10. Nyatanya Luka.

136 37 71
                                    

Selamat datang. Selamat membaca.
♡ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ♡

"Adalah kesalahan saat aku memutuskan untuk mengatakan bahwa aku menyukaimu. Kesalahan besar yang tidak hanya menciptakan jarak untuk kita. Tapi juga luka untukmu, untukku dan untuk dia yang mencintaiku."

Rafanendra Arsa Dirgantara.

_

________________________

Fandi hanya bersedekap dada meresponnya ucapan dari sang Ketos di depannya. Meski begitu dia menyimak jelas apa yang mereka sampaikan.

" Gue kalo jadi tukang foto nggak bisa."

" Bukan tukang foto Pan, " Serobot Dilan cepat. "Tapi fotografer."

" Sama aja." Fandi memutar mata malas.

Wahyu terdiam, menimbang ucapan kawannya itu. Meski berbeda ekskul, mereka satu tongkrongan. Jelas kenal dekat tentunya.

" Gimana Lan, kan tugas elu nyari fotografer ini?"

Dilan mengusap rambutnya. "Pan, tolonglah. Demi Buken ini. Demi kelas 12. Demi masa SMA kita yang bentar lagi tamat. Masak lu gak mau ada kenangan indah gitu sih jadi fotografer kece?"

" Gue takut enggak bisa bagi waktu nanti." Fandi berdecak. "Emang kalian udah ada konsepnya? Tiap kelas beda kan?"

" Konsep nanti menyusul." Ujar Wahyu sembari membereskan laptopnya. "Yang penting persetujuan kalian berdua dulu."

" Harus gue gitu?"

" Sama Mutia kalo lu lupa." Roma ikut nimbrung. "Waktu kita mepet nih. Besok Senin udah uprak aja. "

" Ya salah kalian dong bikin agenda dadakan gini." Fandi melotot.

" Enggak dadakan. " Balas Dilan. "Angkatan kemaren juga begini kok. Yang penting kita ada Buken laa. Biar ada kenang-kenangan gitu. "

" Gue nggak bisa. " Fandi tetap keukeuh dengan ucapannya.

" Yah, Pan—" Ucapan Dilan terpotong.

" Lan, tolonglah. " Kawannya itu berdecak malas. "Gue kan udah bilang, takutnya gak bisa bagi waktu. Gue sibuk."

Dilan mencibir.

" Kalo Pandi emang nggak bisa yaudah." Wahyu mengambil alih pembicaraan. "Kalo Mutia gimana?"

Gadis itu menoleh. "Saya juga nggak bisa. "

" Eh, kunaon atuh? " Seru Dilan kaget. "Tadi kan bilangnya bisaa. "

" Enggak Dilan." Mutia menggeleng. "Saya bilangnya bisa bantu, bukan mau jadi fotografer nya. "

Dilan tertawa hambar. Dia salah mengartikan kalimat gadis itu ternyata.

" Yah, kok gitu Mut?" Roma nampaknya menyayangkan sekali ucapan si gadis. "Kan keren kalo lu yang jadi fotografer nya. Emang kenapa enggak bisa?"

" Saya harus bolak-balik rumah sakit buat ngejaga ayah. "

Ke-empat pemuda itu terdiam.

" Emang sakit apa?" Tanya Roma hati-hati. "Eh, bukannya gimana ya? Ini cuma sekedar nanya aja kok."

Mutia menatapnya sejenak. "Jantung."

Hening.

" Yaudah kalo kalian berdua nggak bisa. Terpaksa kita cari vendor lain. Lan, tugas elu nih."

Belum Dilan menyahut, Mutia lebih dulu bersuara.

" Kalo cuma buat nyari vendor gitu, saya bisa bantu kok. Saya ada kenalan jasa foto. Di jamin bagus. "

LAKUNA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang