Bab 9

1.3K 213 4
                                    

Happy reading, semoga suka.

Yang mau baca cepat, boleh ke Karyakarsa ya. Bab 31-33 sudah update, babnya mengandung adegan 21+

 Bab 31-33 sudah update, babnya mengandung adegan 21+

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Luv,

Carmen

_____________________________________________________________________

Florence mengangkat mata untuk menatap wajah gelap pria itu dan kemudian memandang pria yang sedang menahannya. Apakah bangsawan ini tidak akan menunggu dan memberinya sedikit waktu sebelum menyiksanya lagi? Neraka seperti apa yang telah dipaksa oleh keluarga Elrod untuk dimasuki oleh Florence? Ia menutup matanya lagi dan menangis dalam diam.

Archibald menyadari air mata gadis itu tapi ia tidak berhenti. Florence boleh berpikir sesukanya, tapi saat ini Archibald hanya ingin menjahit luka gadis itu secepatnya. Ia membuat tiga jahitan di kening gadis itu dan setiap kali ia melakukannya, gadis itu akan menggeliat tapi dia tidak menjerit lagi. Setelah selesai, Archibald memeriksa hasil kerjanya, mungkin tidak serapi ahli tapi setidaknya hasilnya juga tidak begitu buruk dan terutama, pendarahannya berhenti dan luka gadis itu tidak lagi menganga.

Ia lalu meminta Martha untuk membawa ramuan yang bisa mengurangi rasa sakit dan juga kemungkinan infeksi, serta sesuatu untuk membantu gadis itu tertidur lagi. Pelayan wanitanya itu bergegas keluar diikuti oleh Jeremy. Archibald lalu menatap gadis itu kembali, tidak tahu apakah dia kembali pingsan tapi masih ada air mata yang mengalir di sisi wajahnya. Archibald lalu membasuh handuk yang tadi digunakannya, meremas kering lalu kembali membersihkan wajah gadis itu. Sambil melakukannya, ia berbicara lebih lembut. "Maaf bila tadi aku terlalu kasar, tapi sepertinya kau menabrak rak kayu dan lukamu perlu dijahit. Aku sudah meminta pelayan untuk menjemput penyembuh, tapi lukamu tadi tampak sangat serius dan kau kehilangan lumayan banyak darah. Jadi... aku terpaksa melakukannya sendiri."

Gadis itu masih saja belum membuka matanya. Tak bisa dipungkiri, Archibald cukup kagum bahwa gadis itu berhasil menahan diri agar tidak menjerit, tapi bukankah sekarang seharusnya dia membuka mata dan mengucapkan terima kasih? Bukan Archibald yang memukul kepalanya, ini salah gadis itu sendiri dan ia menolongnya. Archibald lalu memanggil lagi.

"Buka matamu, aku perlu tahu apakah kau masih merasa sakit? Atau kau terluka di tempat lain?"

Gadis itu akhirnya membuka mata tapi tidak merespon. Namun Archibald bisa melihat rasa sakit yang tergambar di kedua bola mata gadis itu dan bagaimana dia mencoba untuk menahannya. "Pelayan akan membawa ramuan yang bisa membantu luka dan membuatmu lebih tenang."

Gadis itu masih tetap tidak menjawab, hanya berguling pelan ke samping dan kembali menggulung tubuhnya dengan protektif. Archibald tidak tahu bahwa Florence begitu nelangsa, ia merasa sangat sakit lebih dari yang pernah dialaminya. Dan Archibald-lah penyebabnya. Saat pria itu menyentuh bahunya, Florence tersentak begitu keras, rasa takut membungkusnya - jika sampai pria itu memukulnya lagi atau menyentuhnya, Florence tidak akan sanggup. Ia sudah mencapai batasan toleransi itu. Tapi walau pria itu merasakan reaksinya, dia tidak mengatakan apapun. Malah dengan pelan dia memperbaiki posisi Florence agar ia kembali berbaring telentang. Florence dengan cepat kembali menutup matanya.

"Aku harus mengangkatmu, supaya kau bisa minum ramuan obat. Aku akan mencoba untuk tidak menyakitimu, tapi kau harus membantuku, oke?"

Florence membuka mata lalu berusaha untuk duduk. Tapi sebelum berhasil, kepalanya terasa begitu sakit sehingga ia kembali terjatuh di atas ranjang.

"Sshh... aku tahu kau kesakitan, tapi ini akan membantumu."

Kali ini Florence membiarkan pria itu membantunya bangun dan duduk bersandar dan ketika pelayan pria itu masuk dan mengulurkan obat ramuan, ia juga membiarkan pria itu membantunya meminum ramuan pahit tersebut. Florence mengernyit dan pria itu menyadarinya.

"Aku tahu rasanya sangat buruk, tapi kau membutuhkannya. Habiskan."

Walaupun rasanya sangat mengerikan, tapi bagi Florence, pria itu jauh lebih mengerikan. Jadi ia patuh dan menenggak semuanya hingga tak bersisa. Setelahnya ia membiarkan pria itu membantunya berbaring kembali.

Puas, Archibald lalu meminta kedua pelayannya agar meninggalkannya sementara ia menyelimuti gadis itu. Lalu untuk pertama kalinya, ia memperhatikan gadis itu dengan lekat. Dia tampak mengerikan, ada darah kering menggumpal di rambut gelapnya dan tubuh gadis itu lebam-lebam. Dia juga begitu kecil dan mungil, hanya sedada Archibald. Dan saat melihat gadis itu mulai tertidur dan keningnya tak lagi berkerut sakit, entah kenapa Archibald merasa lega. Dan harus ia akui, walaupun terluka dan dipenuhi darah kering serta lebam, gadis itu masih sangatlah cantik.

Sambil memperbaiki letak selimutnya lagi, Archibald berusaha menahan diri. Jika ia menyentuh kulit gadis itu, atau menatapnya terlalu lama, ia mungkin akan tergoda untuk memilikinya lagi. Agak enggan, ia kemudian bangkit dan menjauhkan diri. Gadis itu butuh beristirahat. Bagi banyak orang, Archibald mungkin kejam, tapi ia bukan sepenuhnya tidak berperasaan.

Ia lalu turun kembali ke ruang perpustakaannya, mencoba mengalihkan hasratnya dengan kesibukan, agar benaknya tidak lagi terus menerus memikirkan gadis mungil yang sedang tertidur di samping kamarnya itu.

Sold to The Devil - a dark romanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang