~Happy Reading~
***
"Udah lebih baik?" Namjoon menaikkan alisnya dengan jemari yang tidak berhenti mengusap surai Jungkook. Menunggu adiknya selesai menangis yang kini masih meninggalkan sesegukan kecil.
Namjoon belum membawa Jungkook pulang. Ia hanya membawa Jungkook duduk di mobil yang sengaja ia parkir di area parkir taman tak jauh dari pemakaman. Ia hanya berpikir Jungkook butuh sedikit ketenangan untuk menumpahkan segala resah yang bergelayut di pundaknya. Selama hampir dua jam yang Namjoon lakukan hanyalah membiarkan Jungkook menangis sepuasnya. Ia hanya akan sesekali bersuara dengan kalimat menenangkan yang sekiranya bisa sedikit membantu perasaan adiknya membaik.
Jungkook menggeleng pelan. Tangisnya yang semula reda, kini kembali pecah. Matanya sampai sakit karena terlalu banyak mengeluarkan air mata, lidahnya pahit, kepalanya sakit, juga kakinya yang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan membaik meski tidak digerakkan. Semua itu bercampur menjadi satu dengan perasaannya yang masih saja tidak bisa dia jabarkan seperti apa rasanya.
Iri?
Sedih?
Kesepian?
Marah?
Kesal?
Atau justru ... takut?Jungkook tidak tahu. Ia benar-benar buntu dan tidak tahu harus mengatakan apa. Ia takut salah bicara yang nantinya justru akan berujung dengan kesakitan lainnya.
Namjoon tersenyum sendu. Jemarinya kembali mengusap pucuk kepala Jungkook dengan hati-hati. "Apa yang ada di kepala Adek? Apa yang mengganggu? Apa yang jadi beban Adek sekarang? Mau berbagi sama Hyung?" tanyanya lembut.
Jungkook menatap Namjoon dengan tangisnya yang sesegukan. Netranya yang buram mencoba untuk menatap dalam manik legam Namjoon dan mengirim telepati yang Jungkook pikir akan mudah dimengerti Namjoon kalau memang Namjoon adalah kakak kandungnya.
"Sakit banget?" Namjoon bertanya lagi.
Jungkook mengangguk cepat. Sisi kecil hatinya bersorak senang karena Namjoon sedikit mengerti apa yang ingin ia sampaikan.
"Mau cerita sama Hyung? Berbagi sama Hyung sakitnya?" Namjoon menepis linangan air mata di pipi Jungkook yang sebenarnya sia-sia, karena air mata itu terus turun tanpa jeda.
"Jangan kemana-mana, Hyung..." Hanya kata itu yang mampu Jungkook ucapkan untuk mewakili segala perasaan tidak menentu yang membenaninya.
"Hyung nggak kemana-mana," balas Namjoon lembut.
"Jangan kemana-mana, Hyung." Lagi. Hanya kata itu yang keluar. Membuat Namjoon termenung dengan maniknya yang terkunci pada manik mata Jungkook yang sekarang terhalang liquid bening cukup tebal.
Namjoon menelan salivanya kala menyadari sebuah luka dari sorot mata adiknya. Begitu jelas dan menampar sampai membuat jantungnya berdentum cukup keras. Apa yang sudah ia lewatkan tentang adiknya? Apa sesibuk itu dirinya sampai lupa kalau ada adik kecil yang dititipkan mendiang ibunya untuk dijaga dengan baik?
Satu anggukan ragu Namjoon perlihatkan yang terasa seperti mantra magis karena tangis Jungkook secara perlahan mereda. Senyumnya ia paksa untuk lebar, jemarinya mengusap pelan pipi basah yang kini terasa lebih hangat dari sebelumnya. "Iya, Hyung di sini sama Adek." ucapnya.
Jungkook tidak memberikan reaksi apa-apa. Hanya menatap Namjoon dengan kepala bersandar sepenuhnya pada sandaran jok. Sesegukan kecil masih terus terdengar tanpa bisa ia cegah sebab rasanya masih sesak, meski sudah mendengar jawaban Namjoon yang lebih menenangkan.
Namjoon memperhatikan lekat wajah Jungkook yang kini mulai membaik. Atensinya beralih pada jok belakang yang terdapat box donat pesanannya satu jam yang lalu. Diraihnya box donat itu, membukanya perlahan, lalu mendekatkan pada Jungkook untuk memperlihatkan setengah lusin donat dengan toping cokelat yang mendominasi dan dua donat dengan toping glaze matcha dan cappucino untuk dirinya yang tidak terlalu menyukai cokelat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta [TERBIT]
FanfictionDia si prioritas 3 kakak kandung dan 3 kakak sepupu. Dia yang selalu jadi pusat kebahagiaan dan kasih sayang keluarga besar. Dia yang sejak kecil sangat dijauhkan dari hal-hal yang bisa memicu timbulnya rasa sakit pada tubuh dan hatinya. Terlalu sem...