23

510 55 12
                                    

Cairan amis berada di wajah Hansel. Hansel mengelap wajahnya yang tampak lengket. Sebuah cairan kuning dan kulit berwarna cokelat. Ternyata yang mengenai wajahnya itu sebutir telur mentah.

"Heh, anak anjing, ya! Kita baik-baik datang ke sini malah lo lempar telur. Padahal enaknya dimakan itu!" teriak Yolan dengan menyingsing bajunya ingin bertengkar.

Hansel dan Arka menahan tubuh Yolan. Mereka masih harus tinggal di sini untuk menyelesaikan pengabdian masyarakat. Mereka juga harus menjaga nama baik universitas jika tidak ingin dihukum yang lebih berat.

Warga desa tampak menatap mereka dengan tidak suka. Dilihat dari mereka memperlakukan dan tatapan tajam. Mereka memang tidak mengerti perkataan yang diberikan warga desa, tetapi itu menunjukkan rasa tidak suka.

Namun, dibalik suasana tegang samar-samar Hansel mencium feromon seseorang. Ia membalikkan tubuh melihat Harlan yang menatap para warga dengan dingin tidak seperti tatapan mengejek. Feromon samar itu sepertinya hanya bisa dirasakan olehnya karena indera penciumannya lebih tajam dibandingkan yang lain.

"Yolan udah lo harus berhenti. Saat ini emosi Harlan naik-turun. Kita nggak boleh biarin feromon lelaki itu ngebuat gempar lagi," bisik Hansel dengan menepuk pundak Yolan.

Yolan berhenti dengan napas terburu-buru. Ia menatap ke arah Harlan yang berdiri di barisan belakang. Tatapan seram itu tidak pernah ia lihat selama bermasalah dengan lelaki itu.

"Astaga, sudah bantah! Mereka di sini cuma handak malaksanakan pangabdian di desa kita. Jadi kita sama-sama harus saling manghargai," ucap Ahen dengan menatap warga desa yang terlihat tidak memberi ampun kepada pihak pendatang.

"Mereka duluan nang kada tahu diri! Mereka tinggal di desa kita, tapi balum sahari sudah mangganggu katantaman desa. Mereka sudah mancariak anak-anak di desa sasakit karana mamakai feromon kuat di malam hari!"

"Feromon? Oh, kejadian malam tadi," celetuk Harlan berjalan maju dengan mendorong tubuh Hansel yang menghalangi jalannya. "Baik, jika begitu saya meminta maaf atas tindakan malam tadi. Saya kehilangan kendali karena malam tadi bulan serigala dengan purnama total. Sekarang saya sudah bisa mengendalikannya."

Warga desa yang mendengar seketika menatap satu sama lain. Memang benar malam tadi adanya bulan serigala, apalagi mereka tinggal di atas bukit. Cahaya lebih terang bersinar di desa mereka dan itu merupakan hikmah bagi desa mereka.

“Gimanah para warga? Panjilasan ini apa sudah bisa ditarima baik-baik?” tanya Ahen dengan tersenyum puas. Jika begini mereka tidak harus menumpahkan darah lagi.

Namun, sepertinya para warga desa tidak semudah itu melepaskan mereka. Para warga yang ada di sana membuat barisan menyerang. Mereka mulai mengeluarkan feromon yang sangat kuat.

Miko dan Yolan seketika terjatuh dengan mengeluarkan isi perutnya. Hansel, Arka, Jay, Galen, Ravin, dan Varo terjatuh dengan berlutut di depan para warga. Tekanan kuat dari para warga merasa jika kekuatan ini lebih jauh dibandingkan Harlan.

Mata Hansel sedikit buram karena tekanan begitu kuat. Ia samar-samar mendengar suara Harlan yang berteriak kepada para warga desa. Ia mencium feromon yang lebih kuat dan menakutkan, seketika matanya menjadi gelap dan dirinya pingsan.

Harlan melihat para sahabatnya yang pingsan begitu juga geng Hansel. Ia menatap ke arah para warga dengan mata amber dengan salah satu mata kanannya berwarna merah darah. Lalu juga taring gigi muncul.

Dalam kegelapan yang pekat mata merah menyala itu menatap tajam memancarkan aura misterius dan menakutkan. Sebuah tato merah darah menghiasi wajah Harlan dengan garis-garis tajam dan bentuk serigala yang kompleks mencerminkan kekuatan dan ketabahan. Setiap detail dari tato itu seolah memiliki cerita sendiri menceritakan kisah perjuangan dan penderitaan.

Para warga seketika dibuat berlutut di depannya. Feromon yang sangat kuat membuat angin-angin berhembus kencang dan petir merah terus bermunculan. Fenomena yang sama sekali tidak pernah mereka temukan. Biasanya feromon desa mereka tidak ada yang bisa melawan.

"Monster!!"

***

Semuanya berada di dalam rumah. Mereka berdelapan terbangun dengan sangat terkejut. Mereka dikelilingi bau feromon kuat, tetapi berbeda dengan sebelumnya. Feromon kali ini lebih kepada melindungi mereka.

"Kalian udah bangun?"

"Anjing, siapa lo?!" teriak Galen dengan menjauh dari lelaki itu.

Galen terkejut karena melihat seorang pria yang tampak, seperti monster. Semuanya tampak menjauh, kecuali Hansel. Hansel sepertinya mengenal lelaki itu baik dari bentuk tubuhnya juga suaranya.

Hansel berjalan mendekat kepada lelaki itu. Ia tertegun menatap lelaki itu. Lelaki itu ternyata Harlan yang berubah bentuk. Ia baru kali ini melihat seseorang berubah seperti Harlan.

"Harlan bukan?" tanya Hansel dengan mengelus tato serigala yang ada di kening lelaki itu.

"Menurut lo siapa lagi?" desis Harlan dengan mengalihkan pandangannya. Ia sudah menduga semua orang di rumah tidak akan mengenali dirinya, tetapi ia tidak pernah berharap ternyata Hansel mengenali dirinya dengan baik.

"Iya, gue nggak akan pernah lupa sama bentuk wajah dan tubuh rival gue!" seru Hansel dengan menoyor kening Harlan. "Tapi taring lo tajam banget kek klan vampir aja."

Harlan terkejut saat jari jempol Hansel secara tidak sopan masuk ke dalam mulutnya. Jari itu menjelajah masuk hingga menyentuh lidahnya. Tubuhnya seketika meremang karena perlakuan Hansel.

"Eughh, lo ngapain?" tanya Harlan yang mencoba menahan desahnya. Ia tidak mungkin mendesah dan tampak kenikmatan di depan lelaki itu, apalagi terdapat banyak orang di dalam rumah.

Hansel tergelak dengan segera menarik jarinya. Ia bahkan tidak sadar jarinya tergores taring lelaki itu. Ia menjauh dari Harlan yang juga terlihat sangat terkejut.

"Sial, apa yang lo lakuin, Han?!" batinnya dengan melirik Harlan yang berjalan keluar.

Varo menatap Harlan dan Hansel bergantian. Ia mengajak Jay, Galen, dan Ravin untuk keluar menyusul Harlan. Mereka sudah membuat sahabat baiknya merasa sedih.

Varo melihat Harlan yang duduk di tangga. Harlan terlihat sangat tenang tidak menunjukkan rasa sedih. Namun, tetap saja pastinya rasa sedih itu pasti ada.

"Har gue minta maaf. Gue nggak maksud buat lo sedih. Tadi ... tadi gue cuman kaget, doang!" lirih Galen yang merasa sangat bersalah karena ucapannya terlihat takut melihat keberadaan Harlan.

Harlan justru menggelengkan kepala. Lelaki itu cuman tersenyum membuat teman-temannya merasa bersalah. Harlan pasti sudah mati-matian melindungi mereka yang terkena serangan feromon penduduk desa.

"Lo pada nggak salah. Siapa juga yang nggak kaget atau takut ngeliat manusia dengan wajah kayak gini? Gue udah biasa," ucap Harlan menatap matahari yang mulai terbit dari timur.

"Udah biasa?" gumam Varo dengan menatap sahabatnya. Ia baru mendengarkan hal ini, padahal mereka sudah berteman dari kecil.

"Lo nggak tidur jaga kita? Pasti tenaga lo habis karna trus keluarin feromon berapa jam," lirih Jay yang merasa bersalah sebagai orang tertua tidak bisa menjaga Harlan. Ia merasa seolah-olah beban.

"Nggak papa. Kalian masuk aja gue mau sendiri," ucap Harlan dengan menatap para sahabatnya

***

Jangan lupa vote dan komen ^_^
Maaf yaa jarang up, ada kegiatan ukm mulu soalnya 🫡
Lanjut!!

Dendam ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang