21 - Pura-pura

37 2 0
                                    

"Papa pulang, nih ada martabak manis tadi di pinggir jalan kepikiran untuk beliin Alin." Adhi yang masih lengkap dengan pakaian kantornya ikut bergabung dengan Alin dan Andika di ruang tamu.

Namun, Adhi sontak kaget begitu melihat ada Rafka yang sedang duduk di sofa samping Andika. Keduanya terlihat sedang belajar hingga Rafka tidak menyadari kedatangan Adhi.

"Pah? Tumben pulang tepat waktu." ucap Andika begitu menyadari kedatangan Papanya,

Hah? Jadi CEO yang sering gue tabrak itu Papanya Andika? Mati gue. Batin Rafka menutupi wajahnya dengan buku paket, dia sungguh malu jika harus bertemu dengan CEO itu.

"Ka, kenalin Papa gue."

"Kami sudah pernah bertemu, tempatku kerja sudah menjadi langganan kantor Papamu." jawab Rafka tersenyum ramah kepada Adhi.

Apakah dunia se sempit ini?
Rafka dan Andika teman dekat? Mereka bahkan 1 kelas, dari sekian banyak orang kenapa saudara tiri ini harus saling dekat? Adhi tidak mau jika keduanya suatu saat tahu kalau ternyata mereka saudara mungkin salah satunya tidak akan terima, yaitu Rafka.

"Wah Papa sudah datang? Kebetulan nih Mama sama Alin baru selesai masak untuk makan malam, bagaimana kalau kita makan malam bersama. Rafka juga ikut yah?" Tawar Diana, bahkan Diana sudah dekat dengan Rafka.

"Terimakasih tante, tapi Rafka gak mau tante jadi repot. Ini urusan saya juga sudah selesai." Rafka langsung merapikan barang-barangnya, dia tidak mau keluarga ini jadi repot hanya karena kehadirannya.

"Makan malam atau buku tulis lo gue bakar?!" Ancam Andika merebut buku tulis matematika Rafka, "Lo gak kasian sama mama gue? Dia udah capek-capek masak tapi lo malah tolak, sini ikut gue ke meja makan." Rafka malah di dorong oleh Andika menuju ke meja makan.

Diana tersenyum melihat interaksi Andika dengan Rafka, "Mereka berdua kayaknya teman dekat, Andika tidak biasanya begitu."

"Ayok Mas kita gabung bersama mereka." Diana memeluk lengan kekar Adhi lalu menuntun nya untuk ke meja makan.

Mereka berdua tidak boleh dekat, yang ada nantinya mereka akan jadi musuh kalau tau yang sebenarnya. Batin Adhi.

*****

"Kok sakit yah liat dia bersama yang lain Ra,"

"Padahal kami berdua bukan siapa siapa, cuman teman."

Melihat orang yang kita suka bersama orang lain ternyata sakit yah, rasanya ingin memisahkan mereka berdua tapi karena kita tidak punya hak jadinya hanya bisa pasrah dan tetap tersenyum walaupun hati ini sakit.

"Lo kenapa lagi dah Yun, masih pagi juga." Naura baru saja menyelesaikan piket nya, "Tugas fisika lo udah belum? Gue belum selesai 2 nomor." tanya Naura duduk disamping Yuna.

"Jangan tanya gue soal tugas Ra, kerjaan gue semalam cuman nangis. Lo tinggal 2 nomor lah gue soalnya aja belum gue tulis." Yuna menghela nafasnya dengan panjang, Naura sangat bingung karena sejak tadi Yuna hanya ngelantur tanpa memberi tahu Naura apa penyebab Yuna bisa seperti ini.

"Lo kenapa sih? Lo liat apa emangnya sampai lo kayak gini?" tanya Naura dibuat bingung.

"JANGAN TANYA GUE RAA, KALAU GUE INGET BISA-BISA GUE NANGIS LAGI!" Teriak Yuna membenturkan kepalanya ke meja, semua seisi kelas kaget melihatnya.

Yuda dan Geo yang barusan datang mendekat kepada mereka berdua, "dia kenapa Ra?" Tanya Yuda melirik Yuna.

"Gak tau Yud, sebenarnya dia kenapa sih? Katanya semalam dia nangis terus, emang iya?"

"Ooh karena itu ternyata, Yuna kemarin lihat Andika boncengan sama Cewek dari kelas Ilham." jawab Yuda.

"KENAPA SIH COWOK ITU GAK BISA PEKA? GUE PENGEN ANDIKA ITU PEKA SOAL PERASAAN GUE, APA SELAMA INI TINGKAH LAKU GUE BELUM MEMBUKTIKAN KALAU GUE SUKA SAMA DIA!?" Teriak Yuna seperti orang kesetanan, sampai dia tidak sadar kalau saat ini ada Andika, Bara dan Ilham yang telah memasuki kelas mereka.

Aku Butuh Rumah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang