II

741 87 2
                                    


Siulan jahil terdengar disaat Alika baru saja masuk ke dalam lift. Alika mendesis mendapati Rizki Ajikusumo----tetangga kompleksnya yang kebetulan lagi magang dikantor yang sama dengannya.

"Cantik bener hari ini, Mbak" Rizki mengubah posisinya agar sejajar dengan Alika.

"Bukan hari ini doang. Gue cantiknya tiap hari, tiap waktu dan tiap saat" balas Alika sewot.

Saat mengetahui lelaki itu magang dikantornya, Alika merasa terancam. Rizki itu aneh, gila dan meresahkan. Hobinya kerap kali menggoda anak perawan hingga para janda yang ada di kompleks. Sudah cukup Alika merasa terbebani memiliki tetangga seperti dia, kenapa pula ia harus ditakdirkan satu kantor dengan titisan buaya danau toba itu? Memang sih, Rizki baru magang disini, namun tidak dipungkiri, kemungkinan besoknya lelaki itu bisa benar-benar bekerja dikantor yang sama dengannya. Alika berharap semoga itu tidak terjadi.

"Iya, iya si paling cantik. Btw, kemarin kok lo sombong amat sih, Mbak? Gue panggil-panggil nggak balik. Musti gue panggil sayang kali ya baru lo balik?"

"Najis!" Alika hendak menekan tombol lift agar pintunya tertutup namun gerakan seseorang dari luar berhasil menahan pintu tersebut.

Sial! Alika membatin mendapati Dirga yang ikut masuk ke dalam lift. Mata mereka sempat bertemu beberapa detik sebelum Dirga memutus pandangan lebih dulu. Sebenarnya Alika masih menyimpan rasa malu setelah kejadian seminggu yang lalu ketika dirinya diantar oleh Dirga ke rumah Nabila. Itupun atas paksaan Karin.

"Selamat pagi, Pak" Rizki sedikit terkejut mendapati sekertaris sang atasan ikut bergabung didalam lift umum yang biasa dipakai karyawan.

Dirga mengangguk singkat, "Pagi" balasnya pun sama singkat.

Alika sedikit bergeser namun tubuhnya malah menabrak Rizki yang posisinya masih sejajar dengannya. "Hati-hati, Mbak sayang. Hampir jatuh, kan" omel lelaki itu dengan tangan yang sigap memegang bahu Alika.

"Dih, ngapain lo manggil gue kaya gitu" Alika menyentak tangan Rizki, "Nggak usah pegang-pegang" lanjutnya seraya menjaga jarak.

"Yaelah, Mbak. Bukannya berterima kasih. Kalau gue nggak pegang, lo udah jatuh tersungkur."

"Mending jatuh tersungkur daripada lo pegangin."

Rizki terkekeh kemudian menoleh pada Dirga, "Bapak mau ke lantai berapa?"

"Delapan."

Alika sontak menatap Dirga dari samping. Kenapa ke lantai delapan? Ruangan Dirga kan dilantai sepuluh.

"Baik, Pak." Rizki menekan angka sesuai ucapan Dirga.

Lift mulai berjalan naik. Dilantai dua, lift berhenti. Ada dua karyawan perempuan ikut masuk. Keduanya pun sama terkejut mendapati Dirga disana.

"Selamat pagi, Pak" ujar keduanya. Dirga membalasnya masih sama seperti tadi.

"Lift sebelah ada kendala, ya, Pak?" tanya salah satu dari dua karyawan perempuan tadi. Maksud lift sebelah adalah lift khusus para petinggi perusahaan yang harusnya Dirga gunakan.

"Iya" jawabnya singkat padat dan jelas. Apa yang perlu diharapkan dari mulut seorang Dirgawan?

Karyawan perempuan yang bertanya tadi menganggukkan kepala dengan senyum yang dibuat semanis mungkin. Alika mendesis, sangat hafal dengan kelakuan beberapa karyawan betina dikantornya yang suka caper alias cari perhatian.

"Mbak" panggil Rizki. Bukan hanya Alika yang menoleh, namun semuanya termasuk Dirga.

"Maksud saya, Mbak Alika" Rizki terkekeh mengarahkan jempolnya menunjuk Alika.

Terbaliknya Dunia DirgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang