Semesta [16]

1.7K 126 40
                                    

~Happy Reading~

***

Secarik senyum terpatri di wajah Seokjin ketika ia membuka pintu kamar Jungkook dan mendapati adiknya tengah duduk bersandar di kasur sembari menatap keluar jendela. Perasaannya lega saat mendengar dari Jira kalau Jungkook sudah membaik dan mau menghabiskan setengah mangkuk bubur hangat beserta susu, setelah semalaman membuat semua orang khawatir karena demamnya benar-benar tidak turun.

Tangan Seokjin mendarat di pucuk kepala Jungkook. Mengusapnya dengan sangat lembut dan membuat perhatian Jungkook dari jendela beralih padanya. Seokjin segera memperlebar senyum, menduduki sisi kosong di tepi kasur sembari menatap lekat wajah Jungkook yang masih sedikit pucat.

"Udah lebih baik, Dek?" tanya Seokjin lembut. Jungkook membalas dengan senyum tipis, kemudian mengangguk.

Canggung menyelimuti keduanya setelah masalah kecil yang belum sempat terselesaikan. Jungkook menautkan jemarinya dan mengusap-usap punggung tangan dengan ibu jari. Kentara sekali kalau dirinya bingung menemukan topik.

Seokjin meraih tangan Jungkook, mengurai tautan jemarinya dan menggenggamnya erat. Tangan kanannya yang bebas, mengusap pipi serta pelipis Jungkook sampai membuat sang adik menengadah dan membalas tatapannya.

"Hyung minta maaf," kata Seokjin lembut. "Maaf, karena Hyung nuduh kamu waktu itu. Maaf, karena Hyung nggak peka sama keinginan kamu. Maaf ... Hyung gagal lagi jaga kamu." sambung Seokjin.

Jungkook masih belum memberkan reaksi apapun. Netranya hanya menatap dalam manik mata Seokjin, jemarinya membalas erat genggaman Seokjin, namun wajah sendunya masih begitu kental. Membuat Seokjin sesak karena mengira Jungkook benar-benar kecewa padanya.

"Semalem Hyung jemput kamu di apart Yoongi, tapi kamu udah pergi. Hyung takut kamu kenapa-kenapa." ujar Seokjin lirih.

"Kamu pergi kemana? Semalem hujannya deras, banyak petir, anginnya juga kencang. Kalau Mama Arra tau kamu pergi pas cuaca buruk begitu, Mama Arra pasti histeris takut kamu kenapa-kenapa di luar sana,"

"Hyung..." Jungkook menelan salivanya susah payah. Kedua matanya bergetar sampai ia harus sedikit mengalihkan pandangan agar Seokjin tidak melihat gundah yang bergelayut di sana.

Seokjin menaikkan alisnya sembari mengikis jarak agar lebih dekat dengan sang adik. Dari jarak sedekat ini, Seokjin bisa melihat jelas beban pikiran yang memenuhi kepala Jungkook dan membuatnya bertanya-tanya tentang beban apa yang tengah dihadapi adiknya.

Jungkook menggigit bibir bawahnya pertanda ragu ketika kata dan suaranya sudah menggantung di ujung lidah. Perihal Mama Arra yang dulu membawa bayi ke rumah ini, apakah harus ia tanyakan pada Seokjin? Jarak usianya dengan Seokjin cukup jauh, jadi ketika ia lahir pun harusnya Seokjin sudah paham dengan apa-apa saja yang terjadi.

"Adek mau ngomong apa?" tanya Seokjin. Ia bertanya dengan suara kepalang lembut, tapi tetap membuat Jungkook tersentak dan menahan napas.

Jungkook tidak mengerti dengan pergolakan batinnya. Pikirannya ingin menanyakan apa yang ingin ia tanyakan, namun hatinya mengatakan tidak. Alhasil, kepalanya bergerak menggeleng pelan yang sukses membuatnya kesal.

"Sekolah lolos kejuaraan nasional." jawabnya asal.

Jungkook berteriak memaki dirinya sendiri yang dengan bodohnya malah mengatakan hal lain. Genggaman di tangan Seokjin menguat seiring dengan rasa kesalnya yang membuncah.

"Berarti kamu bakal ikut, kan?" tanya Seokjin.

Jungkook mengangguk kaku. "Tapi Mama ... Mama belum ijinin aku sekolah sampai beberapa hari kedepan, padahal lusa ada jadwal latihan basket buat persiapan kejuaraan nasional."

Semesta [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang