XXI

629 80 12
                                        


"Tadi bagaimana?"

Seperti biasa, pertanyaan 'tadi bagaimana?' selalu menjadi kalimat pembuka Dirga saat Alika sudah duduk manis sembari memasang seat belt-nya. Dua kata yang mempunyai arti sebenarnya 'Bagaimana pekerjaan kamu hari ini?' karena seperti sebelum-sebelumnya, Alika selalu mengeluh tentang pekerjaannya, terlebih lagi dengan Pak Aryo yang suka sekali mencari-cari kesalahannya.

Huft, dasar tua bangka kejam!

"Hm.."

Dengan balasan seperti itu, tentu saja Dirga tahu jika perempuan itu merasa harinya di kantor tadi menyebalkan. Karena sebaliknya, jika Alika senang, otomatis perempuan itu sudah bercerita duluan bahkan sebelum pantatnya menyentuh jok disebelah Dirga.

"Kenapa lagi?" Dirga bertanya seiring lelaki itu mulai menjalankan mobil. "Dibelakang ada bolu titipan Karin. Karin berpesan bolu itu untuk Ayah, Ibu dan Alifa."

Alika siap menceritakan kesialannya hari ini, namun perkataan Dirga mengenai pesan Karin lebih menarik perhatiannya.

"Maksudnya, bolu itu cuma buat tiga orang? Aku nggak?" tanyanya sembari melirik paper bag cokelat di kursi belakang.

Dirga mengangkat bahu. "Coba kamu tanya sendiri ke Karin. Saya hanya menyampaikan pesannya tadi."

Alika berdecak. "Kamu dari sana?"

Dirga mengangguk. "Tadi saya antarkan Aletta pulang karena kebetulan saya sedang makan siang di dekat sekolahnya. Sekalian saja saya antarkan pulang. Sudah lumayan lama juga saya tidak bertemu Letta."

"Tau gitu tadi aku iyain ajakan kamu. Kangen Letta juga." cicit Alika.

Tadi Dirga sudah mengajak Alika makan di luar namun ditolak perempuan itu karena sudah membuat janji lebih dulu dengan Mbak Puteri yang tiba-tiba ingin makan sushi.

"Bukannya akhir pekan ini jadwal kalian kumpul-kumpul lagi? Diberitahu Karin tadi."

"Iya. Tapi aku nggak ikut kayanya. Sepupu aku nikah, aku diharuskan hadir."

"Sepupu?"

"Anak tante Rita, saudaranya Ibu. Mereka sekeluarga tinggalnya di Bandung."

Dirga mengangguk.

"Nikah muda, baru aja tamat SMA tahun ini. Tapi bukan by accident lho, ya. Maksud aku tuh, kok berani banget ya mereka? Mana calonnya juga masih muda, masih maba kata Ibu. Ini mereka mikir nggak sih kedepannya gimana? Dikira nikah itu seterusnya bakal enak doang apa?"

Mulai lah Alika dengan pemikiran julidnya yang kemana-mana.

"Mau makan apa mereka nanti setelah menikah? Belum lagi nanti kalau sudah punya anak? Lagian si cowok masih mahasiswa baru dan kabar dari Ibu, calon suami sepupuku itu belum ada kerja. Kuliah saja masih ditanggung orang tua."

Alika masih sibuk menyuarakan semua pemikiran julidnya sedangkan Dirga diam sebagai pendengar.

"Eh ini mau kemana?" Alika bertanya heboh ketika mobil yang dikendarai Dirga tidak melewati jalur ke arah rumahnya.

"Mampir ketemu Aletta sebentar."

"Ih, kok mendadak begini. Tau gitu kan singgah dulu beliin apa kek untuk Letta sama Al."

"Tidak perlu. Di bagasi belakang ada oleh-oleh untuk mereka. Saya selalu lupa. Mumpung ingat, sekalian saja."

"Okedeh." Alika mengambil ponsel dalam tasnya dan mulai scrolling gosip ter-update hari ini.

Cukup lama mereka terdiam dengan fokus masing-masing hingga Dirga kembali berbicara.

"Dengan pilihan menikah, otomatis kedua calon pengantin serta kedua keluarga tersebut sudah pasti memikirkan dengan matang kedepannya." ujar Dirga tiba-tiba menyahuti pembicaraan Alika tadi. Bahkan Alika saja sudah lupa jika saja Dirga tidak dengan tiba-tiba membahasnya lagi.

Terbaliknya Dunia DirgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang