9. Distance?

197 48 59
                                    

Kupikir, setelah banyak hal yang terjadi, hubungan kita menjadi lebih baik. Omong kosong.
°
°

___________________________








"Jadi gimana?"

"Gue udah suruh Wahyu ke sini, biar gampang. Toh emang agenda Buken kita abis pemilihan jurusan buat yang SNBP kan?"

"Apa ini nggak keteteran? Emang rapat kemaren gimana?"

"Bentar, biar dijelasin aja sama Wahyu. Udah gue telepon." Dilan menekan tombol call di hpnya. Pemuda sipit itu nampak begitu serius. Di sampingnya duduklah Mutia yang sedari tadi diam mendengarkan. Dengan salah satu cowok bernama Roma, anggota OSIS.

Dilan memutuskan pisah meja dari teman-temannya. Sebenernya nggak masalah sih, tapi saat ini ada hal penting yang harus dia urus. Bukan waktunya untuk guyon.

"Bentar ya Mutia, gapapa kan?" Pemuda chindo itu tersenyum menatap Mutia yang sedari tadi diam.

"Iya, gapapa."

Panggilan ditolak. Tapi sosok yang dia telepon mengirimkan chat bahwa dia otw sekarang juga. Dilan bisa santai sejenak.

"Mau makan dulu?" tawar Dilan pada gadis berwajah ayu yang sedari tadi nampak kikuk itu.

Mutia tersenyum, "Terima kasih. Tapi saya sudah makan kok."

"Kalo gitu minum? Mau es teh? Pop ais? Es tijus apel?"

"Udah Lan," Roma mendelik. "Orang Mutia nggak mau kok dipaksa?"

"Gue cuma nawarin, biar gak canggung gitu lho." Dilan membela diri. "Biar akrab sama kita."

"Yaudah kalo gitu mah, sini, pinjem dulu seratus."

"Anjeng!"

Dilan bersiap mengguyur Roma dengan es teh di tangan jika tidak ditahan kawannya itu. Roma sendiri bersiap menempleng Dilan dengan sendok bekas soto yang baru saja dia makan. Seolah tak mau kalah. Dan Mutia sejak tadi hanya menjadi penonton keributan gak jelas ini.

"Eh, ada Pandi."

Dilan menoleh begitu Roma menyebut nama yang tak asing lagi di sini. Benar saja, Fandi nampak melangkah menghampiri. Hendak menuju meja Tama-Ipul-Gio yang berada di samping meja anak-anak OSIS ini, tapi tertahan oleh Dilan yang menyuruhnya mendekat. "Woi, sini bentar,"

"Naon?"

"Bakat fotografi elu belom ilang kan?"

Fandi mengernyit.

"Sini lu nyet," Dilan menarik ujung seragamnya agar duduk bersama mereka. Fandi pasrah saja. Dia duduk di samping Roma yang berarti dia berhadapan dengan Mutia.

"Apasih Lan?" Fandi nampak mengernyit. Entah betulan atau apa, Dilan seakan tahu dia grogi di depan mbak crush.

"Gue booking lu sebentar aja di sini. Bentar doang."

Fandi berdecak. Mata pemuda itu melirik sekilas Mutia di depannya yang ternyata juga menatapnya.

"Sini sama siapa kang?" Roma membuka obrolan lebih dulu. "Tadi gue liat lu ama cewek. Depan kelas IPS 5."

"Sama pacarnya lah," yang jawab malah Dilan.

"Lho, berarti kalian ke sini barengan dong?" Roma mengernyit. "Mana cewek lu? Asya bukan sih?"

"Lho, Asya lu ajakin ke sini, Pan?" Dilan malah baru konek. "Kalo lu di sini, dia kemana sekarang?"

"Tuh, nunggu gado-gado," jawab Fandi acuh tak acuh.

LAKUNA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang