15

360 46 3
                                    

"Ya, Tuhan!"

Seseorang tampak mengelus dada. Dimana melihat seorang wanita paruh baya memukul meja menggunakan koran. Amarah wanita paruh baya itu tidak membuat sosok bernama Hansel menjadi gentar. Akan tetapi, hanya menundukkan wajahnya.

"Njir, Ibu gue di sini sama aja. Kek, setan," gumam Hansel tanpa sepengetahuan adik cowoknya mendengarkan perkataannya.

"Mah! Bang Hansel tadi bila mamah itu kayak setan!"

Hansel menatap adiknya dengan tatapan tajam. Ia menatap wajah ibunya yang terlihat semakin marah kepadanya. Adiknya sama sekali tidak berbakti kepadanya, padahal selama ini ia tidak pernah menyuruh adiknya seperti kakak di luar sana. 

"Aduh! Aduh, ampun, Bu!" pekik Hansel yang merasakan telinganya dijewer sangat keras. Ia sama sekali tidak pernah berharap mendapatkan kekerasan fisik ibunya lagi terakhir waktu dirinya sebelum masuk dunia ini.

"Mah, lepasin itu jewerannya. Han udah kesakitan gitu," tegur Arya yang merasa sangat menyayangkan perbuatan dari ibu mereka.

Wanita paruh baya itu melepaskan tangannya dari telinga putra keduanya. Hansel hanya melihatnya dengan menjulur lidah kepada adik cowoknya. Ia melihat adik cowoknya berada dalam pelukan ibunya. Ia hanya heran saja anak itu padahal sudah SMA, tetapi manjanya minta ampun sama otaknya tidak bisa dibawa berpikir.

Hansel hanya menatap keluarganya yang menjadi tenang seolah tidak terjadi apapun. Keluarganya memang sangat aneh, bahkan lebih aneh dibandingkan sebelumnya. Bapaknya yang makan dengan santai, padahal ini sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Lalu ibunya yang juga santai walaupun menggunakan setelan formal dan make up di wajahnya. Adik cowoknya yang masih menunggu ibunya menyuapi makanan, padahal sudah telat masuk sekolah. Terakhir, adik ceweknya yang makan dengan tenang dan wajah yang sangat suram.

"Shinta lo baik?" tanyanya kepada Shinta, adik bungsunya yang tidak terlihat baik-baik saja. Ia sungguh heran karena adiknya itu biasanya sangat manja di dunianya dulu. Sekarang seolah dunia sedang tidak baik-baik saja.

Gadis SMP itu bernama Maya Shinta Nugroho yang merupakan adik bungsunya. Gadis yang biasanya ceria itu berubah menjadi tenang dan murung. Terlihat dari cara makannya yang tidak bernafsu dan guratan sedih dimatanya melihat ibunya yang memberikan kasih sayang lebih kepada Arjuna Wijaya Nugroho atau dikenal sebagai Juna.

Akhirnya ia paham yang dirasakan oleh gadis itu, apalagi pertanyaannya tidak mendapatkan balasan. Gadis itu tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya maupun saudaranya yang lain di dunia ini. Di hatinya ada sedikit rasa senang melihat adik bungsunya menderita di dunia ini, tetapi dalam hatinya yang paling dalam ia merasa tidak tega karena tahu sakitnya tidak mendapatkan kasih sayang oleh keluarga sendiri. 

Di dunia ini setidaknya ia bersyukur ada seorang kakak yang mau berbicara dengannya dan menyayanginya, juga mendapatkan teman-teman yang baik. Ia juga tahu Arya mendapatkan kasih sayang melimpah dari bapak mereka. Juna mendapatkan kasih sayang melimpah dari ibu mereka. Akan tetapi, gadis itu tidak mendapatkan kasih sayang siapapun di keluarga ini.

"Makan," perintahnya dengan memberikan lauk kepada Shinta. 

Perbuatannya tidak lepas dari pandangan keluarganya. Awalnya ia bingung, tetapi ia menduga keluarganya heran karena berbicara dengan Shinta. Ia menduga dari analisisnya dua hari terakhir, dirinya merupakan anak yang sangat nakal dan sangat cuek dengan anggota keluarganya. Dilihat dari tatapan Shinta dan Arya, ia sama sekali orang yang sangat tidak peduli keluarga.

"Tumben, Bang. Biasanya lo benci banget sama Shinta, bahkan bilang keberadaan dia itu beban keluarga." Juna mengatakan sesuatu yang membuatnya tahu kebenarannya. 

Dendam ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang