~Happy Reading~
***
Satu sendok bubur berhenti tepat di depan bibir Jungkook yang masih terkatup rapat. Membuat Jira mengulum senyum teduh yang sekiranya bisa membuat Jungkook luluh dan mau memakan bubur dari suapannya.
Jungkook menatapnya lekat. Memindai setiap lekukan wajah Jira yang tampak penuh kelembutan sama seperti mendiang ibunya. Atensinya beralih pada bubur hangat yang kini ada di pangkuan Jira dengan satu sendok terulur di depan bibirnya, menunggunya untuk bergerak membuka dan menerima suapan pertama dari wanita lain yang kini menyandang status sebagai ... Mama.
Perlahan namun pasti, Jungkook mau bergerak dan menerima bubur itu. Rasa hangat langsung memenuhi mulutnya bersama dengan rasa gurih dan sedikit manis yang membuatnya sedikit candu. Rasa bubur ini hampir mendekati buatan Arra, meski tidak seratus persen mirip.
Oh iya, ini adalah hari kedua Jungkook istirahat total karena demamnya masih naik turun. Daejun dan semua kakaknya tidak mau mengambil resiko yang kemungkinan akan lebih buruk. Jadi, selesai acara malam itu paginya semua bergegas pulang agar Jungkook bisa istirahat dengan nyaman di kamarnya.
"Enak nggak?" tanya Jira yang sejak tadi menunggu reaksi dari Jungkook untuk menilai rasa bubur buatannya.
Jungkook mengangguk. "Enak, kok ... Ma." Jawabnya.
Jira tersenyum tipis melihat Jungkook yang masih sedikit ragu memanggilnya dengan sebutan Mama. Ia paham ada sesuatu yang sempat terjadi sampai membuat sikap Jungkook sedikit berubah padanya. Padahal setelah pertemuan mereka yang berakhir dengan makan di resto sore itu semua berjalan baik.
"Kalau Jihoon ngomong sesuatu yang nyakitin kamu, tolong jangan terlalu diambil hati, ya?" Jira menarik napas panjang. "Dia memang agak keras. Tapi sebenarnya dia seneng bisa jadi saudara kamu sama kakak-kakakmu." Wanita itu kembali menyendokkan bubur ke arah Jungkook yang kali ini langsung diterima.
Jungkook tidak merespon apapun. Hanya menikmati bubur yang memenuhi mulutnya dan berharap waktu segera berlalu.
"Sejak kecil, Jihoon udah ngeliat kelakuan kasar Papanya ke Mama." Jira mencoba untuk memulai cerita, meski Jungkook tidak meminta. "Dia jadi keras karena selalu liat Mamanya dipukuli. Nggak jarang dia jadi tameng dan akhirnya kena pukul sama Papanya. Jihoon nggak pernah ngeluh, dia selalu bilang nggak papa. Tapi Mama tau, dia dendam. Jihoon dendam sama Papanya."
Jungkook makin bungkam. Semua itu tidak pernah terjadi dalam hidupnya. Jangankan sebuah pukulan, ia dibentak saja tidak pernah. Seluruh anggota keluarga memperlakukan Jungkook dengan sangat hati-hati layaknya sesuatu yang paling berharga dan dijaga.
"Waktu Mama mutusin buat cerai, Jihoon adalah orang pertama yang teriak bahagia. Dia bahagia karena Mama bisa lepas dari Papanya yang jahat. Dia bahkan sampai nggak percaya lagi sama yang namanya Papa sampai akhirnya ketemu sama Papa kamu,"
"Ma–"
"Pertemuan awalnya nggak mudah karena Jihoon punya masa lalu yang buruk sama sosok Papa. Tapi, Papa kamu memperlakukan Jihoon dengan sangat lembut sampai menuruti semua hal yang Jihoon mau. Bahkan, sampai dikerjain sama Jihoon pun Papa kamu mau," Jira tertawa kecil mengingat bagaimana Daejun mencoba meluluhkan hati Jihoon agar bisa menikahinya.
"Tolong terima Jihoon. Dia cuma mau punya kenangan yang bahagia juga dihidupnya. Dia juga mau punya hidup seperti kamu, Jungkook." pinta Jira lembut.
Jungkook membisu tanpa bisa membalas satu pun kata yang Jira lontarkan sampai menjadi kalimat panjang. Ia tidak bisa membayangkan sesakit apa hidup Jihoon sejak kecil yang terus melihat ibunya menjadi sasaran amukan sang ayah.
![](https://img.wattpad.com/cover/354223859-288-k146336.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta [TERBIT]
FanfictionDia si prioritas 3 kakak kandung dan 3 kakak sepupu. Dia yang selalu jadi pusat kebahagiaan dan kasih sayang keluarga besar. Dia yang sejak kecil sangat dijauhkan dari hal-hal yang bisa memicu timbulnya rasa sakit pada tubuh dan hatinya. Terlalu sem...