Bab 6

1.3K 201 7
                                    

Light mature scene 21+

Happy reading, semoga suka.

Yang mau baca duluan, boleh ke Karyakarsa ya.

Yang mau baca duluan, boleh ke Karyakarsa ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Luv,

Carmen

________________________________________________________________________________

Awalnya, Florence berpikir kalau ia salah dengar. Apa kata pria itu? Dia meminta Florence untuk melepaskan pakaiannya? Di sini? Di ruang perpustakaannya? Bersama seorang pria? Good Lord! Selama enam belas musim semi kehidupannya, tidak pernah ada seorang pria pun yang pernah melihat Florence telanjang. Ia mulai menggelengkan kepalanya dan kembali mundur, berpikir apakah mungkin ia bisa menyelinap dan kabur dari tempat ini. Tapi kemudian seorang pria masuk ke dalam ruangan yang sama dengan mereka. Dan pupuslah harapan Florence.

"Oh, Jeremy, tolong tahan tangan gadis itu ke belakang. Dia sepertinya menolak untuk bekerjasama dan aku sedang tidak dalam suasana hati untuk bermain-main dengannya."

Pria itu sepertinya sama sekali tidak keberatan dengan kehadiran orang lain di dalam ruangan tersebut sementara Florence sudah pucat pasi. Ia sempat berteriak dan memberontak ketika pria lainnya itu menyentak lengannya lalu menariknya ke belakang kemudian mendorong tubuh Florence ke arah meja sehingga ia bisa menghadap bangsawan mengerikan itu.

Pria itu mendekat dan tangannya secara mengejutkan terasa lembut saat dia mengarahkan wajah Florence agar menghadap padanya. "Kau tahu, tadinya aku tidak punya keinginan lain selain melihat dan memeriksamu saja. Tapi sepertinya aku tidak bisa membiarkanmu. Kau terlalu liar dan tidak patuh, jadi kau harus menerima konsekuensinya. Kau akan belajar dengan cepat bahwa untuk bertahan di tempat ini, kau harus melakukan apapun yang kau perintahkan dan lakukan dengan cepat. Kau mengerti?!"

Florence menatap mata paling luar biasa yang pernah ia tatap, mata abu pucat yang tampak begitu dingin tetapi juga menakjubkan dan ia berharap seandainya ia bisa melihat ke dalam mata itu untuk mengerti apa yang tengah dipikirkan sang bangsawan itu. Tapi Florence tidak bisa melihat apapun kecuali tekad pria itu. Florence mulai bergetar di bawah sentuhan telapak pria itu yang terus turun hingga ke gaunnya. Ia mulai menggeliat, merasa tidak nyaman dengan tangan-tangan pria itu yag tengah mengusapnya.

"Pegang dia erat-erat, Jeremy. Aku ingin cepat menyelesaikan semua ini dan kembali ke pekerjaanku."

Setelah itu, sang bangsawan dengan kasar menarik gaun leher Florence dan merobek pakaian malang itu hingga ke pinggang. Florence berteriak dan menendang pria itu. Dia masih berusaha merobek sisanya tapi berhenti dan mengerang pelan ketika kaki Florence menendang selangkangannya. Pria itu sempat terbungkuk pelan.

Pria yang tadi baru masuk bergegas bertanya cemas. "My Lord, apa Anda ingin aku melakukan sesuatu?"

Saat pria itu menegakkan diri, Florence tahu kalau ia berada dalam masalah. "Tidak perlu, Jeremy. Bahkan setelah kupikir-pikir, kau keluar saja dulu. Aku ingin memberi pelajaran yang tidak akan pernah dilupakan gadis sialan ini!"

Ia menjerit saat pria itu menjambak kasar rambutnya dan mengusir pria tadi. Saat menunduk untuk menatap Florence, kali ini mata pria itu tampak menggelap total dan ada amarah dahsyat di balik tatapan tersebut. Florence bergidik takut, tak lagi berani memberontak, bahkan ia sama sekali tidak berani bergerak. Tak pernah ia setakut ini di dalam hidupnya. Selama ini, ia tidak pernah menyakiti dan melukai siapapun dan memikirkan orang pertama yang dilukainya, Florence tahu bahwa ia telah memilih orang yang salah. Pria itu tidak akan melepaskannya begitu saja. Kali ini ia tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan pria itu padanya. Sementara itu, jambakan pada rambutnya terasa semakin ketat dan menyakitkan.

"Aku... aku... aku benar-benar minta maaf... aku... aku hanya tidak mau kau me... menelanjangiku. Itu... itu tidak pantas. Aku tidak bisa... aku..." Florence memohon dengan suara yang begitu takut dan gugup tapi kata-katanya pelan tenggelam di bawah tatapan membara itu.

Archibald begitu marah ketika ia menunduk untuk menatap gadis itu. Gadis bernama Florence ini harus belajar untuk tahu di mana posisinya di dalam kastil ini. Archibald sudah pasti tidak sudi menghabiskan enam tahun lebih dengan gadis yang terus menerus melawannya. Ia tidak bisa memikirkan apapun kecuali untuk menghukum gadis itu dan membuatnya membayar atas masalah dan rasa sakit yang ditimbulkan gadis sialan itu padanya.

"Kau tidak tahu kapan harus berhenti, bukan? Pertama-tama, kau menolak untuk mengikuti perintah, lalu kau membuatku terpaksa memanggil orang lain untuk menahanmu lalu kau mempermalukanku dan menyakitiku secara fisik. Tadinya aku hanya akan melihatmu lalu membiarkanmu kembali ke kamar untuk membersihkan diri dan menyesuaikan diri, tapi kau sudah menghapus hak itu dari pilihanmu." Archibald tidak bisa lagi memikirkan apapun selain fakta bahwa gadis itu telah menendang dan menyakitinya. Saat ini ia hanya ingin menyakiti gadis itu. Karena mungkin terlalu takut, saat ia melepaskan rambut gadis itu dan menarik robek seluruh gaun yang dikenakannya, kali ini gadis itu tidak melawan.

Sold to The Devil - a dark romanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang