Note: Sediakan teh panas beserta cemilan. Dimohon untuk rileks dan tenang ketika membacanya. Tapi kalo tetep meledak silahkan lempar teh panasnya☺️😌🙏
~Happy Reading~
***
Kedua tangan Jungkook bertaut sangat erat ketika berhadapan langsung dengan Seokjin yang kini berdiri tepat di hadapannya. Ada sinyal buruk yang dirinya tangkap dari aura kakak sulungnya itu dan tentunya juga didukung oleh kondisi wajah Jihoon yang tampak memar karena pukulan tangannya sendiri.
"Siapa yang ngajarin kamu begitu?" Suara Seokjin pelan, namun tegas. Membuat Jungkook tersentak lalu mundur selangkah ke belakang. "Makin gede, kok, makin nakal? Mama sama Papa nggak pernah ngajarin kamu pukul orang. Namjoon sama Taehyung yang lebih keras kepala dari kamu aja nggak pernah Hyung denger laporan mereka mukul orang. Kamu kok bisa mukul saudara sendiri?!" Seokjin menarik napas panjang, tersadar oleh suaranya yang meninggi dan membuat kepala Jungkook menunduk dalam.
Suasana rumah yang sepi karena Jira masih di kantor, Taehyung juga masih kuliah, dan Namjoon yang mengatakan hari ini menginap di studio, membuatnya terasa semakin mencekam. Seokjin memang berusaha meredam amarah, namun tetap saja auranya sampai pada Jungkook yang sejak tadi hanya diam tak berani bersuara.
Getaran halus terlihat di kedua tangan Jungkook yang semakin erat tertaut. Ekor matanya melirik untuk mendapati presensi Jihoon yang tengah duduk di sofa sembari menyedot satu kota susu strawberry dingin. Ada benci yang perlahan benar-benar hadir dalam dirinya untuk saudaranya. Sebuah perasaan yang semula gamang karena memikirkan banyak hal dan kemungkinan yang ia kira bisa berubah seiring berjalannya waktu.
Namun, kenyataan yang kini ia ketahui dan hadapi secara langsung membuatnya seketika muak. Ia sadar akan satu hal yang akhir-akhir ini selalu menjadi pertanyaan besar di kepalanya. Bukan, bukan tentang statusnya di keluarga ini yang benar atau tidak. Tetapi, tentang perubahan sikap yang ditunjukkan kedua kakaknya yang ia kira memang hanya sedang lelah dan tidak bisa berpikir jernih untuk bersikap bijak pada situasi.
Jihoon merubah semua hal tentangnya dengan kepalsuan. Jihoon mengganti semua memori baik di kepala orang-orang dengan memori buruk yang sebenarnya palsu belaka. Jahat! Jungkook kehabisan napas sebab sesak yang kembali menjerat dadanya dengan fakta lain yang sama sekali tidak pernah ia sangka.
Apa? Apa yang Jihoon cari sampai tega melakukan semua ini?
Kebahagiaan?
Semesta yang tidak pernah dia miliki selama hidupnya?
Lalu, kalau itu yang dia cari, kenapa dia HARUS merusak Semesta milik orang lain untuk mendapatkannya?
Jungkook sudah mencoba berbagi semestanya sejak awal kedatangan Jihoon. Mengulurkan tangan dengan senyum tulus yang ia kira akan disambut baik dengan jabatan tangan lembut dan hangat sebagai sesama saudara baru. Jungkook sudah merelakan posisi ibunya terganti, menurunkan restunya dengan begitu mudah sebab memikirkan banyak hal, mulai dari kebahagiaan sang ayah sampai kebahagiaan Jihoon yang ia dengar memiliki kisah kelam. Ia sudah sangat berbaik hati untuk membagi semesta yang ia punya dengan Jihoon, namun sepertinya Jihoon benar-benar menginginkan semuanya.
Egois. Jungkook menyadari kalau Jihoon selain memiliki rasa iri yang begitu besar, Jihoon juga memiliki ego yang begitu pekat. Tampak sangat mengerikan dengan seringai puas yang kini menghiasi wajah lebamnya.
"Mau jadi jagoan? Jadi preman? Hyung udah milih diam biar nggak lampiasin marah ke kamu, kasih kamu waktu buat berpikir apa kesalahan kamu. Tapi, kamu nggak ngerti, malah berbuat kesalahan lain yang membuat Hyung makin nggak percaya kalau kamu udah bukan Adek yang Hyung kenal!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta [TERBIT]
FanfictionDia si prioritas 3 kakak kandung dan 3 kakak sepupu. Dia yang selalu jadi pusat kebahagiaan dan kasih sayang keluarga besar. Dia yang sejak kecil sangat dijauhkan dari hal-hal yang bisa memicu timbulnya rasa sakit pada tubuh dan hatinya. Terlalu sem...