Pagi, di rumah keluarga Mark.
Bimbang. Itulah yang dirasakan Leo saat ini. Apa dia harus bertahan berpura-pura dengan Dalillah, atau melepaskannya. Ini demi cinta sejatinya. Demi Marsha, seorang yang takut untuk jatuh cinta. Takut jika dirinya tak bisa menyerahkan hati utuh untuknya. Karena dahulu, Leo memang memiliki sahabat perempuan.
Hubungan mereka pernah terjalin tanpa sepengetahuan orang terdekat. Walaupun bahasa tubuh mereka layaknya sepasang kekasih, tapi tetap saja mereka tidak mau mengakuinya. Adalah Leo yang merusak jalinan itu. Naluri lelaki yang penasaranlah sempat membuat dia menghancurkan jalinan itu.
Sebenarnya sepele, tapi ternyata berpengaruh besar bagi Marsha.
"Jam berapa sekarang, Mark?" Leo masih telentang di kasur milik Mark. Sementara si pemilik kamar sudah rapi dengan kemeja tangan panjang berwarna hitam,dipadu jeans biru. Sangar gagah.
Mark berniat hendak pergi pagi ke bengkel. Lebih baik dia menghabiskan harinya dengan kesibukan. Melupakan hatinya yang sedikit ruwet karena ulah Leo dan Satria. Semalam dia sulit tidur. Benar-benar mengganggu.
Entah mengapa, semenjak semalam, ingin rasanya dia membenturkan dua kepala para pria bodoh tersebut menjadi satu. Agar sikapnya tidak berdampak dengan yang lain.
"Jam tujuh. Supir lo sudah datang, tuh. Mama tadi telepon gue. Beliau bertanya anak-anaknya pada kemana, tidak ada yang pulang. Achel bermakam di rumah Dalillah ternyata. Dasar genit, gerak cepat sekali dia." Mark merapikan kancing bajunya dan bergegas membuka pintu. "Gue duluan, Le. Ingat, jangan permainkan Dalillah terlalu lama," ketus Mark sambil menutup pintu kamar sedikit keras.
Tetapi pria yang sedang terbaring di kasur itu tidak memedulikannya. Leo duduk dengan wajah kusut, bangun lalu bergegas mandi. Jangan ditanya perlengkapan pakaian dia ada atau tidak. Kamar Mark adalah kamar kedua baginya, di mana barang dia juga menetap di sana. Begitu juga dengan Mark, jika di kamar Leo akan ada juga barang pribadi Mark.
Leo telah selesai membersihkan diri. Saatnya turun, dan berharap bertemu Marsha.
"Pagi, Mom, Dad." Leo menyapa Livi dan Rama di ruang makan keluarga Andhika. Tanpa sungkan, dia duduk untuk sarapan bersama kedua orangtua itu.
"Pagi juga, Leo Sayang. Kamu semakin ganteng saja. Sekarang kenapa jarang menginap di sini?" Livi tersenyum hangat.
"Sibuk, Mom. Kebetulan, situasi kantor cukup menyita waktu. Aku juga rindu masakan Mommy," manja Leo dengan Livi, ibu kedua baginya.
"Kamu harus banyak meluangkan waktu istirahat. Selagi masih muda, nikmati masa muda sebelum terikat. Mommy dengar kamu terima perjodohan dengan Dalillah?" goda Livi membuat Leo tersenyum.
"Belum kami sepakati, daripada aku diteror terus sama Oma Tiara. Genjatan senjata lebih baik." Livi geleng-geleng kepala.
"Benar juga. Daddy jadi ingat saat dulu. Kamu tahu, Daddy juga korban paksaan Oma kamu. Diteror harus menikah dengan dia." Livi mencubit tangan Rama yang berada di meja makan.
"Iya, Mom? Kenapa Oma suka sekali menjodohkan orang, sih?" Rama dan Livi hanya tersenyum geli mengingat masa muda mereka yang sedikit nakal. Andai putra sahabatnya ini tahu kenapa sang oma memaksa mereka menikah, pasti Leo akan menggelengkan kepala.
"Oma itu pintar mencarikan jodoh," bohong Livi. Rama hanya mencibir menatap wanita yang sudah berperawakan besar dan berisi.
"Oh iya? Dasar kulkas dua pintu," ejek Rama tanpa malu. Leo hanya bisa tertawa memperhatikan interaksi pasangan ini. Bagi Leo, kedua manusia di depannya ini sudah seperti orangtua kandungnya juga. Harus dia hormati dan sayangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku Ruwet
Humor--------- Kisah cinta keturunan tiga sahabat. 1. Abraham Sarha Rahma Raihana 2. Biyan Arga Rahadi Sarah Adiba P. 3. Rama Andhika. Livina Hans Sequel PMNA & Istri Cadangan 20 Mei 2015 (18+) ^_^