19

376 51 1
                                    

Arka menahan tangan Hansel dengan perlahan. Matanya menatap luka sahabat itu dengan rasa bersalah. Ia bukan bermaksud mengkhianati atau apapun itu.

"Han, gue sama yang lain mau jelasin. Gue harap lo dengerin semuanya tanpa nyela omongan kita-kita," ucap Arka dengan menghela napas.

Hansel tersenyum tipis dengan mengangguk. Jika mereka ingin menjelaskan yang terjadi, ia tidak perlu repot menjadi orang tantrum yang sok-sokan menolak penuh drama. Namun, hanya satu orang yang mengganggu pemandangannya.

"Ngapain lo masih di sini?" tanya Hansel menatap Harlan yang diam bersandar di dinding.

Harlan tidak menjawab. Ia hanya menatap ke arah koridor dengan tenang. Tangannya melambai dengan tersenyum lebar. Hansel dan teman-temannya ternyata salah. Lelaki itu tengah menunggu teman-temannya datang.

"Ngapain mereka masih di sini?" tanya Jay dengan menatap risih teman-teman Hansel.

"Entahlah, kalian lama. Mereka udah percaya diri gue mau nguping," cetus Harlan yang merangkul pundak Jay untuk masuk ke dalam kelas.

Di tempat meninggalkan Yolan yang menunjukkan raut wajah julid. Lelaki itu tampak ingin mengejar kelima remaja, jika bukan Arka yang menahan tubuh lelaki itu. Hansel juga menatap datar ke arah pintu karena merasa dipermainkan oleh lelaki itu.

"Udah-udah katanya tadi mau ngomong sama Han," tegur Miko dengan raut wajah cemberut. Jika begini kapan mereka akan memulai pembicaraan.

"Maaf ini anak emang susah banget jaga emosi. Jadi Han gue minta maaf atas perbuatan gue semalam. Gue cuman khawatir sama lo apalagi tau hukuman yang bakal kita jalani. Kebencian lo ke Harlan buat gue takut bakal terjadi hal yang nggak diinginkan," lontar Arka dengan menghela napas. Waktu itu ia hanya tidak bisa berpikir jernih.

Hansel diam menatap Arka dengan tenang. Ia tahu jika Arka bisa membaca gerak-geriknya yang menunjukkan kebencian kepada Harlan. Ia juga tidak bisa memprediksi seberapa besar masalah yang akan ditimbulkan olehnya dan Harlan.

"Eh, jangan marah dulu, Han! Pagi tadi buat ide dari Arka, tapi gue. Gue cuman mau ngomong baik-baik sama Arka dulu biar cari jalan terbaiknya. Gue awalnya cuman mau bikin grup wa bertiga aja, tapi gue ngerasa nggak baik aja sama aja kek khianat sama lo. Jadi kami kumpul di cafe itu," beber Miko dengan meringis.

Miko hanya takut emosi lelaki itu meledak-ledak, apalagi Miko hanya tahu jika Hansel yang dulu bersifat tidak lunak dan keras. Berbanding dengan sifat Hansel sekarang yang terlihat ramah dan tidak dingin, walaupun sekarang justru tidak terbuka seperti dulu.

"Hmm, kalian keknya juga salah paham sama gue. Gue di sana bukan nyari kalian. Gue cuman mau cari suasana nyaman di pagi hari taunya jatuh dari motor," jelas Hansel dengan tersenyum lebar. Ia sudah menduga orang-orang di depannya ini terlihat tulus dibandingkan orang di kehidupannya dulu.

"Kalau gitu syukurlah. Gue minta maaf Han," ucap Arka dengan senyuman tulus.

"Gue juga, Han. Kita nggak ada maksud khianat sama lo," timpal Miko dengan senyum getir merasa bersalah karena hampir membuat persahabatan hancur di tangannya.

Miko memulai pelukan kepada Hansel. Lalu diiringi oleh Yolan dan Arka yang memeluk mereka. Pelukan hangat itu membuat Hansel yakin jika mereka merupakan sahabat yang terbaik baginya.

"Aduh! Udah-udah sakit," jerit Hansel dengan menatap luka bekas jatuh tadi.

"Ya, Tuhan. Maaf, Bang! Nggak sengaja gue!" seru Yolan meringis menatap luka Hansel yang tidak sengaja ditekan olehnya.

"Iya, nggak papa aman. Luka jatuh bukan luka jahitan," sahut Hansel dengan tersenyum.

Yolan mengangguk dengan tersenyum lebar. Ia teringat akan sesuatu, "Oh, iya. Tuh, orang gimana tau kalo apa luka? Lalu sejak kapan kalian deket? Bukannya semalam baru aja kita ribut, ya."

Hansel awalnya cuman diam tidak ingin memberi tahu. Akan tetapi, ternyata salah satu dari mereka mempertanyakan hal itu. Jadi apa boleh buat, ia harus menjelaskan hal ini agar tidak salah paham.

"Katanya rumah dia deket sama cafe itu. Mungkin karna nggak sengaja liat gue jadi dia pengen buat gue emosi. Tapi pada akhirnya tuh cowok bantu obatin luka gue. Gue jadi heran tuh cowok keknya kerusakan, deh!" ungkap Hansel yang menunjukkan kebingungan di wajahnya.

"Lah, iya! Yolan lo gimana, sih?! Bisa-bisanya ngasih ide cafe di markas geng mereka!" geram Miko dengan mengejar Yolan yang mulai kabur.

"Anjing, jangan kabur lo Yolan!" lanjut Miko dengan berteriak keras.

Hansel yang melihat cuman tertawa. Ia merasakan kehidupannya sedikit lebih berwarna karena bertemu teman-teman baik, seperti mereka. Ia merasa tidak pernah bahagia seperti sekarang.

"Kalo gitu gue pergi dulu, Han. Yang bener belajar, jangan lupa makan kemenyan biar nggak kepanasan!" seru Arka yang berlari sebelum mendapatkan amarah dari Hansel.

"Anjing, dia kira gue kunti apa?!" umpat Hansel yang menggerutu memasuki kelas.

***

Di dalam ruangan kelas. Hansel duduk di barisan paling depan bersama mahasiswa ambisius lainnya. Namun, betapa sialnya ia harus duduk berdampingan dengan Harlan dan teman-temannya.

Hansel menyimak penjelasan dosen dengan penuh perhatian. Dimana walaupun kebanyakan penjelasannya tidak masuk akal. Kebanyakan lebih kepada curhat dosen itu atau kadangkala menyindir beberapa mahasiswa.

Namun, masih banyak mahasiswa yang menyukai gurauan dari dosen. Akan tetapi, ia berbanding terbalik karena penjelasan yang dilakukan dosen sangat bertolak belakang dengan materi di dalam kontrak kuliah. Ingin sekali rasanya menyatakan rasa protes, tetapi ia tidak ingin mendapatkan nilai buruk.

"Oh, iya. Tugas yang saya beri minggu lalu sudah kalian selesaikan?"

"Sudah, Pak!"

"Belum, Pak!"

"Kenapa belum? Oh, kalian sibuk adakan pesta, ya!"

Hansel dan Harlan yang duduk berdampingan hanya diam. Ravin juga ditahan oleh Varo untuk sabar, jika tidak mereka akan terkena masalah lagi. Mahasiswa lain juga hanya diam karena mengetahui sifat dosen itu yang sangat suka menyindir mahasiswa.

"Oh, tidak saya cuma bercanda saja! Mahasiswa kelas inikan pintar semua dan menaati aturan universitas."

Hansel tidak lagi mendengarkan penjelasan tidak bermutu dari dosennya. Ia mengeluarkan headset dari tasnya tanpa sepengetahuan dosen. Ia mendengarkan musik karena dosennya diam saja di belakang bersama mahasiswi cantik.

Harlan dan teman-temannya juga terlihat bosan begitu juga mahasiswa lain. Mereka terlihat sibuk memainkan ponsel. Penjelasan yang tidak bermutu buat apa harus mereka simak.

Para mahasiswa saja berpikir. Mahasiswa pintar seperti Harlan saja tidak menyimak, lalu buat apa mereka susah payah memperhatikan dosen itu. Sebenarnya mereka diam duduk di sini saja sudah membuang-buang waktu.

"Dosennya itu lulusan mana, dah," gumam Hansel dengan menatap ponselnya yang masih menunjukkan 1 jam lamanya dia harus duduk di ruangan ini.

***

Jangan lupa vote dan komen ^_^
Banyak banget emang dosen kayak gini tuh, nggak jauh-jauh guru kalian pasti gini juga kan🤔
Lanjut!!

Dendam ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang