24

397 41 3
                                    

Hansel menatap orang-orang yang sudah siap untuk berbaur dengan warga. Mereka sudah berpakaian dengan rapi. Namun, itulah yang membuat Hansel menjadi heran.

"Heh, lo pada ngapain pakai baju gitu? Mau ke mall ceritanya?" sindir Hansel padahal mereka pastinya akan mengerjakan pekerjaan yang kotor.

Matanya melihat Harlan yang masih duduk di tangga. Lelaki itu tampaknya memperhatikan para warga yang menjauh darinya. Banyak anak-anak yang mendekat ke arah Harlan, tetapi kebanyakan orang tua mereka melarang.

Hansel keluar dari rumah dengan menghela napas. Kali ini ia tidak akan berdebat dengan lelaki itu. Ia menarik tangan lelaki itu agar masuk ke dalam rumah.

"Istirahat dulu, Har. Malam tadi lo nggak istirahat sama sekali, kan?" tegur Hansel yang mengelus rambut Harlan agar lelaki itu menjadi tenang.

"Gue ikut kalian," ucap Harlan dengan terburu-buru menuju kamar mandi.

Varo menatap mereka berdua dengan tersenyum. Senyuman itu tidak ada yang tahu selain lelaki itu. Entahlah senyuman itu mempunyai makna. Namun, mereka akan tinggal selama satu bulan lamanya.

"Eh, ngapain senyum lo?!" seru Miko yang melihat Varo senyum. Ia curiga lelaki itu punya niat lain kepada temannya.

"Buta mata lo! Gue senyum liatin Harlan!" maki Varo dengan memutar matanya.

Hansel memijat pelipisnya. Ia baru saja menyatakan tidak ingin berdebat dengan mereka. Sekarang justru Miko yang memulai permainan disusul Varo dan Jay.

"Cukup! Pusing gue liat lo pada kek bocil!" teriak Arka dengan bersedekap dada.

"Lo yang bocil!" teriak mereka bersamaan kecuali Hansel dan Arka.

Arka justru juga ikut dalam perkelahian anak kecil. Mereka saling memukul lengan satu sama lain. Jika sudah begini Hansel berpikir mereka semua sama saja.

"Mereka ngapain?"

Hansel mengelus dadanya. Ia membalikkan tubuh melihat Harlan yang menggunakan hoodie hitam dengan penutup mata di mata kanannya. Lelaki itu tampaknya merasa tidak percaya diri.

Hansel menarik tangan Harlan. Mereka keluar dari rumah dengan berpegangan tangan. Jemari Harlan begitu hangat walaupun angin dingin menyentuh tubuh mereka.

Pemandangan hijau yang menenangkan dimata. Warga-warga desa yang sibuk berkebun mengawasi mereka berdua dengan tatapan misterius. Mereka yang melihat hanya menunggu Ahen menjemputnya untuk melakukan pekerjaan.

"Mas, apa yang ada di wajah kamu?"

Seorang remaja wanita datang dengan menyentuh tato serigala di kening Harlan. Harlan menatap dingin menatap gadis yang memegang wajahnya. Harlan lalu tersenyum hangat menatap wanita itu.

Gadis itu berteriak dengan menatap jarinya. Jarinya tampak kepanasan dengan tiba-tiba. Gadis itu menatap Harlan yang mengalihkan pandangannya.

"Kalian sudah lama menunggu saya?" tanya Ahen yang datang bersama teman-teman mereka. "Sari kamu kenapa bisa di sini? Bukannya sekolah juga!"

Sari Kanayath, gadis yang menggunakan pakaian SMA. Gadis itu terlihat menggunakan pakaian sekolah yang lebih tertutup. Matanya bersinar menatap wajah Harlan bukannya takut.

“Ya, balum lah, Bang! Masih jam 7 pagi ini. Sari handak jalan-jalan dulu. Lagian ini sia, Bang? Bungas banar!” seru Sari dengan tatapan berbinar menatap Harlan.

“Malihat urang bungas aja matanya kada bisa dijaga! Ini Mahasiswa dari Jakarta nang ngalakuin Pangabdian Masyarakat di Desa kita," jawab Ahen dengan menoyor kening Sari.

"Maaf, ya, Mas. Ini adik bungsu saya," lanjut Ahen dengan menatap Harlan.

Sari mendorong Ahen dengan tersenyum manis. Ia merasa sangat bersemangat pagi melihat wajah-wajah menyegarkan. Ia menyodorkan tangannya dengan tersenyum manis.

“Parikinlah, ngaran ulun Sari Kanayath wayahnya 16 tahun. Siswa SMA kelas 10 di kota Kandangan. Kalau kalian handak ka kota bisa haja baimbai lawan ulun!” ucap Sari dengan mengedipkan matanya.

“Gadis ini! Ikam tuh binian! Udah binian habis tuh omega jua! Jangan taralu gatal jadi binian, tuh! Kaina kalo dianu lawan lakian lain aku kada tanggung jawab! Udah sama parigi ka sakula biar pintar!” tegur Ahen dengan mendorong adiknya.

Sari menatap tajam ke arah Ahen. Gadis itu mengeluarkan jurus andalan miliknya. Jari tengah keluar dengan senyuman manis gadis itu.

"Inggih! Inggih! Ikam nih panyarikan banar jadi urang!" teriak Sari yang segera pergi meninggalkan mereka.

"Heh!" teriak Ahen dengan menggelengkan kepalanya.

Ahen membalikkan tubuhnya. Ia melihat para mahasiswa yang menatapnya dengan polos. Mereka sepertinya tidak paham tentang pembicaraan yang dibahas sama sekali.

"Adek Pak Ahen cantik banget!" seru Galen dengan tersenyum lebar.

"Asal kalian tahu dia itu galak seperti macan! Jangan tertipu sama wajah cantik dia!" seru Ahen dengan raut wajah malas. "Ayo saya akan membagi tugas kalian!"

***

"Pak! Yang benar saja saya sama Hansel dapat tugas menjaga ternak dan membersihkan kandang ternak!" protes Harlan dengan menatap Ahen yang terlihat tersenyum getir.

"Ya, maaf! Saya cuma memberikan arahan, seperti yang diinginkan warga desa," jawab Ahen dengan meringis kecil mengingat tindakan warganya. Warganya sepertinya sangat tidak menyukai keberadaan mahasiswa itu atau ingin membalas, tetapi takut dengan keberadaan Enigma di desa mereka.

Namun, Ahen dan teman-temannya lebih takut meliputi ekspresi wajah kesal Harlan. Mereka hanya takut Harlan akan kembali mengguncang desa ini. Hansel seketika memeluk tubuh Harlan dari belakang dan meletakkan dagunya di pundak lelaki itu.

"Jangan marah lagi!" bisik Hansel dengan melihat wajah tegang Harlan.

Harlan merasa merinding. Ia mendorong Hansel yang seenaknya memeluk tubuhnya. Memangnya ia lelaki yang menyukai sesama dominan apa.

"Gila?" desis Harlan dengan mendorong tubuh Hansel.

Harlan dan Hansel menatap teman-temannya yang berbahagia di atas penderitaan mereka. Pasalnya, mereka mendapatkan tugas yang cukup ringan dan tidak membuat badan mereka kotor. Dimana Jay, Miko, dan Arka yang membantu warga desa memetik hasil kebun. Yolan dan Varo yang membersihkan koperasi desa juga menjalankan koperasi. Galen dan Ravin yang membantu warga desa ke kota untuk mengirimkan hasil kebun.

"Anjir, gue sama Ravin ke kota! Pahala apa yang gue lakuin sampai dapat jackpot!" seru Ravin dengan tertawa puas.

Harlan ingin kembali protes, tetapi mulutnya di tahan oleh Hansel. Hansel menarik tangan Harlan agar mengikutinya. Jika mereka terus protes lalu kapan pekerjaan akan dikerjakan cepat selesai.

"Semangat Bos!" teriak Galen melambaikan tangannya dengan tertawa puas.

Harlan ingin kembali mengeluarkan feromonnya. Akan tetapi, Hansel duluan menekan feromon Harlan menggunakan feromonnya. Akhirnya Harlan terhenti melakukan hal itu. Akhir-akhir ini ia sudah berlatih menggunakan feromon miliki.

Mereka berdua berjalan dengan beberapa warga menatap wajah Harlan. Hansel yang melihat Harlan menundukkan kepalanya. Ia segera melepaskan tudung hoodie Harlan, sehingga mendapatkan tatapan tajam.

"Maksud lo apa, jing!" maki Harlan yang kembali menutup kepalanya menggunakan tudung.

"Kalau mereka mau ngeliat lo tunjukkan aja. Biasanya lo juga sombong mulu kayak merak," cibir Hansel meninggalkan Harlan.

"Anjing!" umpat Harlan yang pada akhirnya juga melepaskan tudung hoodie miliknya. Lalu menyusul Hansel yang semakin jauh darinya.

***

Jangan lupa vote dan komen :v
Lanjut!

Dendam ParalelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang