Bab 11

1.4K 209 6
                                    

Happy reading, semoga suka.

Part terakhir sudah diupdate di Karyakarsa ya, sudah tamat.

Tersedia juga paketnya, jadi kalian bisa langsung baca dari awal sampai akhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tersedia juga paketnya, jadi kalian bisa langsung baca dari awal sampai akhir.

Luv,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luv,

Carmen

_______________________________________________________________________________

Archibald menatap gadis itu saat ia menarik selimut untuk menutupi tubuh Florence. Dia masih memejamkan mata, gurat wajahnya terlihat takut dan Archibald pikir ia mengerti. Ia mungkin sudah terlalu kasar dan kini membuat gadis itu ketakutan. Archibald tadinya datang untuk mengecek gadis itu sebelum ia pergi tidur dan kaget saat mendapati Florence sedang merangkak dengan mata tertutup. Ia buru-buru menghentikan gadis itu sebelum kepalanya kembali membentur sesuatu yang keras. Gadis itu menegang saat Archibald menyentuhnya dan bahkan dalam tidurnya, gadis itu berusaha melawannya.

Setelah meletakkan gadis itu ke ranjang, Archibald terus menatap gadis itu sampai akhirnya Florence membuka kedua matanya. Gadis itu memiliki mata hijau dalam yang memukau dan saat menatap Archibald, gadis itu tampak terguncang sesaat. Dia lalu menolehkan wajah, tak ingin menatap wajah Archibald sementara tubuhnya masih mengejang kaku dan kedua tinju kecilnya terkepal menggenggam selimut yang menutupi tubuhnya. Apa yang dipikirkan oleh gadis itu? Bahwa Archibald akan memaksakan diri padanya sekarang, bahkan ketika dia sedang sakit dan terluka? Sial! Apa gadis itu berpikir bahwa Archibald seorang monster? Ia tidak akan pernah memaksakan dirinya pada gadis itu dan mengasarinya jika saja Florence tidak memberontak dan melawan sehingga membuat Archibald kesal padanya.

Archibald mendesah dalam diam. Gadis itu memang benar-benar keras kepala dan pemberontak. Bahkan ketika sedang terluka dan sakit seperti ini, dia masih saja ingin mengumpulkan perlawanan. Tidak heran kalau George juga tidak bisa mengontrol anak perempuannya ini.

Tapi sikap Florence yang seperti ini mulai membuat Archibald kesal. Ia tidak melakukan apapun pada Florence selain menyelamatkan gadis itu dari dirinya sendiri dan sekarang dia berlagak seolah-olah Archibald memukulinya. Dengan tidak sabar, ia meraih dagu gadis itu dan memaksa Florence untuk menatapnya.

"Tatap aku," geramnya dengan suara dalam.

Dengan enggan, Florence menatap kedua mata Archibald. Pria itu terlihat marah, ia bisa melihat badai gelap di kedua mata pria itu. Florence tidak mengerti, kali ini apa lagi yang dilakukannya sehingga membuat bangsawan tersebut kesal padanya. Apapun yang Florence lakukan sepertinya tidak membuat pria itu senang. Pria itu murka saat Florence melawannya tapi ketika ia diam dan pasrah seperti ini, pria itu juga tampak tidak senang. Jadi apa yang diinginkan oleh pria ini? Haruskah Florence bertanya?

Ia melihat pria itu menutup matanya sejenak dan saat membukanya lagi, badai gelap di kedua mata pria itu perlahan menipis. Ia lalu melihat pria itu menarik sebuah kursi lalu duduk di samping tempat tidurnya. Saat dia menatap Florene lagi, kekesalan pria itu tampak hilang dan Florence merasa tenang untuk sejenak.

"Apa kau takut padaku?" geram pria itu lagi dan pertanyaannya sejenak membuat Florence bimbang menjawab.

"A... aku..."

"Lupakan saja," ujar pria itu kemudian, sambil melambaikan tangannya kasar. "Dengar, aku tidak akan memaksakan diriku padamu, Florence, kalau itu yang kau takutkan. Kau terluka karena perlakuanku tadi pagi di ruang perpustakaan. Tadi penyembuh sudah datang dan menurutnya, butuh seminggu sebelum kau benar-benar sembuh dari lukamu. Sampai saat itu, aku tidak akan menidurimu. Aku tadi hanya datang untuk mengecekmu dan aku melihatmu sedang merangkak di lantai, masih dalam keadaan tertidur, kau sepertinya sedang bermimpi buruk, jadi aku menggendongmu agar kau tidak membentur sesuatu dan terluka lagi. Jadi, kau tidak perlu khawatir kalau aku akan memaksamu sampai kau benar-benar sembuh."

Archibald diam dan menunggu gadis itu mengatakan sesuatu, tapi dia hanya menatap Archibald dengan kedua mata besar hijaunya dan Archibald ragu apakah gadis itu mengerti semua yang dikatakannya.

"Apa kau merasa kesakitan sekarang? Penyembuh meninggalkan ramuan teh yang bisa membantumu merilekskan otot-ototmu. Kau harus meminumnya, oke?"

Gadis itu masih menatapnya sejenak sebelum kemudian menganggukkan kepalanya. Setidaknya, dia merespon ucapan Archibald. Ia lalu meraih botol yang ditinggalkan penyembuh itu dan menuangkan isi ramuan ke dalam cangkir kecil sebelum kemudian mengulurkannya pada Florence.

Gadis itu beringsut duduk, sambil menjaga selimut agar tetap menutupi tubuhnya lalu meraih cangkir yang diulurkan Archibald padanya. Dia mencium aroma teh itu, mengernyitkan hidungnya tidak suka tapi tidak memprotes ketika mendekatkan cangkir itu ke mulutnya dan meneguknya pelan-pelan.

"Kau igin makan? Aku bisa meminta pelayan menyediakan makanan untukmu."

Gadis itu mengulurkan cangkir kosongnya dan menggeleng kecil. Florence masih menatapnya untuk sejenak sebelum efek dari ramuan itu bekerja dan ia bisa melihat kalau gadis itu dengan cepat jatuh tertidur tanpa sadar.

Archibald dengan cepat menahan gadis itu lalu dengan lembut membaringkannya kembali di ranjang. Penyembuh tadi memang berkata bahwa ramuan ini cukup keras dan akan membuat gadis itu beristirahat untuk mempercepat penyembuhan. Setelah gadis itu tertidur nyaman dengan posisi menyamping dan menghadap Archibald, ia tidak mampu menolak godaan untuk menyelipkan dirinya di samping kehangatan tersebut.

Dan masalah datang ketika gadis itu beringsut mendekatinya dan menyurukkan dirinya ke dalam dalam pelukan Archibald.

Sold to The Devil - a dark romanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang