XV

301 79 15
                                    


Dirga tahu, perempuan yang sedang duduk di hadapannya itu tengah merajuk. Kentara sekali dari diamnya. Biasanya, perempuan itu sudah bercerita panjang seakan ia bisa saja sariawan jika mulutnya tak berbicara. Tentu saja Dirga sadar akan aksi diam perempuan itu karena dirinya. Bukannya meminta maaf, Dirga malah merasa sedikit tenang. Aneh memang, tapi itulah yang Dirga rasakan saat ini. Sangat jarang bisa melihat sosok itu menjadi lebih kalem, walau kalem yang dimaksudnya adalah reaksi marah dari perempuan tersebut.

Diamnya Alika disertai sikap merajuk perempuan itu masih berlanjut walau hidangan soto ayam dalam mangkuknya hanya tersisa kuah yang merah akibat racikan tiga sendok sambel yang perempuan itu campurkan. Alika dengan kegilaannya terhadap pedas memang harus diacungi jempol.

Masih dengan sikap seperti tadi Alika meminum hingga tandas es jeruk pesanannya. Rasa manis dan sedikit asam yang diminum perempuan itu bahkan tidak memberi sinyal segar kepada otaknya.

"Mau tambah?"

Akhirnya, Dirga bersuara setelah mengikuti aksi diam Alika.

"Nggak" singkat, padat dan ketus.

Kekehan terdengar, tentu saja lelaki dibdepannya sedang menertawainya.

"Masih marah?"

"Siapa yang marah?"

Dirga tersenyum kecil. "Mau tambah lagi? Atau mau bungkus es jeruknya? Sekalian bungkus buat orang rumah."

"Nggak usah." Alika menjawab masih mempertahankan nada ketusnya.

Tak menghiraukan Alika, Dirga berdiri dan kembali memesan tiga bungkus soto dengan tambahan satu bungkus es jeruk kemudian membayarnya. Setelah selesai, Dirga membawa satu kantong berisi pesanan sotonya ditangan kiri dan satu cup es jeruk ditangan kanannya lalu ia sodorkan pada Alika yang sedari tadi membuang muka walau sesekali ekor matanya melirik Dirga yang tinggi menjulang disamping bapak pemilik warung yang sedang mereka singgahi sekarang.

"Ayo," ajak Dirga.

Alika melirik sebentar kemudian meraih es jeruk yang disodorkan Dirga dan berlalu begitu saja. Lagi, kelakuan Alika membuat Dirga terkekeh.

"Marahnya mau sampai kapan?" Tanya Dirga saat mulai memundurkan mobilnya. Ia menurunkan jendela agar bisa memberi uang pada si tukang parkir yang membantu mobilnya kembali ke jalan raya, juga tak lupa mengucapkan terimakasih.

Tak kunjung mendapat jawaban, Dirga menyetel lagu dengan volume tinggi sesekali kepalanya mengangguk mengikuti alunan musik. Jarinya pun tak tinggal diam, ia ketukkan pada putaran stir mobil. Lagu Coldplay 'Viva La Vida' bergema diikuti suara Dirga yang ikut bernyanyi kecil.

Lantas, Alika menoleh. Benar, perempuan itu sontak menoleh dengan mata yang sedikit membesar seakan tak mempercayai kejadian barusan. 'DIRGA BERNYANYI'. Lelaki itu bernyanyi, maksudnya, bisa bernyanyi dan sialnya suaranya sangat sopan masuk ke telinga Alika.

Merasakan jika perempuan itu tengah menatapnya, Dirga ikut menoleh juga. Hanya beberapa detik sebelum matanya kembali melihat jalan di depan. "Kenapa?" Tanyanya. "Sudah selesai marahnya?" Lanjutnya kemudian mengecilkan volume bertepatan dengan habisnya lagu 'Viva La Vida' dan berganti 'My Universe' Coldplay x BTS.

Sial, kenapa harus lagu itu yang terputar? Alika tak bisa! Bukannya menjawab pertanyaan Dirga, dirinya lebih ingin ikut bernyanyi. Walaupun Alika Kpopers gen dua, lagu BTS tentu saja masuk list lagu yang menemani perempuan itu saat sedang bekerja. Dia tidak pilih-pilih, mana yang lagunya enak dan sopan masuk ke telinga akan ia masukkan dalam playlist, tidak peduli group tersebut berada di-gen keberapa.

Musik tiba-tiba saja dimatikan, tepat sebelum bagian reff menyapa indera dengar Alika. Dari sorot mata Alika, Dirga bisa melihat kekesalan perempuan itu. "Jawab dulu." Tuntutnya. "Marahnya sudah selesai?" Tanyanya ulang.

Terbaliknya Dunia DirgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang