Semesta [28]

2.4K 173 134
                                    

~Happy Reading~

***

"Kondisi anak saya bagaimana?" Jira baru saja menduduki dirinya di kursi ruangan dokter ketika tidak mampu lagi membendung pertanyaan. Kepanikan jelas terpancar dari wajahnya kala melihat langsung kondisi Jihoon yang jauh dari kata baik dan masih belum sadarkan diri.

Dokter berwajah blasteran dengan name tag bertuliskan dr. Alexanders itu tersenyumm ramah, tangannya mengusap lengan Jira guna menenangkan wanita itu yang tampak gemetar ketakutan.

"Ibu tenang saja, saya sudah melakukan pemeriksaan menyeluruh dan syukurlah tidak ada luka dalam yang serius. Luka di kepalanya juga berhasil kami tangani dengan baik dan sekarang membutuhkan waktu beberapa hari untuk bisa pulih," ujar dokter itu memberi penjelasan yang langsung membuat Jira bernapas lega.

"Tapi untuk lebih memastikan lagi, kami akan memantau pasien sampai kondisinya benar-benar stabil. Untuk sekarang biarkan pasien beristirahat total, itu akan membantu proses penyembuhannya." sambungnya lagi.

Jira menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan sangat lega. Rasa panik itu agaknya sedikit bekurang karena penjelasan sang dokter yang mengatakan kalau Jihoon baik-baik saja. Padahal ia sudah panik karena Jihoon babak belur dengan napas putus-putus.

Selepas berbincang singkat mengenai kondisi Jihoon, Jira kembali keluar dari ruangan dan menemui Jihoon yang baru saja dipindahkan ke ruang perawatan. Di ruangan itu hanya ada dirinya sendiri, ia juga belum menghubungi Daejun karena merasa Daejun perlu menemui Jungkook dulu sebelum melihat kondisi Jihoon.

Biarpun sudah menikah dan Jihoon menjadi bagian dari salah satu jajaran putranya, Jira tahu kalau pusat dunia Daejun masih tetap Jungkook.

Jira mengusap surai Jihoon dengan sangat hati-hati. Memasang senyum manis menyambut kesadaran Jihoon yang kini tampaknya kembali. Kedua mata itu berkedip-kedip pelan, membiasakan cahaya terang dari lampu ruangan sampai akhirnya bisa menemukan presensi Jira yang dekat dengannya.

"Mama," desisnya tertahan.

Jira mengangguk. "Sudah lebih baik? Mau Mama panggilin dokter?" tanya Jira lembut sekali.

Jihoon menggeleng. "Di sini aja. Mama di sini aja."

"Iya, Mama di sini sama Jihoon," balas Jira.

Jira melihat jelas binar takut di pupil mata Jihoon. Membuatnya penasaran akan apa yang sebenarnya terjadi sampai Jihoon harus tebaring di ranjang pesakitan dengan kondisi semengenaskan ini. Ada satu hal sebenarnya yang membuat Jira semakin didekap takut.

Juyeon. Jira takut jika pelakunya adalah mantan suaminya. Orang yang bahkan pernah dengan sangat lancang mencekik Jihoon sewaktu Jihoon berusia dua tahun hanya karena anak itu menangis minta dibuatkan segelas susu.

"Kamu kenapa bisa begini? Hmm? Siapa yang bikin kamu begini? Papa Juyeon?" tanya Jira bertubi-tubi.

Jihoon tidak langsung menjawab. Matanya hanya menatap manik mata Jira dalam-dalam guna memberitahukan siapa pelakunya, namun ia tahu kalau itu jelas tidak akan sampai karena Jira tidak akan semudah itu percaya. Tapi, ia juga ingin membalas sampai tangan kirinya yang jauh dari jangkauan Jira kini terkepal kuat.

"J-Jungkook..."

•••

"Adek mau makan sesuatu?" Daejun menatap Jungkook penuh harap sembari mengusap sayang pelipis anak bungsunya yang terbangun tiga puluh menit lalu dan langsung melamun.

Taehyung memalingkan wajah, tidak mau melihat pemandangan yang sama seperti satu tahun lalu ketika ibunya baru saja meninggal. Batinnya terlalu lemah jika harus menghadapi situasi yang sama. Kehilangan keceriaan adiknya.

Semesta [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang