14

392 50 1
                                    

Suara teriakan menghentikan keduanya untuk bermain. Keduanya terhenti dengan memegang baju rival masing-masing. Kedatangan dosen penjaga laboratorium tidak bisa menghentikan tatapan tajam mereka.

"Hansel lepaskan tangan kamu dari dia!"

Hansel melepaskan tangannya dengan mendorong tubuh lelaki itu. Kenyataannya Harlan masih memegang bajunya. Tarikan yang ada pada bajunya membuat Hansel ikut tertarik mengikuti langkah Harlan.

Harlan jatuh dengan terlentang di atas lantai keramik yang dingin. Di atasnya Hansel menatap wajah tenang Harlan yang tidak menunjukkan wajah menyebalkan seperti biasanya. Pergerakan mata Harlan membuatnya memukul wajah lelaki itu, kemudian berdiri dengan memberikan tatapan dingin kepada Harlan.

"Ya, ampun! Harlan kamu baik-baik saja, kan?!"

Dosen berlari menghampiri Harlan. Setelah mengetahui wajah mulus Harlan terluka. Perhatian yang diberikan kepada Harlan tidak luput dari perhatian geng Hansel. Perhatian yang diberikan oleh dosennya membuat Hansel semakin yakin, lelaki itu seorang pengecut yang mengandalkan kekuasaan.

"Kamu! Kamu minta maaf sama Harlan!"

Hansel menunjuk wajahnya dengan mengangkat alisnya. Arka, Miko, dan Yolan berdiri lalu berlari kecil untuk melindungi tubuh Hansel. Miko menatap tajam Harlan dengan teman-teman lelaki itu yang memberikan seringai di belakang dosennya.

"Saya tidak salah, Bu. Justru mereka yang salah karena menyalakan rokok di dalam ruangan. Jadi saya ambil rokok milik dia. Saya tidak salah bukan?" ungkap Hansel yang menyatakan setengah kebenaran.

"Setuju, Bu! Mereka itu bermuka dua!" sahut Miko yang kini merasa tambah tidak suka dengan geng Harlan.

Kedua geng saling menatap tajam satu sama lain. Biasanya mereka hanya cuek waktu bertemu satu sama lain, bahkan sama-sama tidak menganggap satu sama lain. Namun, bendera perang kali ini dikibarkan kedua geng.

"Eh, nggak bisa gitu, dong! Lo nggak punya bukti!" teriak Ravin dengan menyingsing bajunya seolah siap untuk mengibarkan perang.

Galen bersama Varo segera menahan tubuh Ravin. Mereka harus menjaga wajah di depan dosen jika tidak ingin mendapatkan hukuman. Varo juga mempunyai ide untuk menyalahkan semuanya kepada geng Hansel. Selama ini mereka dianggap sebagai mahasiswa berprestasi.

"Eh, anjir! Sabar Vin! Ya, Tuhan! Gue capek," pekik Galen dengan tubuh yang berkeringat karena menahan tubuh Ravin.

Hansel menatap Ravin dengan puas. Kesempatan kali ini akan digunakan sebaik mungkin karena semakin besar kemarahan maka semakin besar untuk membuktikan kesalahan mereka. Ini karena Varo memang licik, tetapi Hansel lebih licik dari mereka kira.

"Ibu bisa periksa Harlan dulu benar-benar merokok atau tidak. Jika benar-benar terbukti saya berbohong. Saya akan terima hukuman yang akan ibu berikan," ucap Hansel menatap dosennya. Ia sangat yakin kali ini merupakan kesempatan besar bagi mereka.

Dosen itu menunjuk Arka untuk mendekat kepada mereka. Tanpa basa-basi dosen itu meminta Arka untuk memeriksa tubuh Harlan dibantu dengan Varo. Keduanya mencari dengan susah payah tidak menemukan sesuatu, tetapi waktu melakukan pemeriksaan di kantung celana Arkan menemukan putung rokok yang belum dinyalakan.

Arka menunjukkan kepada dosen mereka. Sang dosen hanya menatap ke arah Harlan dengan datar. Rasa keterkejutan dosen mereka membuatnya yakin geng Harlan akan tidak terlalu dipercaya oleh dosen lain.

"Tidak apa-apa. Saya yakin mereka sudah dewasa untuk tahu apa itu rokok."

"What the fu ..."

Hansel menutup mulut Arka dengan tersenyum lebar. Ia memaksa Arka untuk menundukkan kepalanya. Lelaki itu tiba-tiba sangat tidak tahu situasi mereka sekarang.

Dendam ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang