Setelah pertemuan terakhirnya empat hari yang lalu, Alika belum pernah lagi melihat batang hidung Dirga di kantor. Harusnya Alika merasa tenang dan kembali hidup tentram, tapi justru Alika bertanya-tanya, kemana gerangan lelaki itu? Hingga ia mendengar dari Nino jika Dirga sedang ke Bali guna mewakili Pradipta dalam urusan kantor yang diadakan di Pulau Dewata tersebut.Rencananya hari ini sepulang kantor, Alika bersama yang lain akan menjenguk Aletta. Ya, Pradipta berhalangan hadir dalam urusan kantor tersebut karena Aletta---anaknya sedang sakit dan tengah dirawat inap. Sebenarnya dari dua hari yang lalu Alika ingin ke rumah sakit namun Karin melarangnya karena tahu jika Alika juga dalam kondisi kurang fit namun perempuan itu tetap memilih bekerja dibandingkan istirahat dirumah.
"Ini mau singgah beli buah dulu apa gimana?" Tanya Nino dibalik kemudinya. Alika dan Bima jadi penumpang karena Nino memaksanya mereka untuk berangkat bersama.
"Beli di minimarket pinggir jalan aja nggak sih? Nggak usah masuk mall" Alika memberi usul.
"Tapi di minimarket ada jual yang udah dibentuk parcel nggak?" Puteri menengok ke belakang. "Masa iya kita bawanya pake kantong kresek?"
Alika mengangguk "Iya juga sih. Eh, tapi kayanya ada deh, Mbak. Di cek aja dulu. Gimana Mas?" Alika meminta pendapat Nino. Lelaki itu mengiyakan.
Usulan Alika batal sebab Bima memberi usulan lain, yaitu membeli buah di toko langganannya walau harus berbalik arah lebih dulu dengan jaminan dari Bima jika toko langganannya tersebut selalu menyediakan buah segar yang beraneka ragam.
***
Bima meletakkan dua parcel buah yang mereka beli diatas meja yang ada disamping ranjang Aletta. "Maaf, Bu. Kami cuma bawa ini" ujarnya sopan.
"Makasih guys. Harusnya nggak usah repot-repot sih kalian" balas Karin menatap Bima dan yang lainnya. "Pakai bawa parcel segala" lanjutnya tertawa kecil.
"Gimana keadaan Letta, Rin?" Tanya Alika setelah sebelumnya mencibir ucapan Karin. Ia mengusap pelan kening Aletta yang tengah terlelap "Masih panas ini badannya."
"Semalam suhunya nyampe 39 derajat. Sekarang udah mendingan, turun jadi 37 derajat. Kata dokter kalau kondisinya makin membaik, lusa udah bisa pulang."
Mendengar penjelasan Karin, Alika bernafas lega. "Lo gimana? Bukannya masih sakit juga?" Karin balas bertanya sembari meneliti wajah Alika yang masih terlihat pucat dibalik make up tipisnya.
"Masih sakit nih anak. Tadi aja badannya hangat" bukan Alika yang menjawab melainkan Puteri. "Terlalu batu. Padahal enakan dirumah, bisa istirahat. Daripada maksain diri buat kerja" sebagai yang tertua, Puteri memang sering kali mengomeli adik-adiknya mengenai kesehatan. Sudah dari dulu, baik Karin, Alika ataupun Nabila, pasti pernah kena omelan Puteri.
"Gue demam doang kali, Mbak, nggak sekarat" Alika membela diri. "Daripada dirumah gue cuma rebahan, mending gue selesaikan tugas gue biar nggak kena semprot Pak Aryo. Lagian, ini demamnya kek main-main doang. Kadang hangat, kadang panas, kadang biasa aja. Nggak jelas nih penyakit, mau caper doang kayanya."
"Makanya periksa" sela Puteri. Wanita itu kesal dengan kepala batu Alika yang selalu menyepelekan kesehatannya."Iya, iya, Mbak bawel" balas Alika menyengir.
"Udah---" Nino melirik Pradipta yang tengah tertidur di kasur khusus untuk keluarga pasien yang memang tersedia untuk kamar inap VVIP. Sejak kedatangan mereka, Pradipta memang sedang tertidur tanpa merasa terganggu sama sekali oleh kedatangan mereka.
"Baru tidur jam dua siang tadi. Dari semalam Mas Dipta yang begadang jagain Letta" ujar Karin menjelaskan mengapa suaminya tampak tak terterganggu sama sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Terbaliknya Dunia Dirga
غموض / إثارة. . . [Bisa Baca "Pak to be Mas" dan "After We're Together" lebih dulu biar paham ya, guys] (UNPUBLISH!!!)