13 - Sebuah Perbedaan

99 9 2
                                    

Happy Reading♡

Hari ini adalah waktu dimana kelas XI MIPA 1 menerima hasil ulangan biologi mereka, ulangan yang selalu mereka nanti-nanti karena memang biologi ini sangatlah susah dan tidak banyak biasanya yang akan mendapat nilai tuntas, bagi dikelas lain. Tapi MIPA 1 memiliki kecerdasan yang sangat tinggi jadi biasanya mereka akan berebutan mendapat nilai 100.

"Keysa, selamat kamu mendapat nilai sempurna lagi." Panggil Bu Maya menyodorkan kertas ulangan dengan nilai 100.

"Wulan, selamat kamu dapat 98. Sudah ada peningkatan yah."

"Derron, lagi lagi 99."

"Dinda. Ibu sedikit khawatir sama kamu. Akhir-akhir ini kamu kenapa? Kok bisa nilai kamu turun drastis?" Ungkap Bu Maya menampakkan wajah kecewa karena tidak biasanya Dinda mendapat nilai diluar 90 tapi kali ini yang Dinda dapatkan hanya 88.

Dinda menerima kertas ulangan itu lalu berjalan ke tempat duduknya. Ada apa dengan dirinya? Kenapa bisa nilai ulangannya turun seperti ini? Padahal Dinda sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapat nilai sempurna tapi nyatanya nilainya malah anjlok.

"Aura, selamat yah dapat 95. Tingkatkan terus." Aura menerima kertas ulangan itu dengan wajah datar.

"Hari ini cukup sekian dulu yah, ibu bangga dengan kelas ini karena tidak ada yang mendapat nilai di bawah KKM. Tida heran kalau para guru sangat bangga dengan kelas kalian. Ibu akhiri pertemuan hari ini, assalamualaikum." akhir Bu Maya lalu pergi dari luar kelas.

Semuanya langsung berhamburan, mencari dan mencocokkan dengan jawaban teman mereka yang lain. Tapi bagaimana dengan Dinda? Tidak mungkin. Dinda sama sekali tidak punya teman di kelas ini, hanya Bunga Vivian temannya itupun dari kelas IPS.

Malam hari.

Malam ini Dinda sama sekali tidak pernah meninggalkan kamarnya, yang dia lakukan sekarang adalah belajar. Yap, belajar demi memperbaiki kesalahannya. Nilai ulangan biologi Dinda bagaikan kutukan untuk dirinya sendiri karena jika nilainya akan turun terus bisa-bisa Dinda tidak akan mendapat beasiswa itu.

"Kenapa sih harus turun, KENAPA KENAPA KENAPA?" geram Dinda menarik narik rambutnya, pikirannya benar-benar kacau.

Tok...tok...

Mendengar ketukan dari pintu membuat Dinda bergerak cepat untuk menghapus air matanya dan memperbaiki penampilannya. Tidak ada yang boleh tau kalau Dinda sudah nangis.

"Masuk."

Danu, Ayah Dinda.

"Kenapa ayah?" tanya Dinda duduk di meja belajarnya.

"Hmm tadi ayah dengar suara orang nangis dari kamar ayah, kayaknya asal suaranya dari sini." ucap Danu masuk ke dalam kamar Dinda.

"Orang nangis? Palingan ayah salah dengar kali."

Danu tersenyum, "Kenapa nangis nak? Ada masalah? Sini cerita sama ayah." Danu tau kalau pasti Dinda sudah menangis, matanya bengkak dan merah.

"Dinda gak nangis ayah, mungkin itu anak tetangga sebelah." elak Dinda memperbaiki duduknya lalu melanjutkan untuk belajar.

"Ayah pengen makan mie ayam Pak Subur, sana ambil jaket kita keluar cari makan." akhir Danu keluar dari kamar Dinda.

Aku Butuh Rumah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang