XIII

654 87 11
                                    

Alika menemani Dirga berkunjung ke cafe baru Nino yang minggu lalu resmi dibuka. Lelaki itu memang tidak hadir ke acara syukuran kecil yang dibuat Nino di cafe nya itu. Bukan hanya Dirga, Pradipta juga berhalangan hadir sebab keduanya harus ke Pekanbaru karena urusan kantor. Makanya, weekend seperti ini, Dirga mengajak Alika untuk menemaninya sekaligus memberi sebuah bingkisan untuk usaha baru Nino.

Disinilah Alika, duduk diantara Dirga dan Nino yang sedang berbincang mengenai bisnis yang sementara sedang Dirga cari tahu seluk beluknya. Dirga pernah mengatakan kepada Alika jika lelaki itu tertarik membuka sebuah restaurant dengan tema makanan Nusantara. Kebetulan ia memiliki teman yang berkecimpungan dalam bidang tersebut dan bermaksud mengajak kerja sama.

"Konsep lo kan makanan Nusantara, gue ada usulan. Nanti menunya jangan lo buat jadi versi modern banget. Maksudnya, lo bisa ngasih sentuhan sedikit, tapi kesan Nusantaranya harus lo jaga dan pertahankan. Gue pernah nih makan nasi Padang disalah satu resto Nusantara juga, masa gulai nangkanya ditaburi oregano. Hilang seketika tuh rasa autentiknya. Daripada ngasih oregano, better ditabur bawang goreng biar makin maknyos."

Alika tertawa mendengar cerita Nino, "Terus gulai nangkanya tetep Mas Nino makan?"

"Nangkanya doang sih, kuah gulainya nggak. Terasa banget oreganonya. Lidah Mas ampun-ampun."

Alika kembali tertawa. Lagian siapa sih yang ngide gulai nangka khas nasi Padang ditaburi oregano? Niatnya mau modifikasi lebih modern eh jatuhnya amblas dan merusak cita rasa asalnya.

"Eh, ini jadinya mau apa?" Nino mengetuk buku menu yang baru Alika baca sebentar.

"Minuman yang seger aja deh. Mas yang pilihkan."

"Cemilannya?"

"Masih kenyang. Baru aja tadi selesai makan sebelum dijemput" Alika melirik Dirga kemudian menggeser buku menu tersebut.

"Ice Americano" ucap Dirga menentukan pilihan setelah membaca deretan nama-nama kopi yang tersedia disana. Dirga sebenarnya bukan pecinta kopi, ia hanya sesekali minum minuman pahit tersebut.

"Mau ngemil apa? Mau cinnamon roll, nggak?."

"Minum saja, No. Masih kenyang gue. Nanti dibungkus aja, dua ya."

"Oke deh" Nino menatap Dirga dan Alika bergantian dengan senyum simpul sebelum lelaki itu beranjak.

"Kenapa nggak pesen makan? Bukannya tadi katanya belum makan siang? Mana pesen kopi pula. Kasihan tuh lambung."

"Belum makan siang bukan berarti lapar, kan? Sejauh ini, lambungnya aman ketemu kopi."

Alika memutar bola matanya. Ada saja balasannya.

"Soal restaurant itu beneran mau kamu buka, Mas?"

"Baru rencana. Kalaupun jadi, tidak dalam waktu dekat ini."

"Nah makanya.. aku tadi mikir. Emang kamu punya waktu? Kerjaan kamu aja lagi hectic gini. Hampir tiap minggu terbang keluar kota mulu."

"Akhir tahun sudah mulai lenggang. Nanti saja dilihat kedepannya."

Respon Alika hanya mengangguk. Melihat kesibukan lelaki itu, ia pesimis sendiri. Membagi waktu untuk istirahat saja harus sempat-sempatnya. Namun, dibalik kesibukan Dirga, lelaki itu masih menyempatkan berkomunikasi dengan Alika bahkan mencuri temu di akhir pekan jika Dirga tidak sedang berada diluar kota.

***

"Habis ini mau kemana lagi?" Alika bertanya ketika Dirga mulai menjalankan mobil meninggalkan parkiran cafe milik Nino.

Terbaliknya Dunia DirgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang