ANGGA?

0 0 0
                                    

Dimalam hari yang sunyi. Jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Sebuah motor vespa melintasi jalan raya dengan kecepatan yang tinggi. Jalan raya malam ini masih dipenuhi dengan kendaraan yang berlslu lalang. Mungkin karena hari ini adalah malam minggu, tak heran jalan raya masih dipenuhi dengan masyarakat yang berkegiatan bersama kekasihnya atau pun teman-temannya. Walaupun masih dipenuhi dengan kendaraan-kendaraan umum, tapi seorang remaja cowok yang tengah mengendarai motor vespa itu, masih bisa menjalankan motornya dengan kecepatan yang ia mau.

Remaja cowok itu bernama Putra. Setelah mengalami 'drama keluarga' yang sangat intens, Putra memutuskan untuk jalan-jalan dengan motornya untuk menstabilkan kembali emosinya yang tadinya bergejolak. Putra tidak bisanseperti ini terus. Dai tidak bisa bertindak bahwa 'keluarga' mereka itu seperti baik-baik saja. Selama ini Putra selalu mendapatkan jawaban yang sama dari Shofiya dan Wijaya. Putra juga selalu mengganggu Putri seperti biasanya, agar suasana tidak terlalu intens, dan berlagak seakan-akan tidak terjadi apa-apa antara dirinya dan Putri sendiri. Tapi Putra lelah. Cowok itu tidak bisa menyembunyikan perasaannya lagi.

Melihat Wijaya dan Shofiya yang selalu bersama tanpa mengetahui pasti kondisi Mamanya, berbibcang dengan Putri seolah 'drama keluarga' yang selalu terjadi itu tidak pernah ada, Putra tak bisa seperti ini selamanya. Malam ini cowok itu akhirnya mengakui didepan Wijaya dan Shofiya. Dia tidak sepenuhnya percaya dengan Wijaya. Walaupun dia tau, Wijaya adalah pria yang baik, tapi membiarkan Putra tidak memgetahui kondisi Mamanya, sedangkan dirinya berstatus sebagai anak kandungnya, apa itu tidak apa? Selama ini Putra selalu tau kondisi Mamanya. Putra yang merawat Mamanya. Dan sekarang, keadaan memang berubah. Keadaannya berbeda. Dan kali ini, Putra tak bisa tinggal diam.

Emosi cowok itu campur aduk. Marah, sedih, kecewa, dan merasa bersalah, semuanya menjadi satu. Puyra memang tak bisa bohong lagi dengan perasaan tak nyamannya, dan khawatirnya. Namun Putra juga tak bohong bahwa ia merasa bersalah setelah membentak Wijaya ddiepan Mamanya tadi. Perilaku yang berusaha ia tutup, keluar juga sudah. Putra tak bisa selamanya bertindak bahwa semuanya baik-baik saja. Bukan ini 'keluarga' yang ia bayangkan. Bukan ini 'keluarga' yang ia inginkan. Putra tahan rasa tak nyamannya, tahan rasa khawatirnya, taoi ternyata semua itu sia-sia. Akhirnya Putra tak bisa menahannya lagi. Dan cowok itu juga masih belum tau pasti bagaimana kondisi Mamanya sampai detik ini.

Putra memberhentikan motornya didepan kursi kayu dipinggir jalan yang sangat sepi. Cowok itu jalan bulak-balik didepan kursi kayu itu. Mencoba memndam kembali semua emosinya. Sesekali Putra menendang beberapa kerikil dijalanan untuk meluapkan emosinya yang tak stabil. Cowok itu juga mengusap wajahnya kasar, frustasi dengan apa yang baru saja terjadi. Putra membuka ponselnya. Mencari satu kontak yang dapat ia curahkan isi hatinya. Namun seketika, Putra. Enggan. Selama liburan, Putra sudah jarang bertemu dengan ketiga sahabatnya itu.

Semua pesan yang dikirim oleh ketiga sahabatnya tak ia baca. Masalah yang ada di 'kekuarga barunya' ini sudah menyibukkannya selama liburan. Putra tak bisa bergabung dengan ketiga sahabatnya. Walaupun sebeanrnya dia tau, bermain dengan ketiga sahabatnya itu pasti bisa mengalihkan perhatiannya dari rasa frustasinya. Namun Putra tak ingin bermain, ditengah 'keluarganya' ini sedang bermasalah. Putra juga tak bisa bermain. Tugas dia adalah mengawasi Putri, sehingga cewek itu tidak tau tentang penyakitnya Shofiya.

Terkadang Putra juga sangat ingin memberitau Putri tentang rahasia yang tengah disimpan oleh dirinya, Wijaya, dan juga Shofiya. Tapi setiap melihat Putri membentak Shofiya karena wanita itu memgingatkannya akan Safira, Putra jadi enggan. Bagaimana jika mental Putri semakin terganggu jika cewek itu tau tentang penyakit Shofiya? Dirinya juga yang pasti akan disalahkan oleh Wijaya. Wijaya. Pria itu tidka seperti yang Putra bayangkan. Pria itu belum sepenuhnya berdamai dengan kepergian Safira. Terkadang Wijaya juga suka memanggil Shofiya dengan panggilan Safira.

PUTRA & PUTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang