~Happy Reading~
***
"Kondisinya sudah baik-baik saja, luka di kepalanya tidak terlalu parah dan cuma butuh beberapa jahitan. Pasien hanya perlu istirahat untuk beberapa hari ke depan."
Seokjin mengangguk paham, jemarinya mengusap pelan kepala Jihoon yang kini berbalut perban. Perasaannya lega mendengar penjelasan dokter tentang kondisi Jihoon yang tidak terluka terlalu parah.
"Hyung senang kamu baik-baik aja," kata Seokjin lembut.
Jihoon hanya menatap Seokjin polos. Pikirannya berkecamuk dengan banyaknya cabang yang kini membuat pening di kepalanya tidak kunjung hilang.
"Papa sama Mama udah flight buat balik setelah dengar kabar ini." Seokjin bersuara lagi.
Jihoon tersenyum tipis mendengarnya. Orang tuanya baru saja pergi, bahkan sedang transit, namun memutuskan segera kembali setelah mendengar kabar buruk tentangnya. Hati Jihoon tiba-tiba menghangat.
Dulu, ketika ia sakit tidak ada yang peduli. Hanya Jira yang terus berusaha melindunginya setiap kali Juyeon memberikan luka baru dan dia melindungi Jira dari amukan Juyeon. Sakitnya selalu sembuh sendiri tanpa sedikitpun kelembutan dan perhatian dari orang lain.
"Kamu mau cerita sama Hyung nggak tentang kronologinya?" tanya Seokjin.
Jantung Jihoon berdentum mendengar pertanyaan yang bahkan belum dia persiapkan jawabannya, karena sama sekali tidak sempat. Kepalanya yang sakit mencoba memikirkan jawaban yang sekiranya tepat untuk dirinya.
Pandangan Jihoon berpendar kesekililing, menyadari kalau di sini tidak ada sosok yang tadi melindunginya dari lemparan vas bunga.
Seokjin yang melihat gelagat Jihoon segera menyentuh bahu adiknya itu dan membuat mereka kembali bertatapan. "Kamu cari apa?" tanya Seokjin.
"Jungkook," jawab Jihoon ragu.
Seokjin menghela napas sedikit berat. "Jadi bener kamu berantem sama Jungkook sampai kejadian kayak gini?"
Mata Jihoon bergetar, alisnya berkerut tanda bingung, kenapa Seokjin menyimpulkannya seperti itu. "B-bukan, Hyung..." sangkalnya ragu.
"Kalau bukan, ayo ceritain kronologi pastinya sama Hyung. Tadi Jungkook juga sama, nggak bisa jawab pertanyaan Hyung kayak kamu sekarang." cecar Seokjin.
Jihoon bimbang setengah mati. Menceritakan kronologi sebenarnya pada Seokjin bukanlah pilihan yang tepat, tapi mengiyakan tebakan Seokjin juga tidak tepat. Sekarang saja posisi Jungkook hampir berada di ambang batas merah yang membuatnya benar-benar ingin mengamuk karena tidak bisa mencegah.
Sebuah bayangan terlintas, seandainya ia memilih jujur mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana paniknya Seokjin dan saudara yang lain, Papa dan Mama yang juga akan semakin panik serta mencemaskan Jungkook. Semua perhatian yang sebentar lagi ia dapat akan lenyap dalam satu detik jika semua mengetahui kalau Juyeon datang dan bertemu langsung dengan adiknya.
Jihoon menggeleng. Tidak ingin itu terjadi, tidak ingin perhatian Seokjin yang hari ini tertuju padanya kembali diambil alih oleh Jungkook. Tetapi, kalau ia mengiyakan tebakan Seokjin yang akan terjadi pada Jungkook ke depannya juga sama saja buruk.
Tangan Jihoon meremas selimutnya kuat, menimbang apa yang harus ia pilih dari beberapa opsi yang kini bersarang di kepalanya dan saling melambai ingin dipilih sebagai alasan untuk menjawab Seokjin.
"Jihoon—"
"Rampok." jawab Jihoon cepat dan asal.
Air wajah Seokjin seketika berubah mendengar jawaban Jihoon yang bahkan tidak pernah terlintas di kepalanya sebelumnya. "Maksudnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta [TERBIT]
FanfictionDia si prioritas 3 kakak kandung dan 3 kakak sepupu. Dia yang selalu jadi pusat kebahagiaan dan kasih sayang keluarga besar. Dia yang sejak kecil sangat dijauhkan dari hal-hal yang bisa memicu timbulnya rasa sakit pada tubuh dan hatinya. Terlalu sem...