III

967 94 23
                                    


Hanya tersisa Alika dibalik kubikel tempat kerjanya. Alika belum juga pulang padahal jam sudah menunjukkan pukul 7 malam kurang 15 menit. Bukan karena sedang lembur mengerjakan tugas, melainkan lanjut menonton drama yang kemarin belum selesai dia tamatkan. Sebenarnya bisa saja Alika pulang sesuai jam kantor, namun diurungkan karena dirumahnya sedang kedatangan tamu tak diundang bin tak tahu malu.

Notifikasi pada ponselnya membuat Alika menjeda tontonannya. Ia membaca pesan sang adik yang mengabari jika tamu yang dimaksud sudah pamit pulang. Rasa lega akhirnya menghampiri Alika setelah berjam-jam ia harus mengurung diri dikantor bahkan hingga langit sudah berubah warna menjadi gelap.

Setelah membereskan barangnya, Alika berjalan menuju lift dan memencet tombol disana. Baru saja ia bernafas lega, kini pasokan oksigen ke Paru-parunya terasa menipis kembali.

Kenapa kesialannya hari ini belum berakhir juga?

Dirga dengan muka datarnya menatap Alika yang belum juga melangkah masuk. Ditekannya tombol door hold agar pintu lift tetap terbuka, "Mau masuk atau menunggu lift berikutnya?"

Tanpa menjawab Alika berjalan masuk, hendak menekan tombol yang mengarahkan ke lobi namun dilihatnya tombol tersebut sudah ditekan sebelumnya, jadi Alika hanya menekan tombol tutup agar lift segera bergerak turun.

Tidak ada yang membuka percakapan diantara keduanya. Baik Alika dan Dirga, keduanya sama-sama diam. Jika Dirga diam karena memang dirasa tidak perlu bersuara, maka beda hal dengan Alika yang masih kesal dengan Dirga. Perempuan itu menganggap Dirga lah yang mengadu pada Pak Aryo tentang kejadian di lift tadi pagi.

Hingga lift terbuka, Alika keluar lebih dulu disusul Dirga dibelakangnya. Lagi, kesialan Alika masih berlanjut ketika rintik hujan perlahan mulai turun.

"Apes banget gue hari ini" gerutu Alika masih bisa didengar Dirga.

"Mau pulang?" Akhirnya Dirga bersuara. Alika meliriknya sekilas lantas menjawab dengan sewot "Nggak, Pak. Saya mau berkemah disini."

Dirga tidak membalas ucapan Alika. Lelaki itu sama dengan Alika, berdiri didekat pintu lobi sembari melihat rintik hujan yang mulai turun dengan deras.

Alika melirik Dirga yang masih bediri disebelahnya namun sedikit berjarak. "Saya mau nanya."

"Silahkan"

"Bapak yang ngadu ke Pak Aryo?"

"Mengadu apa?" Tanya Dirga heran.

"Yaa, ngaduin saya. Soal masalah di lift tadi pagi."

Dirga menggeleng. Satu tangannya masuk kedalam saku dan memiringkan posisi tubuhnya sedikit menghadap ke arah Alika. "Kerjaan saya terlalu banyak hanya untuk mengadu masalah seperti itu. Kalaupun kamu berpikir saya yang mengadu, lalu untuk apa saya memberi kamu masukan agar melapor ke HRD jika perbuataan orang tadi sekiranya merugikan kamu?"

Perkataan Dirga langsung mematahkan asumsi Alika saat itu juga. Otaknya kembali bekerja dan masih menerka-nerka siapa dalangnya hingga masalah receh tadi bisa sampai ke telinga Pak Aryo dan membuatnya diomeli habis-habisan.

"Berarti saya salah" ujar Alika pelan.

"Iya" Dirga berkata dengan enteng.

Alika melotot, ingin marah namun dia tak punya sebab yang mengharuskannya marah kepada Dirga. Harusnya Alika meminta maaf, namun dirinya terlalu gengsi. Biarlah, dilihatnya Dirga juga tidak ambil pusing.

"Lho, Pak Dirga."

Kang Arwan, security yang akrab Alika sapa dengan Kang Wawan berjalan menghampiri Dirga. "Bapak belum pulang? Ta kirain udah pulang, lho, Pak."

Terbaliknya Dunia DirgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang