3. Dia dan Lukanya.

297 69 181
                                    

Yo yo yo watsep(⁠◕⁠ᴗ⁠◕⁠✿⁠)

Jangan lupa pencet bintang.

Met baca sob.

_______________________

Deru motor memasuki gerbang sebuah rumah besar yang baru di buka oleh pak satpam. Sang pengemudi memarkirkan motor di garasi.

Pemuda jangkung itu melepas helm. Memijit kepalanya yang pusing. Menerobos hujan memang keputusan salah.

Fandi mengusap wajahnya yang basah. Mengamati hujan yang bertambah deras. Pemuda itu memutuskan memasuki pintu utama.

"Assalamu'alaikum,"

"Waalaikumusalam. Deuh gustii, aden kok basah kuyup begini?!" Seorang wanita paruh baya menyambut dengan khawatir. Namanya Bik Imas, asisten rumah tangga yang menemani nya sejak kecil.

"Aduh, aduh!! Cakepnya teu luntur kan?" Selorohnya membuat Fandi tertawa.

"Tadi pas Pak Imron buka gerbang dan ngasih tau aden pulang sambil ujan-ujan langsung panik. Bibik kan udah bilang, gak boleh
ujan-ujan atuh!" Bik Imas berseru
heboh. "Mana nyeker ieu!"

"Bik Imas mau aku pulang magrib? Kalo nggak sekarang bisa jadi aku pulang malam nanti, sekalian ngeronda di sekolah." Fandi mengusap rambutnya.

"Atuhlah, aden naik dulu sana. Masuk kamar. Lekas mandi!"

Fandi bergegas menaiki tangga, menuju kamarnya.

"Udah sholat ashar kan den?"

"Udah atuh."

"Bagus! Nanti bibik buatin wedang jahe ya!"

Pemuda itu menuruti ucapan bik Imas yang sudah ia anggap ibunya sendiri. Membersihkan diri, kemudian berbaring di kasur empuknya. Berusaha terlelap di temani suara hujan.

Fandi tahu tidur sore tidak baik untuk tubuh. Tapi kepalang tanggung, kepalanya pusing sekali. Pemuda menutup mata, mengistirahatkan diri.

"Aku baru pertama kali boncengan motor sama kamu, Fandi. Hehe, sambil ujan-ujan. Seger ya? Hatchiu!"

"Hehe, emang dingin. Tapi gapapa kok. Asal sama kamu apasih yang enggak."

"Fandi, aku kadang ragu tentang kita yang menjadi sepasang kekasih. Aku ngerasa, kamu terlalu jauh. Asing. Apa cuma perasaan aku aja ya?"

"Tapi gapapa. Aku bakal nunggu kamu bukain hati buat aku. Biar kamu selalu ingat, ada seorang Catharina Asyara yang selalu mencintai mu."

"Mama pergi ninggalin aku. Papa udah mulai kasar sama aku. Aku cuma punya kamu, Fandi. Satu-satunya alasan aku bertahan."

"Tetep di sini ya."

"Jangan pergi. Jangan tinggalin aku."

Bayangan itu melintas. Tentang Asya. Tentang mereka. Di tengah hujan tadi. Entah kenapa terasa menyakitkan.

"Asyara ya?" Fandi menatap langit-langit kamarnya. Tatapan nya gamang. Dia tahu gadis itu. Gadis yang menjadi pacarnya—mungkin hanya Asya yang menganggapnya begitu—selama dua bulan ini. Semenjak menginjak semester dua kelas 12.

LAKUNA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang