18. Usai.

120 35 85
                                    

Bukankah sudah jelas bahwa kisah kita hanya akan berakhir luka?
Rafanendra Arsa Dirgantara.







" Maaf Asya. Maaf udah jadi luka yang nggak pernah hilang dari hidup lu."

Isak tangis itu kembali hadir.

Pemuda itu juga diam. Menatap si gadis yang terlihat begitu kacau di depannya. Hanya diam. Karena nyatanya bukan Asya saja yang terluka. Tapi Fandi juga. Keadaan menempatkan dirinya dalam situasi yang serba salah seperti ini.

Fandi mengepalkan tangan erat.

Seharusnya dia tahu akhirnya akan jadi seperti ini. Seharusnya dia mengerti. Fandi hanya akan menorehkan luka dalam kehidupan Asya. Tapi untuk apa menyesal? Semua sudah terlanjur terjadi.

Asya juga. Dia akhirnya tahu segalanya. Tentang hubungan mereka. Tentang sikap Fandi. Juga tentang Mutia, Asya sepertinya mulai bisa merangkai semua ini.

" Tapi apa cuma aku yang anggep kamu pacar, Fandi? Apa cuma aku yang anggep serius selama ini?" Gadis itu mendongak. Memberanikan diri menatap mata si pemuda yang terlihat lelah.

"Apa kamu juga suka sama aku?"

Tak ada jawaban.

" Fandi?"

" Maaf, Asya." Pemuda itu mengalihkan pandang kearah lain. "Gue suka sama yang lain."

Hati Asya seperti tertusuk ribuan jarum. Sakit.

" Suka sama siapa?"

Fandi hanya diam.

Asya mengusap air matanya. "Siapa cewek itu? Siapa Fandi?"

Lagi-lagi pemuda itu diam.

".... Mutia?" Asya tidak tahan dengan semua ini. Matanya kembali terasa panas. "Iya? Mutia kan?"

" .... Iya."

Asya menutup wajahnya. Membalikkan badan agar Fandi tidak bisa melihat bagaimana kacaunya dia saat ini. Punggung gadis itu naik turun, menahan agar tangis itu tidak terdengar siapapun.

Fandi hanya menatap punggungnya kacau.

" I like her. since a long time ago. since I first saw it. I like her, Asya. I like." Ucapnya jujur, tanpa tedeng aling-aling. Meski itu harus menyakiti Asya, tapi setidaknya Fandi berterus-terang. Tidak lagi menyembunyikan hal itu dari gadis di depannya.

" ... Tapi aku suka sama kamu." Bisik Asya masih terdengar.

"... Maaf."

Asya menggeleng kencang-kencang.

Semua sudah jelas sekarang. Asya mengerti. Dia paham. Alasan mengapa terkadang Fandi mampir sejenak di mading sekolah, berdiri diam membaca selembar sajak yang tertempel disana. Sajak milik Mutia yang ada menjadi langganan mading sekolah. Atau jika tidak itu, saat Fandi duduk diam memandangi lapangan indoor sekolah saat Ishoma. Diam-diam mengamati Mutia yang berjalan sendiri membawa mukenanya. Asya akhirnya tahu.

Tapi, tapi bukankah dia yang menjadi kekasih Fandi? Dia yang bersamanya. Bukan Mutia.

" Dia tau kamu suka sama dia, Fandi?"

" Dia tau." Fandi tersenyum. "Tapi dia nggak mau sekedar deket sama gue."

Asya membalikkan badan, menatapnya. "Apa yang kamu suka dari dia? Karena dia lebih cantik dari aku? Atau apa?"

Fandi menggeleng. "Asya, dia mungkin nggak secantik elu. Dia nggak seberprestasi elu. Tapi ketika lu suka sama seseorang, lu akan selalu punya alasan kenapa lu jatuh hati sama seseorang itu."

LAKUNA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang