HADIAH

6 1 0
                                    

Dilain tempat, jam sudah menunjukan pukul 21.45 WIB. Seorang remaja lelaki tengah berlari dikoridor rumah sakit, menuju ruang IGD yang didalamnya terdapat seseorang yang sangat ia sayangi. Belakangan ini seseorang itu terus keluar-masuk ruang putih yang berbau antiseptik itu. Dan Putra sangat tau bahwa seseorang itu tidak suka dengan ruangan itu.

Padahal baru saja beberapa hari seseorang itu keluar dari ruang IGD itu. Kenapa ia harus mengunjunginya lagi? Putra sangat mengasihani orang yang amat ia sayangi itu. Shofiya. Mamanya. Ya, saat Putra tengah menikmati pertunjukan yang ia tonton dengan keempat sahabatnya, tiba-tiba ia mendapatkan kabar dari seseorang yang ia benci, bahwa Shofiya kembali masuk ke IGD. Dan orang yang ia benci itu adalah, Papanya sendiri. Sanjaya.

Saat Putra sudah tiba didepan pintu IGD, pintu itu masih tertutup. Menandakan bahwa Shofiya masih ditangani oleh dokter. Sedangkan ditempat tunggu, cowok itu bisa melihat Sanjaya tengah duduk dibangku rumah sakit sambil menundukan pandangannya. Jujur saja, Putra sangat malas datang ke tempat ini jika harus bertemu dengan pria paruh baya itu. Tapi sayangnya ini soal Mamanya. Putra tak bisa menyembunyikan rasa paniknya.

Remaja itu terus saja berdiri bulak-balik menunggu pintu IGD itu terbuka dan memperlihatkan dokter yang berharap akan memberikannya kabar yang tidak buruk, seburuk yang ia pikirkan sekarang. Pikiran Putra selalu kacau tiap mengetahui Shofiya masuk IGD. Apalagi ia tau bahwasanya Shofiya tidak suka dengan ruangan itu. Entah kenapa, karena Shofiya tidak suka, membuat Putra jadi ikut tidak suka dengan ruang IGD.

Cowok itu lebih milih ruang favorit Putri yang seharusnya tidak dimasuki oleh siapa-siapa selain cewek itu sendiri. Tapi saat itu Putra sedang beruntung, karena Putri memperbolehkannya masuk dan mengobati tangannya disana. Dan ruangan yang berisi alat rumah sakit yang pertama kali disukai Putra adalah ruangan itu. Ruangan favorit Putri, yang terkadang menjadi tempat rahasianya sendiri. Lama berdiri dan bulak-balik, akhirnya Sanjaya yang sedaritadi bungkam, mulai membuka suara.

"Duduk Putra. Gak capek kamu?"
Perkataan Sanjaya diabaikan oleh Putra. Remaja itu bahkan tidak ada niat untuk menatap pria yang tengah duduk disampingnya itu. Membuat Sanjaya sedikit menghela napas.

"Karena kamu udah disini, jadi saya udah gak ada kerjaan lagi disini, nungguin kabar soal wanita payah itu"
Ucap Sanjaya sambil berdiri dan mulai berjalan menjauh. Namun perkataannya barusan, jelas membuat Putra berhenti bergerak, dan menatapnya tajam.

"Siapa lu panggil wanita payah?!"
Tanya Putra membuat langkah Sanjaya berhenti. Pria itu menghela napas sekali lagi.

"Pikir aja sendiri sama kamu Tra"
Jawab Sanjaya seperti meremehkan. Membuat emosi Putra tambah membara.

"Yang bikin nyokap gue masuk sini juga gara-gara siapa gue tanya??!!"
Perkataan emosi Putra membuat Sanjaya akhirnya membalikan badannya, menghadap ke arah anak tunggalnya.

"Kamu pikir ini salah Papa, Putra?"

"Lo gak pantes jadi Papa gue! Jangan pernah lo sebut diri lo Papa didepan gue!"

"Wanita itu udah pingsan saat saya mau nyari kamu dirumah!"
Jawaban Sanjaya membuat Putra bungkam. Remaja itu masih curiga akan pria ini. Beberapa detik beridam, akhirnya Putra bersuara lagi.

"Lo gak nyakitin nyokap gue?"

Perranyaan Putra membuat Sanjaya menyadari akan suatu hal, dan membuat pria itu sedikit tertawa remeh.

PUTRA & PUTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang