Jika kamu kembali untuk sekedar melihatku, aku bertanya-tanya tentang itu. Apakah kamu juga memiliki perasaan yang sama? Bahwa kamu jatuh hati padaku?
—Catharina Asyara.
°
°
Hembusan angin hujan menerpa keduanya. Terasa dingin.
Namun selepas percakapan itu mereka terus terdiam. Berpindah pada koridor belakang kelas yang lenggang, setidaknya agar tidak ada siapapun yang mendengar pembicaraan keduanya.
"Siapa?"
Sang pemuda lebih dulu membuka suara. Memecah keheningan yang diisi suara hujan. Gadis di depannya tersentak, tapi enggan menjawab.
"...Asya?"
"....aku.. nggak papa," Asya menunduk. Memegang sudut bibirnya yang memar. "Lagian kan, aku udah biasa kayak gini."
"Gue kan pernah bilang, jangan jadiin kekerasan itu jadi hal yang biasa." ujar Fandi datar menusuk. "Gue tau lu lagi nggak baik-baik aja."
"Kamu tau apa soal aku, Fandi?" Asya mendongak, menatapnya sambil tersenyum. Getir. "Kamu tau apa?!"
Fandi tak menjawab.
"Aku udah biasa sama semua ini. Aku mencoba yakin kalo emang pada akhirnya keluargaku benar-benar selesai, Papa akan balik kayak dulu. Aku yakin kok." Asya mati-matian menahan air mata yang siap terjun bebas. "Jadi nggak usah sok peduli lagi."
"Dari awal gue selalu peduli sama lu, Asya." ucap Fandi pelan dengan intonasi yang datar.
Asya mengusap sudut matanya. "Tapi kamu nyakitin aku."
"...Gue tau."
"Kamu pada akhirnya nyakitin aku, Fandi. Sama kayak Papa, sama kayak Mama." gadis itu mengalihkan pandang pada hujan. "Jadi jangan peduli lagi ya."
Fandi terdiam.
"Lu mungkin nggak tau satu hal," pemuda jangkung itu berucap jelas. "Sejak lu dateng ke rumah gue saat itu, saat lu mutusin buat cerita segala hal tentang lu, sejak itulah gue peduli. Bahkan sampai sekarang. Sampe kita udah nggak ada apa-apa lagi. Gue mungkin bisa milih berhenti peduli, tapi gue nggak mau."
Asya mencoba mengatur napasnya. Segalanya tidak pernah baik-baik saja saat dia mendengar ucapan Fandi.
"....kalo lu butuh tempat cerita, gue ada di sini. Buat dengerin lu."
"Kita udah putus kalo kamu lupa," potong Asya pelan. Mencoba menahan perasaannya yang mulai meledak. "Kita udah selesai sejak lama, Fandi."
"Gue tau," tukas si pemuda sambil menatap Asya lekat. "Tapi gue juga tau bener gimana seorang Catharina Asyara yang enggak pernah mau terbuka sama orang terdekatnya. Lu selalu nyimpen semuanya sendiri, seolah lu baik-baik aja."
Hanya suara hujan terdengar.
"Asya, gue mungkin emang cowok brengsek yang nggak tau diri. Gue udah nyakitin lu, gue nyakitin perasaan lu. Dan gue juga tau, kita udah nggak bareng lagi. Tapi khusus satu hal ini, lu nggak bisa maksa gue buat berhenti peduli."
"Mau kamu apasih?" Asya menoleh, mengusap pipinya yang basah. Menatap Fandi dengan tatapan lelah. "Aku tau dari awal kamu emang peduli sama aku. Aku tau kamu selalu ada buat sekedar dengerin ceritaku. Tapi, tapi sekarang buat apa? Abis denger kalo hubungan kita cuma dare doang, aku berusaha banget buat nggak mikirin kamu lagi. Kamu nggak tau gimana susahnya aku, Fandi! Kamu nggak tau!"

KAMU SEDANG MEMBACA
LAKUNA.
Teen Fiction"Yang ku abadikan dalam cerita ini. Untukmu, sebuah rindu yang tak pernah mampu meminta temu. Dalam uluran sang waktu." • • • • • Rafanendra Arsa Dirgantara. Cukup panggil dia Fandi. Cowok hits yang menjadi idola SMA Pilar Bangsa. Ganteng, kaya, r...