13

411 48 2
                                    

Keempat pemuda duduk di atas kursi. Mata mereka sibuk memperhatikan pintu yang tertutup rapat. Suara detik jam menunjukkan waktu terus berjalan. Di depan tidak ada tanda-tanda kehidupan yang menghampiri mereka.

Hawa dingin menusuk tubuh mereka di pagi hari. Ruangan dengan empat ac membuat menggigil jika mereka hanya orang biasa, tetapi mereka sudah terbiasa kuliah pagi dengan hawa dingin di kelas. Namun, Miko tampak mengelus tangannya dengan raut wajah kesal.

"Han, lo yakin geng itu bakalan ke sini? Lagian juga kenapa harus di ruangan ini? Gimana kalo ada kelas lain yang mau pakai?" cecar Miko dengan raut wajah cemberut karena bosan sudah menunggu selama 1 jam lamanya.

Hansel menepuk pundak Miko untuk memberikan ketenangan kepada lelaki itu. Ia menatap ke arah pintu dengan menyeringai. Mereka pastinya tidak akan melewatkan kesempatan kali ini untuk memberikan hukuman kepadanya.

"Gue punya kemungkinan 70% Harlan bakal datang ke tempat kita," jawab Hansel menatap Miko dan Yolan yang terlihat ragu.

"Kenapa harus 70%, Bang?" tanya Yolan yang mencolek lengan Hansel.

Kini giliran Arka yang menatap Yolan dengan tertawa kecil. Arka merangkul pundak Yolan seolah meremehkan lelaki itu. Yolan menepis lengan Arka yang berada di pundaknya, ia tidak menyukai tawa yang tampak memberikan penghinaan baginya.

"Marah-marah mulu, Lan," ungkap Arka yang tersenyum simpul. "Kalau lo mau tau alasan Hansel hanya yakin kedatangan mereka cuman 70%. Itu karna geng mereka pasti pengen balas dendam ke Hansel, lalu 30% karna Hansel berpikir geng mereka nggak sebodoh itu buat dibodohi."

Hansel menjentik jarinya dengan menunjuk Arka. Ia tersenyum sangat puas karena lelaki itu telah mengetahui rencananya. Ia tidak akan membiarkan lelaki itu kalah dengan mudah, setidaknya ia harus membuktikan jika Hansel sekarang bukan bodoh seperti dulu lagi.

"Perkataan dari Arka bener banget. Kalian sendiri tau sendiri kalau mereka itu pintar sama nggak bisa ngelawan secara langsung. Jadi kita harus pakai," ucap Hansel dengan menunjuk kepalanya.

"Alasan gue cuman ngomong kedatangan Harlan kemungkinan hanya 70% udah dijelasin oleh Arka. Lalu kenapa gue milih ruangan ini karna sekarang nggak ada kelas dari kelas dan angkatan lain. Jadi kita bisa gunain fasilitas ruangan dari kampus dengan baik," lanjut Hansel dengan menatap jam yang sudah berlalu cepat. "Gue tau mereka nggak bodoh apalagi gue satu kelas sama mereka. Pastinya mereka tau jelas jadwal gue. Tapi gue mau taruhan sama takdir seberapa persen kemungkinan mereka datang ke ruangan ini."

Miko yang mendapatkan jawaban dengan lengkap justru tertawa. Ia menatap Hansel dengan menggelengkan kepalanya berkata, "Haha, kali ini gue nggak habis pikir sama lo. Tambah tua pikiran lo makin licik aja."

"Nggak juga, Miko. Gue cuman ngikutin alur permainan mereka," sahut Hansel dengan menatap ke arah pintu karena mendengar suara langkah kali semakin mendekat.

Pintu terbuka dengan perlahan. Hansel tertawa kecil karena merasa lelaki itu masih tahu sopan santun ternyata. Ia berdiri dengan membuka tangannya lebar-lebar yang memberikan tanda sambutan besar kepala kelima lelaki itu.

"Surprise!" teriak Hansel dengan tersenyum licik.

Harlan menatap ke sekeliling ruangan. Ia terlihat sangat tenang dengan memberikan senyum remeh kepada geng Hansel. Ia berjalan dengan mengeluarkan sebuah rokok dibalik saku celananya.

Hansel menarik rokok itu dengan tersenyum lebar. Sontak itu membuat Ravin yang emosinya sangat tipis seolah tisu dibagi seratus memberontak. Lelaki itu menarik Hoodie yang dipakai oleh Hansel.

"Udah, Vin. Mereka itu emang orang bodoh yang nggak tau malu," cibir Harlan dengan mendengus karena rokoknya diambil lelaki itu. Ia masih banyak uang membeli rokok, bahkan satu pabrik pun bisa dibeli olehnya jadi ia tidak mau repot turun tangan.

"Orang yang lo sebut bodoh itu juga bisa nipu kalian ke sini," ejek Yolan menjulurkan lidahnya dengan berlindung dibalik tubuh Arka.

"Gini, nih! Nasib kalau berteman sama Hansel pasti dibilang bodoh, padahal yang bodoh cuman Hansel," celetuk Miko dengan mengelus dadanya.

"Heh, mulutnya minta dikasih cabe 100 kilo!" gerutu Hansel dengan menoyor kening lelaki itu.

Berbeda dengan Harlan dan teman-temannya yang menatap sinis mereka. Harlan tidak salah bukan mengatakan hal seperti itu. Dilihat sekarang karena masalah sepele saja mereka berdebat.

"Bodoh, banget. Nggak salah lo ngomong kayak gitu, Har," cibir Jay dengan menatap remeh Hansel dan Miko. "Ketuanya aja gini apalagi anak buahnya."

Kini giliran geng mereka yang menatap sinis geng Harlan. Hansel tidak lagi bercanda, ia menatap ke arah Harlan dengan menyeringai. Ia tahu tujuan kelima lelaki itu bukan sekedar untuk berdamai bukan. Pastinya mereka ingin bermain api di balik tirai.

"Langsung aja, apa tujuan lo nyari gue?" tanya Hansel duduk di atas meja mencium niat busuk dari mereka berlima.

Harlan mengeluarkan ponselnya. Ia menunjukkan sebuah video yang dimana sedang memimpin pesta tersebut. Ia menunjukkan video itu di depan wajah dengan sosok munafik menurut Harlan.

Ketiga sahabat Hansel ingin membantu. Namun, mereka dicegah oleh keempat orang. Kemungkinan besar mereka akan kalah karena kekurangan personel. Apalagi keempat teman Harlan merupakan alpha dominan yang justru akan membuat mereka kewalahan.

"Gue mau lo hapus video itu. Lalu lo akui video itu cuman editan," tekan Harlan dengan serius tidak ada lagi senyuman mengejek dari wajah lelaki itu.

"Kalo gue nolak gimana?" tolak Hansel dengan bersedekap dada. Ia tidak semudah itu tunduk kepada geng lelaki itu di dunia ini. Ia tidak ingin dirinya dihina untuk kedua kalinya oleh orang yang sama.

Harlan justru menyeringai dengan mengangguk berkata, "Oke, ini kan yang lo mau."

Sebuah bau yang sangat tajam menyerang penciuman mereka. Tiba-tiba Hansel terjatuh dengan menatap tajam Harlan. Feromon yang sangat tajam itu memaksa Hansel untuk tunduk kepada orang di depannya. Teman-teman lelaki itu, bahkan alpha dominan tidak bisa menahan feromon kuat Harlan.

Tubuh mereka sangat lemas, bahkan Yolan dan Miko hampir mati lemas dibuatnya. Hansel menatap dingin Harlan, ia tidak bisa membiarkan lelaki itu menyebabkan teman-temannya lumpuh dibuatnya. Ia harus membuat lelaki itu menghentikan feromonnya.

"Lo pengecut," ejek Hansel yang masih saja bisa menghina Harlan dalam keadaan genting, seperti sekarang.

Harlan berjongkok dengan menatap tajam Hansel mendesis, "Pengecut maksud lo? Hah, kalian aja yang lemah. Padahal gue baru sedikit keluarin feromon gue."

"Iya, lo pengecut! Lo pengecut karna hanya bisa ancam gue pakai feromon. Lo banci yang cuman bisa andalin kekuatan sama kekuatan bonyok lo!" ucap Hansel yang mencoba memancing kemarahan lelaki itu agar menghilangkan feromonnya.

"Sialan, gue bukan pengecut!" teriak Harlan dengan penuh emosi seolah kata-kata itu adalah kelemahannya.

Bugh!

"Iya, lo pengecut!" seru Hansel dengan mendekatkan wajahnya kepada wajah lelaki itu. Ia tidak memperdulikan ujung bibirnya yang sudah robek.

Seketika perkelahian dimulai oleh keduanya. Perkelahian ini lebih seperti perkelahian anak-anak yang saling memukul juga beradu mulut. Pada akhirnya teman-teman dari kedua belah pihak hanya bisa menatap mereka.

"Anjing, baju gue!" teriak Hansel yang melihat bajunya robek di tangan Harlan.

"Astaga, ada apa ini?! Harlan! Hansel! Berhenti!"

***

Jangan lupa vote dan komen ^_^
Tiada hari tanpa berantem 😂
Lanjut!!!




Dendam ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang