42 - BLOOD AND TEARS

41.5K 1K 15
                                    

"Elia"

Garry memasuki pintu depan villa sembari menyeru nama Elia. Ia mengulangi beberapa kali lagi namun saat ia melangkah masuk hingga ruang tengah tetap tak ada jawaban.

Garry lantas mengambil inisiatif untuk menaiki tangga ke lantai dua. Ia pun menjejakkan kakinya hingga berada di ambang pintu kamar tidur Elia.

Ia meraih gagang pintu kamar yang setengah terbuka dan mendorongnya.

"Elia..." ucapnya lagi dengan melongok ke dalam.

Sesampai di dalam kamar Elia, Garry lantas melihat sosok yang ia cari tengah berdiri di depan jendela. Elia tampak memandangi pemandangan luar dengan rambut panjangnya yang berkibar pelan tertiup angin. Dan tak lama setelah menyadari kehadirannya, Elia pun menoleh. 

"Kak Garry..." Elia menggumam lirih kala menyambut kedatangan Garry yang tiba-tiba. Ia cukup terkejut begitu mendapati sepupu suaminya sudah berada di dalam kamarnya.

Garry mendengus lega melihat Elia tampak seperti biasa. Ia lalu perlahan maju menghampiri Elia. Ia pun segera menanyakan keadaan gadis itu sesampai di hadapannya.

"Lo gak kenapa-napa kan? Kenapa gak angkat telfon gue? Lo juga gak balas chat gue. Lo baik - baik aja?" serbu Garry dengan pandangan lembut bercampur khawatir saat memindai Elia.

Elia mengerling Garry sedetik lalu merapatkan bibirnya. Ia tak bersuara, mengangguk maupun menggeleng demi menjawab keingintauan Garry. Padahal siang itu ia jelas masih tak baik-baik saja.
Usai dua hari lalu Adrian menyakitinya, rasa sakit dan luka-luka itu masih samar ia rasakan.

Karena tak mendengar jawaban pasti, Garry pun memutuskan menelisik Elia dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dan tatapannya kemudian berhenti pada pergelangan tangan Elia. Dengan mengerutkan dahi ia meraih satu tangan kiri Elia dan lanjut menelitinya.

Garry menahan nafas.
"Who did this to you?" geramnya sembari menatap Elia penuh sesal. Melihat bekas jeratan berwarna merah keunguan di kedua pergelangan tangan Elia perlahan tapi pasti mulai menyulut api amarahnya. Ia seketika dapat membayangkan kekejian macam apa yang telah Elia alami.

Elia masih membisu.

"Adrian yang lakuin ini?" Garry melirih iba.

Lagi-lagi Elia diam tak membantah maupun mengiyakan.

"Kenapa lo diam aja, El...? Benar Adrian yang lakuin ini ke lo? Jujur sama gue" Garry mendesak agar Elia bersikap terbuka.

Mata Elia pun berkaca-kaca ketika Garry terus menatapnya penuh simpati.
Garry lalu menyibak rambut Elia ke belakang dan melihat bekas hickeys yang masih nampak membiru di kulit leher dan dada Elia.

"Benar-benar bajingan" Garry memejamkan matanya lalu segera keluar kamar.

*

"Adrian!" Garry berteriak sambil mendobrak pintu kamar tidur Adrian. Namun ternyata kamar Adrian kosong tak berpenghuni dan Garry pun segera menuju lantai bawah untuk mencari sepupunya.

"Adrian!" Garry menyeru lagi. Ia kemudian menuju dapur dan disana ia melihat Adrian sedang meneguk segelas air putih. Entah apa yang baru saja Adrian lakukan tapi pria itu tampak kehausan dan kaos putihnya basah oleh keringat.

Adrian yang sejatinya baru selesai membenahi basement villa seketika menoleh pada Garry yang kini dengan cepat maju menghadangnya.
Belum sempat ia berkata, Garry tau-tau menarik kerah kaosnya.

"What have you done?" cecar Garry langsung pada Adrian.
"Lo apain Elia?" Ia menatap nyalang sepupunya itu.

Adrian segera menepis tangan Garry yang tengah menarik kaosnya.
"Beraninya lo sentuh gue" desis Adrian angkuh.

Hold Me With Your Lies [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang