XXIII

388 64 9
                                    


Alifa saja kesal bukan main saat salah seorang kerabat bertanya 'kapan nyusul?' kepadanya. Lalu, bagaimana dengan Alika? Perempuan itu bahkan sudah mendapati pertanyaan serupa dari lebih lima orang berbeda.

'Gue mau pulang'

Jika bisa merengek, kemungkinan tiga kata diatas yang pertama keluar dari mulut kakak beradik itu. Tapi kenyataannya, dua perempuan itu hanya menampilkan senyum, lebih tepatnya senyum palsu setiap kali ada keluarga yang menyapa mereka.

"Ibu belum mau pulang?" Alifa bertanya pada sang Ayah.

"Belum. Itu–––" Malik menunjuk istrinya, "Lagi ngobrol sama tante-tante kalian."

Ibunya memang seperti itu. Selalu heboh jika sudah bertemu keluarganya.

"Aku bosen, Yah. Pulang, yuk."

"Tunggu Ibumu. Masih asyik ngobrol itu."

"Ibu kalau nggak ditegur yang ada ngobrol sampai tahun depan, Yah."

"Yasudah, sana kamu samperin."

Alifa mendengus. Ke sana berarti sama saja masuk ke kandang bebek, alias siap ikut mendengar curhatan emak-emak yang panjangnya ngalahin sungai Amazon. Bukan hanya itu, Alifa bisa menebak kalau kehidupannya akan dikupas tuntas mulai dari percintaan juga masa depannya jika nekat ke sana. Big no! Lebih baik Alifa menunggu hingga Ibunya tersadar.

"Kamu deh, Kak, Samperin Ibu." Alifa menyenggol lengan kakaknya.

"Nggak ah, malas."

"Terlanjur badmood kan ditanyain kapan nikah? Kapan nyusul?" Alifa tertawa. Raut sebal sang kakak menjawab semuanya. "Makanya samperin Ibu, gih. Biar kita pulang sekarang. Makin lama disini, makin sering ntar kamu denger pertanyaan menyebalkan kek gitu."

Alika berdecak, hasutan Alifa rupanya mempan sebab kini kakaknya itu sudah bergabung bersama para kelompok Ibu-ibu yang ada di ujung meja belakang.

"Eh, Alika" Tina–––adik sepupu Ibunya lebih dulu memanggil dan menepuk kursi kosong disebelahnya. "Sini, Lik. Gabung sini."

Niat hati mengajak pulang sang Ibu, Alika malah terjebak dengan pertanyaan-pertanyaan kepo dari para tante-tantenya mulai dari pekerjaan hingga kisah asmaranya. Lihat, tebakan Alifa betul seratus persen

"Tante dengar, kamu punya pacar baru, ya?"

"Namanya Dirga, Tin. Pacarnya Alika yang sekarang" Rahma bertugas menjawab pertanyaan Tina saat Alika enggan menjawab.

"Kerjaannya opo toh, Mbak?" tanya Ayu–––adik sepupu Rahma yang lain.

"Kamu tanyain langsung gih ke yang pacaran." Rahma menunjuk Alika yang duduk diseberangnya.

Dari lirikan matanya, kentara sekali Alika protes. Namun Rahma, sang Ibu pura-pura tak melihat itu.

Dulu Alika pernah paparkan kalau Ibunya tipe orang tua yang tidak suka mencampuri kehidupan asmara anak-anaknya, tidak juga menuntut anaknya untuk segera menikah. Tidak pernah mendorongnya untuk segera ke pelaminan walau usianya sudah sangat matang untuk membina rumah tangga, ka? Alika pernah bilang seperti itu sebelumnya.

Itu dulu. Sebelum Dirga masuk di kehidupannya.

Dirga benar-benar berhasil mengambil hati kedua orang tuanya. Lihat saja, Ibunya seperti punya dua kepribadian saat ini. Dari yang tidak mengurusi percintaan anaknya hingga kini menjadikan Alika layaknya bola yang digiring menuju gawang. Sekarang malah terbalik, justru ayahnya jauh lebih kalem, tidak lagi ingin mengenalkan Alika pada anak dari teman atau kerabatnya.

"Pacarmu kerja apa, Lik? Mapan, nggak?" Kali ini Veni yang bersuara. Istri dari Omnya itu–––Om Rifan, saudara sulung Ibunya memang terkenal julid.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Terbaliknya Dunia DirgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang