini persis seperti yang kau perintahkan. Ketika aku meninggalkannya, dia masih baik-baik saja, My Lord."
Ia tahu kalau Jeremy tidak akan berbohong, Archibald mempercayai pria itu. Tapi harus ada penjelasan untuk kondisi gadis itu. "Apa kau mendorongnya ke dalam sehingga dia terjatuh? Atau mungkin terantuk sesuatu?"
"Tidak, My Lord. Aku mendorongnya pelan ke dalam kamar lalu bergegas menutup pintu dan menguncinya seperti yang Anda perintahkan."
Archibald menatap sekeliling kamar dan melihat rak yang tergantung di atas dinding di mana tadi gadis itu jatuh telungkup. Kesimpulannya, mungkin gadis itu menabrak rak tersebut. Bagaimana mungkin Archibald bisa begitu bodoh? Ia tahu kalau Jeremy tidak begitu cerdas dan pria itu hanya akan mengikuti perintahnya secara persis, tidak kurang, tidak lebih. Ia pasti begitu marah pada gadis itu sehingga tidak memberi perintah pada Jeremy untuk menyalakan lilin di ruangan tersebut.
Tapi jika ia tidak begitu marah, ia mungkin tidak akan menyuruh Jeremy untuk mengunci gadis itu di dalam kamar. Kamar ini sama sekali tidak berjendela, begitu pintu tertutup, tanpa bantuan cahaya, ruangan ini gelap total. Ia mendesah dan mengusir pelayannya, tidak mungkin menyalahkan Jeremy yang hanya mengikuti perintahnya.
Ia lalu kembali memusatkan perhatiannya pada Florence. Menjauhkan gaun robek itu dari tubuhnya, Archibald bermaksud membersihkan gadis itu, memeriksa lukanya yang mungkin membutuhkan jahitan. Tak lama, Martha sudah tiba dengan air hangat dan handuk dan dia juga memberitahu Archibald bahwa mereka sudah pergi menjemput penyembuh. Archibald mempertimbangkannya sejenak. Akan butuh waktu sebelum penyembuh itu datang ke sini dan mungkin saja luka gadis itu memerlukan penanganan segera. Tak punya pilihan, ia memutuskan untuk menjahit sendiri luka gadis itu. Archibald lalu memberikan perintah lagi kepada Martha untuk menyalakan lilin sebagai penerangan, lalu membawa jarum dan benang dan membantunya mensterilkan jarum tersebut.
Archibald lalu mulai membersihkan gadis itu. Saat menatap paha dalam Florence, ia cukup terkejut. Mengapa gadis itu berdarah begitu banyak? Ia tidak mungkin menyakiti gadis itu sekeras ini? Ya, ia tahu kalau gadis itu kering dan sangat ketat, tapi dia bukan perawan karena Archibald tidak merasakan penghalang apapun, tapi tetap saja, apakah ia terlalu kasar dan brutal? Selesai membersihkannya, ia bergerak untuk mengecek luka di kepala gadis itu. Dia tidak bergerak ketika Archibald membersihkan paha dan kewanitaannya, tapi jika ia menjahit lukanya, gadis itu hampir pasti akan terbangun dan melawan.
Archibald mendesah lagi. Ia kembali memanggil Jeremy untuk membantunya menahan gadis itu. Tapi kali ini, ia memperingatkan pria itu agar bersikap lebih lembut. Begitu Martha tiba dan dia selesai menyiapkan kebutuhan Archibald untuk menjahit luka gadis itu, mereka memulainya. Saat tusukan jarum pertama, gadis itu langsung terbangun. Dia menjerit dan menggeliat sakit dan Archibald langsung menahan bahu gadis itu dan berbisik kasar pada gadis itu.
"Jika kau ingin menjahit lukamu, maka jangan bergerak. Semakin kau bergerak, rasanya akan semakin sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sold to The Devil - a dark romance
Romance"Baiklah, aku mengerti, George. Dan aku bersimpati padamu, tapi bagaimanapun, hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja." Archibald melihat pria itu berdiri dan siap kembali memohon, merendah, menjilat, apapun itu demi mengubah pikiran Archibald, jad...