Langkahnya menelusuri koridor yang lenggang.
Ujian praktek memang belum selesai. Tapi dia hanya izin ke toilet sebentar sambil menunggu gilirannya untuk maju uprak bahasa Sunda nanti.
Gadis berambut panjang terurai itu berbelok koridor yang langsung berseru kaget melihat pemuda tinggi jangkung datang dari arah yang berlawanan. Sang gadis kaget bukan main.
" M-Maaf.." ucapnya sambil mengatur napas menetralisir rasa kaget yang belum reda. Kalian pernah mengalami hal seperti ini? Saat akan berbelok koridor tiba-tiba ada seseorang di depanmu? Tabrakan sih enggak, cuman kagetnya itu lho.
"... Oh, Mutia?"
Mutia mengerjapkan mata, perlahan mendongak menatap wajah tampan di depannya. Pemuda yang beberapa hari ini tak terlihat di sekolah. Fandi.
Pemuda berseragam SMA yang dikeluarkan itu seperti biasa terlihat gahar. Dengan wajah datar andalannya, balas menatap si gadis lekat.
" Apa kabar?"
Hening sejenak. Sampai akhirnya Mutia menjawab sapaan itu. "..Kabar baik."
Fandi menarik senyum sekilas. Mengangguk. " Gimana uprak hari ini? Lancar?"
Mutia berusaha tersenyum. Setidaknya agar sedikit terlihat sopan pada orang yang bertanya padanya. Walau sebetulnya gadis ini tidak nyaman. Apalagi teringat ucapan Fandi saat itu.
" Iya, lancar. Ini sambil nunggu giliran."
" Bahasa Sunda?"
" ... Iya."
Fandi kembali mengangguk. Lagi-lagi tersenyum. "Gue duluan ya. Semangat atuh." Kemudian melangkah melewati si gadis begitu saja.
" .... Fandi?"
Sang pemilik nama bergegas berbalik saat mendengar panggilan itu. Menatap Mutia dengan raut datar yang mati-matian dia sembunyikan.
" Kamu sakit?" Sedikit ragu, Mutia mendekat. Mengamati lebih jelas wajah si pemuda yang memang sedikit pucat. Sangat berbeda dengan Fandi yang biasanya.
Fandi terdiam sejenak kemudian tertawa. "Enggak. Gue sehat."
" Kamu pucat banget. "
Pemuda itu geleng-geleng. Sedikit menundukkan badannya, lagi-lagi menarik senyum sekilas.
" Sini emang agak sakit." Tangannya menunjuk dahinya. Fandi cepat-cepat berdiri tegap. "Tapi udah hilang sih."
Mutia hanya terdiam.
" Oh, lu nggak lupa sama apa yang gue ucapin pas ujan dulu kan?"
".... Gausah bahas itu. " Mutia meremas jarinya. "Saya kan enggak begitu kenal kamu."
Fandi tersenyum. "Oh ya?"
Tidak masalah jika Mutia bahkan tidak tahu tentang dirinya. Buat apa juga? Setidaknya gadis itu tahu bahwa Fandi menyukainya. Kan?
" Tapi sekarang kenal kan?"
Mutia enggan menjawab.
Fandi memasukkan tangan di kantong celana. Berusaha bersikap sewajarnya. Nyatanya pemuda itu mengetahui bahwa gadis di depannya terlihat tidak nyaman. Dia harusnya tahu diri.
" Kalem Mutia. " Fandi mendengus santai. "Gue juga nggak akan maksa apapun. Seenggaknya lu tau kalo gue, Fandi, suka sama lu."
Mutia mendongak.
" Dah, gue duluan. " Fandi balik kanan. Meninggalkan si gadis seorang diri. Membiarkan Mutia memandangi punggung lebarnya yang kini hilang diujung koridor.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAKUNA.
Teen Fiction"Yang ku abadikan dalam cerita ini. Untukmu, sebuah rindu yang tak pernah mampu meminta temu. Dalam uluran sang waktu. " • • • • • Rafanendra Arsa Dirgantara. Cukup panggil dia Fandi. Cowok hits yang menjadi idola SMA Pilar Bangsa. Ganteng, kaya...