24

294 31 16
                                    

Mark Lee membuka matanya, kemudian mengerjap sebagai upaya untuk memperjelas pandangannya. Ketika sudah cukup jelas –meski sedikit buram akibat minusnya– ia pun dapat menatap wajah perempuan yang tertidur tepat di depan wajahnya, hanya berjarak kurang dari sepuluh senti. Ini termasuk hal baru baginya. Melihat wajah tertidur istrinya ketika ia pun baru bangun dari tidurnya. Biasanya istrinya itu sudah berpenampilan rapi atau setidaknya sudah mandi ketika membangunkannya. Tumben sekali istrinya belum bangun.

Pandangannya segera mengalih pada jam digital yang menunjukkan pukul 4 pagi. Oh, masih ada waktu sebelum alarm istrinya biasanya berbunyi. Kini Mark kembali menatap istrinya. Dengkuran halus terdengar samar-samar sesuai ritme pernapasannya. Wajahnya yang cantik terlihat damai sekali. Mark mengusap pipi Shin Hye Sang dengan lembut. Menurutnya Shin Hye Sang memang sudah cukup sempurna untuknya. Sifat dan sikapnya baik, sopan, ramah, pekerja keras juga.

Ini sudah seminggu berlalu sejak Shin Hye Sang menanyakan hal itu padanya, dan kini Mark teringat lagi dengan pertanyaan itu. Ia pikir ia selalu mendapat jawaban yang sama setiap harinya. Bahwa ia sudah puas dengan Shin Hye Sang.

Ia memang tidak punya tipe ideal yang spesifik, dari fisik juga tidak terlalu mempermasalahkan, jadi Shin Hye Sang memang cukup pas untuknya. Dia tidak memiliki komplain. Oh, ada, sisi tertutupnya. Yah, ia juga tak ingin menuntut karena mereka berdua memang baru kenal kurang lebih satu bulan. Lambat laun mungkin Hye Sang akan terbuka padanya. Terlebih mengingat kejadian di bandara, sekarang eksistensinya cukup berpengaruh pada Hye Sang.

Mark beranjak duduk dengan hati-hati takut-takut membangunkan Hye Sang. Tetapi istrinya itu tetap bergeming, sepertinya nyenyak sekali. Mark tersenyum, kemudian merunduk, mengecup pipi Hye Sang yang tadi ia usap. Senyumnya bertambah lebar melihat Hye Sang sama sekali tak terusik. Ia jadi penasaran apa yang sedang diimpikannya.

Setelah mengecup pipi istrinya sekali lagi, Mark pun beranjak turun dari ranjang. Setelah mengenakan kacamatanya, pandangan Mark mengarah pada pigura besar yang berisi fotonya dan Hye Sang saat pernikahan. Di foto itu Shin Hye Sang yang mengenakan gaun putih merangkul lengannya sambil tersenyum pada kamera, begitu pula dengannya. Ia ingat Hye Sang yang menginginkan foto itu dipajang di kamar menghadap ranjang. Jadi setiap bangun tidur sejak lima hari yang lalu –ia dan Hye Sang memajang foto itu setelah dua hari ia kembali dari Amerika–, ia selalu melihat foto itu. Sedangkan di ruang tamu terpajang fotonya dan Hye Sang yang mengenakan pakaian tradisional Korea Selatan dengan pose formal menghadap kamera.

Saat hendak memajangnya, istrinya itu sempat menanyakan kebolehannya memajang di dinding.

"Memang boleh dipajang di dinding?"

"Boleh."

"Jangan bilang apartemen ini sudah jadi milikmu?"

"Memang sudah milikku."

"Sungguh? Kau membelinya?"

"Iya."

"Kenapa tidak beli rumah saja?"

"Karena di sini tempatnya strategis untuk kemana-mana, keamanannya juga sudah terjamin. Lagipula saat itu aku belum menemukan lahan kosong untuk membangun rumah. Kau mau kita beli rumah?"

That Day [Mark Lee]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang