XI

661 90 33
                                    


Alika tidak tahu jika Dirga akan senekat ini. Iya, nekat yang benar-benar nekat hingga dirinya dibuat frustasi. Lelaki itu sungguh merealisasikan ucapannya di mobil beberapa menit yang lalu. Dirga kekeuh pada pendiriannya untuk bertemu langsung dengan orang tuanya walau perempuan itu menolak dengan berbagai macam alasan.

Dari perdebatan yang cukup lama, akhirnya Alika hanya bisa menerima kekalahan dengan membawa masuk Dirga ke dalam rumahnya.

Dari arah dapur, Alika bisa melihat Ayahnya yang antusias menceritakan kelakuan para muridnya yang beraneka ragam. Iya, Ayah Alika berprofesi sebagai guru Matematika disalah satu sekolah menengah pertama yang ada di Ibukota. Ayahnya memang selalu seperti itu jika berhadapan dengan orang yang baru ditemuinya. Sebenarnya bukan baru juga, mungkin sudah dua atau tiga kali mereka bertemu----saat acara pernikahan Karin lalu acara akiqahan Altezza. Namun baru kali ini yang benar-benar mengobrol. Lalu, dari indera dengar Alika, obralan Ayahnya berlanjut mengenai kegiatan yang ada disekolah. Dirga disana menjadi pendengar yang baik kala lelaki paruh baya tersebut  bercerita tentang pentingnya mengajari anak soal adab sejak dini agar kelak nanti, mereka paham harus bersikap bagaimana kepada seorang guru yang notabene adalah orang tua pengganti selama di sekolah.

"Pak Dirga nya makin berisi ya, dari yang Ibu lihat sebelumnya?" Tanya Rahma menuang es sirup ke dalam gelas. "Terakhir ketemu kayanya pas Aqikahan anaknya Karin."

Alika yang sedang menyusun kue diatas piring lantas melihat lelaki yang dibicarakan Ibunya. "Perasaan dari dulu badannya gitu-gitu aja" komentarnya dalam hati.

Kemudian, Alika dan Rahma berjalan seraya membawa nampan masing-masing. "Diminum Pak Dirga" Rahma mempersilahkan. Dirga mengangguk tak lupa mengucapkan terimakasih.

"Mau kemana, Kak?" Bukannya ikut bergabung, Alika malah menjauh hendak masuk ke kamarnya yang ada didepan ruang tamu. "Mandi dulu, Yah. Gerah" jawabnya menyengir.

"Nanti saja. Ini ada tamu, nggak sopan, Kak" tegur Malik. Dibanding memanggil nama, Alika justru dipanggil Kakak jika sedang ada tamu atau sedang dalam acara kumpul keluarga. Begitu pula untuk Alifa yang dipanggil Adek. Sejujurnya jika disuruh memilih, keduanya jelas tidak menyukai panggilan tersebut yang seolah-olah membuat mereka masih seperti anak kecil.

Dengan perasaan tak rela, akhirnya Alika bergabung dengan memilih duduk di sofa single yang ada diseberang Dirga sembari menggerutu dan mengerucutkan bibir. Tentu kelakuan Alika dapat dilihat jelas oleh Dirga. Lelaki itu tersenyum tipis seperti melihat sosok Alika yang berbeda. Tatapan mereka bertemu, Alika melotot melihat Dirga masih menyunggingkan senyumnya. Senyum yang terlampau tipis namun masih bisa dengan jelas Alika lihat.

Dirga memutus pandangannya lalu beralih mengambil paper bag yang tadi ia ambil alih ketika turun dari mobil. "Ini, Pak, Bu" Dirga menaruh paper bag tersebut diatas meja. "Ada sedikit sesuatu yang saya bawa" ucapnya. Rahma meraih paper bag tersebut dengan antusias, "Wah, ini dari toko kue yang baru buka didepan itu, ya?" Dirga mengangguk. "Sebelum kesini, tadi saya sempatkan untuk singgah."

"Sempatkan pala lo peyang! Orang emang lo nya mau singgah" dalam hati Alika berkomentar sinis.

"Terimakasih ya, Pak Dirga" Rahma tersenyum. Ibu dua anak tersebut tampak berbinar.

"Dirga saja, Bu" ucap Dirga meralat panggilan Rahma. Rahma terkekeh sembari mengulang ucapan terimakasihnya, "Iya, terimakasih ya, Mas Dirga" kali ini mengganti panggilan Pak menjadi Mas. Dirga cukup terkejut namun berhasil menyembunyikannya. Rasanya sudah lama sekali ia tidak dipanggil seperti itu oleh orang yang jauh lebih tua darinya.

"Kamu sudah bilang terimakasih belum sama Mas Dirga?" Pertanyaan Rahma terarah ke Alika. Perempuan itu lantas mengangguk, "Udah, tadi di mobil."

Pembicaraan kembali berlanjut dan Alika baru menyadari jika Dirga cukup aktif dalam topik pembicaraan yang Ayah dan Ibunya angkat. Alika hanya duduk sebagai pendengar sesekali mengangguk demi terlihat santun didepan tamu yang sebenarnya adalah tamu terpaksa. Lebih tepatnya tamu yang memaksakan diri untuk diundang. Mengingatnya kembali, Alika jadi gemas sendiri. Bagaimana Dirga yang kekeuh dan berakhir dirinya yang mengalah.

Terbaliknya Dunia DirgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang