BIMBANG

6 1 0
                                    

Putra berjalan dikoridor hotel menuju kamarnya dengan pikiran yang masih kalut. Lawan debat favoritnya mendiamkannya sedaritadi, dan sekarang dia cemburu dengan 'Abahnya' sendiri. Bukan. Ini hanya karena Putra sedang lelah. Jadi Putra hanya ingin meninggikan egonya hanya untuk malam ini saja. Boleh kan? Putra mengerti semua. Mamanya hanya tidak ingin dirinya khawatir.

Tapi melihat Mamanya sepertinya lebih memercayai Wijaya, pria yang baru saja masuk ke kehidupannya, dibanding dengan dirinya sendiri yang berstatus sebagai anak kandungnya, membuat Putra jengkel saja. Jengkel dengan Wijaya, dan dirinya sendiri. Apa selama ini Mamanya tidak pernah merasa kasih sayang dari Putra, anak kandungnya sendiri? Atau mungkin Mamanya tidak ingin merepotkan Putra lagi? Tapi Putra sama sekali tidak merasa kerepotan.

Putra hanya ingin melihat Mamanya tersenyum. Tersenyum tulus, dan manis, seperti ia perlihatkan kepada Wijaya. Kenapa senyuman itu tidak pernah dilihatkan kepadanya? Kenapa hanya harus ke Wijaya? Apa karena...Wijaya menyelamatkannya? Putra baru ingat bahwa Mamanya mengalami luka mental yang dalam. Diganggu oleh Sanjaya setiap hari dikantor, self harm, ingin loncat dari gedung, Putra tidak melihat dan tidak tau itu semua. Hanya Wijaya yang ada saat Shofiya dikantor saat itu.

Hanya Wijaya yang melihat betapa hampanya Shofiya selama ini. Selama ini yang Putra lihat hanya...Shofiya terlihat sedih, dan sakit. Cowok itu tidak melihat sisi Shofiya yang sangat terluka dalam. Wijaya yang melihatnya. Dan Wijaya juga yang membantunya. Sehingga Shofiya bisa menerbitkan senyuman tulusnya yang selama ini hilang. Putra mengusap wajahnya kasar. Dia merasa tidak berguna menjadi seorang anak. Dia merasa gagal membahagiakan Mamanya.

"Shit"

Putra mengelurakan ponselnya. Ingin kembali mecurahkan semua isi hatinya kepada sahabat sekaligus panutannya itu. Tapi sedetik setelah Putra membuka ruang obrolnya dengan Angga, Putra menghentikan pergerakannya. Semua pesan, panggilan telpon, semua itu sama sekali tidak dilihat ataupun dibaca oleh Angga. Tangan Putra bergetar. Entah kenapa...tiba-tiba Putra hilang harapan tentang Angga yang akan kembali. Seketika Putra ragu apakah mereka berlima akan berkumpul bersama lagi.

Apakah Angga telah melupakan keempat sahabat dan organisasinya sendiri? Pikiran Putra sedang tidak jernih. Cowok itu lelah. Cowok itu frustasi. Stres memikirkan apa kesalahannya dengan lawan debat favoritnya, frustasi dengan perasaannya yang campur aduk tentang Shofiya dan Wijaya, dan bingung dengan pikirannya tentang sahabat sekaligus panutannya itu. Putra kembali memasukkan ponselnya ke dalam sakunya dengan kasar.

Masa bodo. Putra akan meluapkan semua emosinya malam ini. Putra akan membiarkan egonya menang malam ini. Hanya sekali ini saja. Putra akan berpikir bahwa semua perkiraannya selama ini benar. Tanpa ada rasa bersalah apapun. Mamanya yang tidak pernah menghargainya dengan usahanya untuk membahagiakannya, Wijaya yang sepertinya ingin mengambil posisinya dalam menjaga Mamanya, dan Angga, yang sudah tidak peduli lagi dengan teman, sahabat, dan organisasinya. Mungkin saja cowok itu sudah sibuk dengan kehidupan dan sekolah barunya.

Putra merasa sepertinya semua orang yang hadir dalam hidupnya, yang tadinya Putra sangat kagumi dan percayai, sekarang malah bertindak seolah tidak menghargai dan mempedulikannya lagi. Hilang begitu saja, tidak mempedulikan perasaanya. Putra tau, ini hanya egonya yang menguasai. Oleh karena itu Putra hanya menyimpan semua ini dalam hati dan pikirannya. Dan membiarkan egonya, untuk malam ini saja, menguasai pikiran dan hatinya.

Besok pagi, saat cowok itu sarapan dengan 'keluarga baru' nya, janji, cowok itu akan mencoba mengerti kembali dengan kondisi dan orang-orang disekitarnya. Cowok itu akan kembali lagi berpikir bahwa semua ini hanya kesalahannya. Tidak terlalu memperhatikan Mamanya, memaksakan dirinya yang harus mengerti posisi Wijaya, yang saat ini sudah berstatus sebagai Ayah dan kepala keluarganya, dan harus lebih sabar dengan kondisi dan situasi sahabatnya yang sampai saat ini belum ada kabar juga. Ya. Putra janji akan melakukan itu semua lagi, disaat mereka sarapan nanti.

PUTRA & PUTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang