INGIN BERDAMAI

0 0 0
                                    

Gerimis kecil membasahi bumi. Langit malam, menyamarkan awan hitam yang perlahan semakin bersatu dan menurunkan air dari langit. Hujan malam ini tidak terlalu deras. Hanya gerimis kecil. Sambaran petir juga tidak terdengar. Malam ini, hujan terasa begitu tenang. Suara rintik yang berjatuhan ke atap rumah dan bangunan lainnya terasa menennagkan. Membuat siapapun malam ini pasti akan tertidur nyenyak. Udara diluar yang semakin dingin, dan tidak ada suara petir yang mengganggu. Siapapun yang berada dikamarnya, pasti enggan untuk bangun.

Tapi semua itu tidak berlaku bagi Putra. Gerimis hujan, yang menenangkan ini tidak membuatnya tenang malam ini. Justru membuatnya tambah larut akan pikirannya yang kacau. Dua kabar buruk yang ia terima dalam satu malam. Sahabatnya tiada, dan Mamanya masuk lagi ke ruang yang dibencinya. IGD. Disaat Putra tengah larut dengan lamunan akan kenangan terakhirnya bersama Angga, Putri menghubunginya. Jujur saja, awalnya Putra enggan untuk menjawab panggilan itu. Buat apa cewek itu menghubunginya diwaktu yang sudah sangat karut ini?

Lagipula cewek itu juga mengabaikannya selama ini. Kenapa tiba-tiba Putri menelponnya? Karena terlanjur frustasi akan permasalahan Angga, dan seperti biasa, Putra butuh pengalihan, akhirnya cowok itu mengangkat saja panggilan itu. Putra menjawab panggilan Putri dengan lesuh. Namun, Putri langsung membalas Putra dengan nada panik. Bahkan cewek itu langsung memanggilnya dengan namanya langsung. Tanpa banyak tanya dan bicara lagi, Putra langsung meninggalkan rumah sakit dimana semua teman-temannya berkumpul, dan Angga....menghembuskan napas terkahirnya.

Tanpa pamit, Putra langsung pergi begitu saja. Tak peduli dengan ketiga sahabatnya yang memanggilnya. Putra khawatir akan Mamanya. Jika cowok itu mendapat kabar yang sama tentang Mamanya, seperti ia mendapat kabar tentang Angga, Putra bersumpah, ia tidak akan pernah memaafkan dirinya. Bisa-bisanya Mamanya tengah kesatikan dan berjuang melawan penyakit parahnya itu, dan Putra tidak ada disampingnya. Bahkan selama ini, semenjak Putra tinggal bersama 'keluarga barunya', Putra tidak pernah berada disamping Mamanya selama sakit.

Apa mungkin sudah seharusnya, keluarga mereka ini tidak bersatu? Belakangan ini....Putra selalu berpikir itu. Dadi awal, pernikahan ini memang sudsh tidka baik-baik saja. Bahkan sebelum pernikahan ini berjalan, seharusnya Putra tau, apa yang akan terjadi. Putri...tidak akan lernah bisa menerima Mamanya. Dan dirinya sendiri....tidak pernah mempercayai Abah Wijaya. Bisakah sebuah keluarga dikatakan 'keluarga', jika semua anggotanya tidak saling percaya dan menerima?

Jika semua anggotanya dak saling membuat satu sama lain nyaman dan bahagia? Jika semua anggotanya saling menutupi perasaan dan semua emosi mereka sendiri? Bahkan sebelum perniakahn dimulai, sudah ada rahasia dikeluarga ini. Putri dan Abahnya yang belum bisa berdamai dengan kepergian Safira, Shofiya yang memang mencoba menyembunyikan penyakitnya, dan Putra yang sebenarnya tidak nyaman dengan kehadiran Wijaya. Keluarga macam apa ini? Yang selalu diharapkan Putra dan Shofiya adalah keluarga harmonis dan bahagia.

Tapi keluarga yang diharapkan mereka berdua itu, sudah tidak ada lagi bagi Putri dan Abahnya. Bagi Putri dan Abahnya, keluarga harmonis dan bahagia itu ketika Safira masih ada. Ketika wanita yabg tangguh dan keduanya kagumi itu masih ada disisi mereka berdua. Putri dengan emosinya, Wijaya dengan usahanya mencoba menganggap semuanya baik-baik saja, Shofiya dengan pemaksaan akan segalanya, dan Putra dengan usahanya mencoba menutupi semua perasaan egoisnya.

Putri tidak bisa mengontrol emosinya, Wijaya yang tidak bisa menganggap semuanya seakan tidak terjadi apa-apa, Shofiya yang seharusnya sudah tau Putri tidak bisa dipaksa, san Putra yang seharusnya bisa meluapkan semua emosinya. Cowok itu sebenarjya bisa saja seperti Putri. Meluapkan semua emosinya. Melemparkan semua kata-kata yang jujur tapi pasti akan menyakitkan bagi Wijaya dan Shofiya. Tapi selama ini Putra menutupkan semua egonya. Dan Wijaya yang menganggap itu benar. Sementar Shofiya masih memaksakan segalanya.

PUTRA & PUTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang