|15|

433 33 4
                                    


Yun tak bisa menghentikan suapannya karena ia mengetahui bahwa Zhao tengah memantaunya dari CCTV yang berada di kamar Yibo. Jika ia berhenti menyuapi Yibo dan menolongnya maka ia pasti akan segera dipecat oleh Zhao. Darimana penghasilannya kalau begitu?

Yibo merasa sangat tersiksa dan terpaksa menelan semua makanan yang berada di mulutnya, mau atau tidak ia menelan makanan tersebut makanan itu akan tetap masuk ke dalam mulutnya dengan sendirinya dikarenakan banyaknya makanan itu.

Yibo tak melihat ada satu orangpun yang peduli padanya, dan dengan tega menyiksanya seperti ini.

"Kalian semua manusia, dan aku juga manusia, lalu apa ini? Di mana hati nurani kalian semua?" Batin Yibo sedih merasakan sakit di dadanya dan juga tenggorokannya yang menelan paksa makanan tanpa mengunyahnya.

"Zhan...." batin Yibo lirih memanggil selalu nama Zhan sembari meneteskan air matanya dengan deras.

Zhao memantau Yibo dari CCTV nya dan tidak ada sama sekali rasa kasihan melihat Yibo yang tersiksa seperti itu padahal Yibo adalah anaknya, darah dagingnya, namun apa ini? Kenapa dia tidak merasakan betapa sakitnya jika menjadi Yibo.

~•°•°•°•°•°•°•°•°•°•~

Langit malam dengan bulan yang bersinar terang dan bintang-bintang yang meneranginya membuat langit malam ini begitu indah. Zhan menatap langit tersebut dengan rasa cemasnya.

Ia menelepon Yibo berkali-kali dan menunggu Yibo untuk kembali namun Yibo tak kunjung kembali. Zhan duduk terdiam memandangi langit dengan pikirannya yang selalu terlintasi oleh Yibo. Zhan merasa sangat khawatir apa yang sebenarnya terjadi pada Yibo. Yibo tidak mengatakan apa-apa padanya. Dan betapa sedihnya Zhan mengingat hari ini ia belum sempat berbicara pada Yibo. Andai saja ia bangun lebih awal.

Zhan kembali melirik ponselnya dan menelepon Yibo untuk yang kesekian kalinya. Namun tetap saja tidak ada tanda-tanda Yibo akan mengangkat panggilan darinya. Bahkan Zhan sudah banyak mengirimkan pesan padanya tetapi tetap saja Yibo juga tidak membalasnya.

Hien yang dari bengkel menyadari kehadiran Zhan yang tengah duduk di kursi depan garasi utama yang berhadapan langsung dengan bengkelnya yang kebetulan Hien tengah memeriksa keadaan motor-motor yang ada di sana. Hien melihat kondisi Zhan yang begitu mengkhawatirkan, di tambah lagi angin malam ini yang berhembus kencang. Hien tahu betul Zhan sensitif terhadap angin, dan benar saja saat angin bertiup kencang Zhan seketika merinding dingin dan menggosok-gosok tangannya agar hangat.

Hien dengan segera mengambil selimut dan menghampiri Zhan yang tengah duduk sendirian sembari mengamati langit malam.

"Zhan, kenapa kamu di sini?" Tanya Hien sembari melilit tubuh Zhan menggunakan selimut yang ia bawa.

Zhan hanya diam saja tidak menjawab pertanyaan Hien.

"Terimakasih Hien" ucap Zhan sedikit terkejut Hien melilitnya dengan selimut.

Hien duduk di sebelah Zhan dan memandangi Zhan yang tengah menunduk tak menatapnya

"Memikirkan Yibo?"

Zhan seketika mendongakkan kepalanya dan menatap Hien dengan matanya yang berlinang air mata ingin menangis.

"Zhan?" Panggil Hien yang terkejut melihat Zhan ingin menangis

Dan ya, Zhan tak bisa menahan untuk tidak meneteskan air matanya. Ia merasakan rindu serta cemas pada Yibo, ia merasa dadanya yang terasa sesak ingin meledak. Zhan meneteskan air matanya tanpa mengeluarkan suara. Air matanya mengalir dengan deras.

Hien yang melihat hal itu tak tau harus berbuat apa, karena ia tidak bisa untuk menenangkan orang yang sedang menangis, hal yang terpikirkan olehnya hanyalah memeluk Zhan agar menenangkannya untuk tidak menangis.

The End Of Us Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang