2

718 76 8
                                    

"Hansel bangun! Udah jam berapa ini? Ayo bangun kuliah!"

Matanya mengerjap dengan memegang dadanya. Ketukan kasar dari luar tidak pernah lupa setiap hari. Hal ini sudah biasa baginya terutama setiap hari kerja yang berhubungan dengan kegiatan kuliahnya. Dirinya selalu saja dimanfaatkan oleh keadaan.

Semakin ia membiarkan ibunya yang menggerutu di depan kamarnya. Namun, semakin keras ketukan pintu yang dilakukan oleh ibunya. Suara ketukan itu mungkin terdengar hingga satu rumah.

Hansel hanya bisa menghela nafas lega. Pada akhirnya ibunya telah pergi tanpa meninggalkan kesan marah kepadanya. Ia sebenarnya merasa sangat lelah dengan keadaannya. Rasa sakit masih menyita perhatiannya untuk saat ini.

Matanya kembali tertutup dalam sekejap. Rasa lelah membuatnya tidak bisa melakukan apapun untuk saat ini. Namun, ia masih bersyukur setidaknya tidak demam pada saat ini. Tuhan ternyata masih memiliki belas kasih kepada umatnya.

Klik

Dengan sekali putar, pintu itu terbuka cukup lebar. Di depan pintu memperlihatkan seorang wanita paruh baya yang tengah marah. Di tangan wanita itu terdapat sebuah gayung yang berisikan air.

Adanya gayung yang berisikan air dingin. Ibu Hansel masuk ke dalam kamar dengan langkah yang memancarkan kemarahan. Meski wajah Hansel dipenuhi dengan banyak lebam. Wanita tua itu terlihat tidak mempunyai belas kasih. Dengan tindakan yang sangat kasar, air itu mengenai wajah putra sulungnya.

Hansel terbangun tiba-tiba dengan memegang kepalanya yang menjadi pusing. Wajahnya memperlihatkan rasa terkejut tatkala melihat sang ibu yang berdiri di samping kasur dengan ekspresi marah. Di matanya hanya memperlihatkan pancaran kebingungan dan penuh kecewa. Tanpa mengatakan apapun, ia hanya melepaskan tawa miris yang muncul dari bibirnya sebagai respons atas tindakan ibunya yang semakin di luar batas.

"Ibu duplikat kunci kamar Hansel?" tanya Hansel dengan raut wajah tidak percaya.

"Iya, itu karna salah kamu sendiri! Sekarang bangun bantu Ibu buat kue!"

Hansel hanya diam tanpa mengikuti perintah ibunya. Ia justru kembali tidur seolah-olah ibunya sedang tidak ada di dalam kamarnya. Ia kembali memejamkan matanya merasakan nikmatnya di atas kasur.

Tindakannya justru menarik rasa marah ibunya. Ia sudah tahu konsekuensi yang akan didapatkan dirinya jika melawan perkataan ibunya. Alhasil ia tidak terlalu terkejut lagi jika ibunya menarik kasar tangannya.

"Ibu nggak liat Hansel sakit! Cuman kali ini aja Hansel pengen istirahat dengan tenang, Bu!!" tegas Hansel memohon pada ibunya, wajahnya penuh ekspresi kelelahan.

Ibu Hansel mengabaikan permintaannya dengan dingin, "Kamu pikir aku peduli? Kamu harus tetap bekerja, Hansel, tanpa alasan bodoh seperti itu!"

Hansel ditarik ke luar kamar, bahkan ia hampir tersungkur jika tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. Kepalanya yang sudah pusing justru semakin bertambah pusing melihat perlakuan ibunya. Ia mendesis pelan semakin dibiarkan ibunya semakin kasar tatkala bertambah umur sangatlah tidak sadar umur.

Hansel menepis tangan ibunya dengan menatapnya datar. Ia tampak mengelus pergelangan tangannya yang terlihat memerah tanpa sadar. Ia cukup menyeringai sekali dan itu membuat ibunya tampak terkejut.

"Menurut Pasal 12 UDHR, masuk tanpa izin bisa dianggap perbuatan ilegal, meski itu ibu sendiri. Jadi Ibu nggak bisa seenaknya apalagi putra ibu udah besar," ujarnya Hansel mantap, matanya menatap tajam seolah menegaskan batasan yang harus dihormati.

Namun, tak ayal ibunya justru menarik tubuhnya dengan kasar. Ia hanya bisa pasrah karena perilaku ibunya. Hal ini merupakan perlakuan yang membuatnya menjadi semakin tambah kurang bersimpati dengan ibunya.

###

Di tangannya terdapat beberapa kue. Kue manis yang tampak nikmat itu hanya dibawa tanpa dilakukan apapun. Kue yang seharusnya dikasih kepada penjual di kantin justru dibawa dirinya.

Kakinya ia bawa menuju ruangan yang terlihat dijaga oleh satu orang. Ia tidak mempersulit hal itu begitu saja. Cukup dengan memberikan sebuah kue untuk menutup mulut dari penjaga.

"Tolong buka rekaman di depan gudang gedung FISIP lama pukul 17.08 WIB," ucap Hansel dengan wibawa yang meminta dengan sikap yang tenang tanpa tergesa-gesa.

Sembari duduk di depan layar monitor CCTV. Hansel mengamati video itu dari detik ke detik yang lain untuk tidak meninggalkan bukti apapun. Pada di detik-detik terakhir, ia menemukan sebuah keanehan dan orang yang dikenal masuk ke dalam gudang juga sesuatu lainnya. Dengan menyeringai kecil, ia mencari penjaga keamanan untuk meminta salinan video itu.

"Ini hadiah buat Bapak dan rekan yang lain," ucap Hansel dengan memberikan satu keranjang yang berisikan kue.

"Baik, Den. Diterima hadiahnya!"

Hansel tersenyum dengan menatap ponselnya. Kali ini ia pastikan para pemuda itu bisa mendapatkan yang setimpal. Jika tidak bisa ia hanya bisa bermain dengan cara licik sama, seperti yang mereka lakukan kepada dirinya.

Ia mengirimkan isi video itu kepada seseorang. Kemungkinan besar ia akan dipanggil oleh seseorang bersama para lelaki itu. Namun, ia tidak akan pernah takut dengan apapun selama dirinya tidak bersalah. Kali ini ia akan berani untuk haknya yang seharusnya dilindungi oleh hukum.

Tidak lama setelah tiga jam video itu dikirim. Ia ditarik oleh seseorang yang lewat. Ia hanya diam saja waktu orang itu menarik tubuhnya. Ia yakin kebenaran akan segera diungkapkan dan kejahatan akan kalah. Namun, ternyata sangatlah naif karena di dunia ini tidak ada yang namanya keadilan hanya ada kekuasaan.

Waktu ia masuk ke dalam ruangan Wakil Dekan 3, ia mengira dirinya akan mendapatkan sebuah keadilan. Panggilan itu ternyata berujung dengan kedatangan ibunya dan bapaknya yang menatap dirinya penuh kemarahan. Harlan dan teman-temannya juga berada di dalam ruangan, tetapi mereka memberikan senyuman yang tampak meremehkan dirinya.

"Hansel maksud kamu apa?!"

Hansel tersenyum simpul, ia bahkan belum duduk tapi sudah mendapatkan tudingan dari Wakil Dekan 3. Akhirnya ia berdiri dengan memberikan senyuman terbaik kepada petinggi kampus yang ternyata turut berhadir. Ia cukup miris kepada petinggi kampus yang masih sempat meluangkan waktu untuk kasus lelaki itu.

"Seperti yang Prof tahu saya hanya ingin meminta keadilan saja. Saya tidak ingin meminta apapun," jawabnya yang berusaha dengan memilih kata sopan agar tidak menyinggung petinggi kampus.

Belum mendapatkan jawaban yang sesuai dari petinggi kampus. Ia justru mendapatkan sebuah tamparan keras. Ia menatap ibunya yang memberikan tamparan kepada dirinya. Padahal putranya sedang berjuang meminta keadilan untuk dirinya.

"Minta maaf kepada petinggi kampus juga teman kampus kamu!" teriak ibunya dengan menatap tajam Hansel.

Hansel tidak menjawab melainkan tertawa keras yang membuat semua orang di ruangan menjadi kebingungan. Ia menatap tajam ibunya dengan mendecih pelan. Ia menunjuk wajah Harlan dengan menatap wajah ibunya.

"Kita emang miskin, Bu! Tapi Hansel nggak terima harga diri ini dihina, Bu! Putra ibu yang disuruh minta maaf selama ini dibully sama pemuda bejat itu!" murka Hansel yang masih menunjuk wajah Harlan. "Sampai kapanpun Hansel nggak akan pernah minta maaf walaupun ajal Hansel diujung kuku!"

Hansel keluar dari ruangan dengan menahan amarah yang lebih. Ia masih mempunyai rasa hormat kepada orang tua yang ada di dalam agar tidak melakukan kekerasan. Ia juga masih tahu hukum bagi orang miskin agar tidak membunuh para pemuda itu.

"Hansel!"

"Hansel balik kamu!"

###

Jangan lupa vote dan komen :v
Waah, aku kembali lagi😭
Setelah lama nggak nulis🤧
Kadang keluarga sendiri yang jadi pembunuh mental👀
Lanjut!!

Dendam ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang