23. Aku Tidak Pernah Mencintaimu.

130 32 74
                                    

"Gue peduli bukan berarti gue suka sama lu."
Rafanendra Arsa Dirgantara.


Langkah sepasang muda-mudi itu terhenti. Memutuskan duduk di tanah rerumputan menghadap danau di depannya.

Gadis berjaket jins kebesaran itu sedikit menghela nafasnya. Berusaha menikmati udara segar di tempat ini.

"Aku nggak nyangka kalo kamu bakal bawa aku kesini." ujarnya pelan.

Pemuda berkaus hitam di sampingnya hanya melirik sekilas. Sembari membenahkan topi di kepala. Memilih menatap bayangan pepohonan yang terpantul di permukaan danau.

"Katanya suruh culik lu." Fandi mendengus.

"Aku ngiranya tadi cuma kemana gitu. Nggak tau kalo bakal ke Situ Patenggang sini." sahut Asya sambil meluruskan kakinya.

" sahut Asya sambil meluruskan kakinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Katanya suruh nyari tempat yang adem."

"Kawah Putih juga adem."

"Deket sini kalo lu mau."

"Naik motor lagi?"

"Jalan kaki lah."

Asya cemberut. Tapi meski begitu diam-diam gadis itu tersenyum. Tidak pernah dia sangka dirinya akan menghabiskan waktu bersama seseorang yang menyandang status mantan berdua seperti ini.

"Tapi makasih ya udah mau nurutin permintaan aku." ucap Asya tulus menatap Fandi di sampingnya persis.

"Jangan lupa bayar."

"Iya, nanti aku kasih bintang lima."

"Lu kata gue ojek."

"Kamu kan mantan ku."

"Oh iya."

Fandi sedikit menyeringai. Merasa lucu dengan percakapan keduanya. Pemuda itu ikut meluruskan kaki, dengan tangan di menyangga tubuhnya dari belakang.

"Jadi gimana tadi?"

Asya menoleh. Kembali tersenyum. "Iya. Udah selesai."

"Lu sekarang?"

"Aku ikut Papa." Asya menatap langit Ciwidey sore ini. Membayang beberapa saat yang lalu dia mengikuti orang tuanya ke pengadilan negeri dimana sang Papa akhirnya menyetujui perceraian dengan Mama-nya.

"Setelah ini aku udah nggak mau tau urusan Mama sama selingkuhan nya itu. Aku lepas tangan."

Fandi terdiam.

"Aku tau ini jelas nggak mudah buat aku. Buat Papa juga. Tapi ya gimana, Tuhan udah nakdirin begitu." Asya menghela nafas panjang. "Dan aku nyoba buat nggak nangis lagi. Aku...... udah keliatan kuat kan, Fandi?"

Pemuda itu sedikit menampilkan senyum di wajahnya yang tampan. "Strong gril?"

"Iya. Strong gril Do Bong Soon." Asya ikutan tertawa. Mengangkat lengannya sombong. "Bukan cuma dia yang kuat. Nih, aku juga nggak kalah!"

LAKUNA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang