2. Cowok Silat Milik Sang Mayoret Cantik.

416 84 107
                                    

Happy reading.

Rintik hujan terdengar.

Setitik demi setitik lama kelamaan bertambah banyak. Bias hujan mengenai kaca jendela, menciptakan hawa dingin yang mengendap bersama angin yang berhembus lumayan kuat.

Murid-murid SMA Pilar Bangsa terjebak hujan. Mereka lebih memilih berdiam di kelas atau koridor sembari menunggu reda.

Itu berlaku untuk yang kelas 10 dan 11 btw.

Untuk yang kelas 12, entah itu jurusan IPA maupun IPS masih disibukkan oleh tutor sore. Waktu tambahan belajar karena ujian nasional semakin dekat. Berdiam diri di kelas, memperhatikan guru dan mencatat materi. Bersungguh-sungguh. Menghiraukan hujan yang semakin deras di luar sana.

Sama seperti kelas 12 IPS 2.

Semua terfokuskan ke depan. Seorang guru paruh baya tengah menjelaskan materi mapel matematika peminatan.

"Alah siah, sekeras apapun berusaha, kalo matematika sih gue angkat tangan dulu dah!" Ipul memperlihatkan wajah seperti menahan berak. Pemuda slengean itu duduk sebangku bersama Gio yang malah tidur berselimutkan tiga lapis hoodie. Iya, hoodie pinjeman dari Tama, Fandi dan Dilan. Kelas udah berasa rumah sendiri.

"Lu paham nggak Pan?" tanya Tama pelan pada teman sebangkunya, Fandi.

Pemuda jangkung itu menoleh. "Enggak."

"Lu dari tadi fokus, diem, angguk-angguk kepala ngapain dah?"

"Pencitraan doang sih,"

"Wkwk, asw!"

Beda lagi dengan Dilan yang duduk di bangku depan, mendengarkan dengan cermat dan berlatih soal dengan giat. Tau alasan dia di tunjuk jadi Waketos? Dilan itu terlampau pintar. Meskipun berandal, cowok itu berhasil mengimbanginya dengan piala dan piagam juara Olimpiade. Jadi yah, meski kadang masuk BK dan buat kasus di sana, paling cuma di ceramahi ini itu abis itu udah. Gitu doang. Emang sedikit aneh, tapi yaa begitulah. Namanya juga anak emas.

Bel pulang berbunyi membuat murid-murid bersuka cita mendengarnya. Bergegas merapikan buku dan tas, bersiap pulang. Begitu juga dengan guru pengajar.

Ketua kelas mengambil alih, tertib. Membaca doa pulang. Lantas sang guru pamit, meninggalkan kelas.

"Ujannya makin deres euy," Tama menyibak korden jendela. Karena kelas mereka di lantai dua dan dekat parkiran motor, mudah saja terlihat.

"Duh, ini Gio ngorok mulu dari mapel terakhir tadi." Dilan juga mendekat. Menghampiri keempat kawannya. "Gue mau ambil hoodie gue
nih."

"Tarik aja bos," Sahut
Ipul sambil melepas sepatu, bertelanjang kaki. Di luar ujan bor, dia cuma punya sepatu dua pasang. Satu dia pake, satunya masih di cucian. Yakali mau dia ujan-ujanin. "Sekalian, biar bangun! "

"WOI GIO!! BANGUN LU KEBO!!! MOTOR LU DIBAWA KOPERASI!" sungguh durjana sekali kawan Gio satu ini. Berteriak keras di kupingnya. Cowok bertindik itu bukan hanya bangun, tapi melonjak kaget.

"WAAAAAA AYAM BERTELOR KADAL! ISTRI GUE LAHIRAN!!"

"BUAHAHAHAHHA!"

Masih ada beberapa anak yang berdiam di kelas tentu tertawa mendengar latahan Gio. Pemuda itu bahkan hampir jatuh dari kursinya.

"Bangsul! Lahiran katanya?" Tama bengek sendiri. "Lu masih jomblo aja halunya kemana-mana!"

"Emang lu udah kawin Gi?" tanya Ipul dengan polosnya.

LAKUNA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang