22. Terjebak Rasa.

148 32 39
                                        

"WOI PANDI, TEMENIN GUE MABOK YOK!"

Fandi langsung menggeplak kepalanya. Tak tanggung-tanggung langsung membuat kewarasan Dilan kembali seperti semula.

"Dilan ini nggak ngotak emang gais," Ipul melangkah di sampingnya hanya mampu mengelus dada sabar. "Udah dibilangin berapa kali jangan mabok malah gitu aja terossss!"

Tama berdecak menyahuti. "Is is is, tak patut kau wahai anaknya bapak Lim. Tobat sana!"

Dilan hanya mengusap batok kepalanya yang terasa nyut-nyutan akibat hantaman Fandi. Tak lupa membenahkan ransel putih yang menggantung di bahu kanannya.

"Asw lah kalian semua! Gak setia kawan!"

"Males setia sama lu," balas Fandi memutar mata malas.

"Iya, kan Pandi cuma setia sama mantan aja."

"Asyuuu."

Ke-empat pemuda setengah matang itu berjalan menelusuri koridor. Bel pulang sudah sedari tadi berbunyi, murid-murid bergegas menuju parkiran. Bersiap pulang.

"Nih, si Dilan tuh kalo dibilangin cuma masuk kuping kiri terus keluar kuping kanan. Gak bakal mempan nasehat lu." cibir Ipul sedikit kesal juga dengan kebiasaan Dilan yang suka minum minuman haram itu. "Denger Pan, mau sampe lu kayang di atas genteng, tuh anak tetep aja begitu."

Dilan hanya cengar-cengir.

Fandi hanya melirik sekilas. "Jangan gitulah, mamen. Dilan kan masih temen kita. Walaupun dia suka tantrum dan ugal-ugalan ya tetep harus kita ingetin."

"Motivasinya apa coba?" Tanya Tama.

"Ya ntar kalo sampe dia mati, kita yang repot!"

"BADJINGHAN!"

Tama dan Ipul tertawa ngakak mendengar jawaban Fandi. Fandi sendiri mengatakan hal itu dengan wajah watados nya seperti biasa.

"Anjeng kalian!" umpatan yang keluar dari mulut Dilan semakin membuat teman-temannya menggila. Emang kudu siap hati kalian temenan sama mereka. Gak boleh baper. Circle-nya elit betul!

"Eh, bentar lagi pemilihan jurusan buat yang SNBP kayak kalian," Tama membuka topik pembicaraan. "Udah pada tau mau masuk kemana? Udah ada gambaran?"

"Lu mah ngingetin itu mulu njir," keluh Ipul berdecak. "Gue aja lagi pusing mikir jurusan apa yang mau gue bidik nanti."

"Sesuai bakat minat lu aja." sahut Fandi datar.

"Kalo lu gimana, Pan?" Ipul giliran bertanya. "Udah tau mau pilih kampus mana?"

Fandi hanya mengangkat bahu tanpa menjawab.

"Si Pandi paling ke ITB. Masuk teknik." ujar Dilan nimbrung sok tau.

"Lu tau sendiri jurusan kita apa, Dilanda banjir!" Fandi menatapnya sinis. "Lagian bakat gue bukan ke situ."

"Dilan mah suka ngawur lu dengerin!" Tama menjitak Ipul. "Dia kan kebanyakan Vodka, makanya suka teler."

Dilan melotot sambil mengacungkan jari tengahnya. Congornya Tama minta di slepet pake panci. "Temen kayak Tama gitu cocoknya dijadiin tumbal proyek aja. Si pikaseubeulun!"

"Modelan Tama juga mana laku buat tumbal proyek," sahut Ipul. "Yang ada juga ditolak sama penunggunya."

"Kalian bully akuhhh? Kalian jahat unch!" Tama memeluk lengan Fandi dengan gayanya yang mlehoy. "Dosa kalian menganiaya anak yatim-piatu."

"Tama asw," Fandi bergegas melepas cekalan Tama.  Sedikit tidak suka saat dia mengatakan yatim-piatu walau Fandi sendiri tahu temannya itu hanya bercanda.

LAKUNA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang